PEMERINTAH agaknya masih menggunakan standar ganda dalam pengelolaan hutan alam Indonesia, khususnya hutan alam primer kawasan hutan produksi. Satu sisi pemerintah menghentikan secara permanen pembukaan lahan hutan baru di rawa gambut, di sisi lain masih membuka peluang untuk perizinan berusaha hasil hutan kayu di hutan produksi meski kawasan hutan produksi tersisa 1,82 juta hektare.
Luas hutan itu jika dibagi ke dalam konsesi sesuai regulasi, paling-paling hanya untuk sekitar 30-40 unit korporasi. Bandingkan dengan jumlah konsesi perizinan berusaha hasil hutan kayu yang masih beroperasi sekarang, dengan luas 18,75 juta hektare kawasan hutan produksi, konsesi yang melaksanakan kegiatan eksploitasi hasil kayu sebanyak 257 unit korporasi.
Pada 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tak habis pikir melihat hutan Indonesia yang luas tetapi sumbangannya terhadap keuangan negara kecil. Sektor kehutanan secara keseluruhan hanya menyetor dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 5,6 triliun. Padahal PNBP Indonesia sekarang telah mencapai hampir Rp 350 triliun. Namun, setoran PNBP hari hutan dianggap kurang memadai karena luas hutan Indonesia 120,3 juta hektare.
Setoran PNBP sebesar Rp 5,6 triliun tersebut kebanyakan berasal dari dana reboisasi (DR) dan provisi sumber daya hutan (PSDH) yang berasal dari hak pengusahaan hutan alam (HPH) seluas 18,75 juta hektare dengan 257 unit korporasi dan hutan tanaman (HTI) seluas 11,19 juta hektare dengan 292 unit korporasi.
Tahun 2023 sumbangan PNBP kehutanan menurun drastis. Menurut Direktur Iuran dan Peredaran Hasil Hutan KLHK Ade Mukadi, sepanjang tahun 2023 sektor pengelolaan hutan lestari menyumbang PNBP Rp 2,796 triliun. Ini artinya penerimaan PNBP dari sektor kehutanan pada 2023 hanya setengahnya dari penerimaan PNBP tahun 2022.
Mari kita hitung pemasukan negara yang mungkin dapat diperoleh dari PNBP tambahan bila sisa 1,82 juta hektare kawasan hutan produksi alam primer seandainya diberikan konsesi kepada korporasi HPH dan 2 juta hektare hutan produksi yang tidak mempunyai tutupan hutan yang diberikan konsesi HTI.
Jika potensi kayu hutan alam rata-rata minimal 40 m3 per hektare kayu komersial yang dapat dikeluarkan dari hutan alam, maka negara akan mendapat pemasukan dari dana reboisasi sebesar 1.800.000 x 40 x US$ 12, maka menghasilkan pungutan sebesar US$ 864 juta atau setara Rp 12,96 triliun dan dari dana PSDH sebesar 1.800.000 x 40 x Rp 600.000, menghasilkan pungutan sebesar Rp 4,32 triliun.
Sedangkan untuk kawasan hutan produksi yang tidak mempunyai tutupan hutan di lokasi hutan tanaman, pada saat masa panen (daur tebang minimal 15 tahun) negara akan mendapatkan pemasukan berupa PSDH sebesar 2.000.000 x 100 (anggap hutan tanaman mampu menghasilkan kayu 100 m3 per hektare) x Rp 600.000, menghasilkan pungutan sebesar Rp 120 triliun sekali panen dan satu daur tebangan. Dalam 15 tahun, atau rata-rata setiap tahun, memberikan pemasukan Rp 8 triliun.
Perolehan pemasukan negara dari hitung-hitungan kawasan hutan produksi alam primer untuk HPH dan hutan produksi yang tidak mempunyai tutupan hutannya untuk HTI tidak serta merta dihitung secara total kumulatif per tahun dari perolehan tambahan PNBP sektor kehutanan tersebut karena dalam HPH, korporasi dalam mengeksploitasi hasil kayunya dibatasi oleh jatah tebangan tahunan (JAT) yang tidak boleh dilanggar atau dilewati karena telah diatur dalam daur tebang sesuai dengan masa kontrak konsesinya.
Demikian pula dengan HTI untuk pungutan PSDH, harus menunggu masa panen atau daur tebang minimal 15 tahun setelah kayu ditanam. Mekanisme ini telah berlaku umum bagi pengusaha kehutanan karena telah dilaksanakan puluhan tahun sejak era Orde Baru dulu.
Ikuti percakapan tentang pengelolaan hutan produksi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :