PROVINSI Riau hanya mendapatkan dana bagi hasil (DBH) kehutanan Rp 103,36 miliar pada 2024. Nilai ini turun dari tahun sebelumnya sebesar Rp 161,67 miliar. Padahal, Riau menjadi pusat hutan tanaman industri.
Perhitungan dana bagi hasil sektor kehutanan berasal dari komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang meliputi Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan dana reboisasi (DR). Dana reboisasi hanya mengucur untuk provinsi, tidak untuk kabupaten/kota di bawahnya.
Tahun lalu Riau menerima DBH kehutanan sebesar Rp 37,62 miliar, yang dari penerimaan IIUPH-PSDH Rp 34,11 miliar dan dana reboisasi Rp 3,51 miliar. Pada tahun ini Riau hanya menerima Rp 23,33 miliar.
Penerimaan negara dari sektor kehutanan diatur dalam Undang-Undang 41/1999 tentang kehutanan yang direvisi dalam UU Cipta kerja bidang kehutanan pasal 35 dan Peraturan Pemerintah 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan pasal 179 bab PNBP pemanfaatan hutan.
Sumber pemasukan negara terbesar dari PNBP kehutanan tersebut berasal provisi sumber daya hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihitung berdasarkan volume kayu (m3) dan jenis kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan, bukan berdasarkan luas hutan yang dimiliki oleh provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan.
PSDH dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik hasil hutan dan/atau hasil usaha yang dipungut dari hutan negara. Pemungutan PSDH atas hasil hutan kayu tumbuh alami dan pemungutan PSDH atas hasil hutan kayu budidaya tanaman didasarkan pada laporan hasil produksi atau atas lelang hasil hutan kayu.
Pemungutan PSDH tidak berlaku bagi: a) hasil hutan yang berasal dari hutan adat yang dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat dan tidak diperdagangkan; b) hasil hutan kayu yang langsung dipakai sendiri oleh penduduk setempat atau masyarakat sekitar hutan dan tidak diperdagangkan; atau c) hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak.
Porsi pembagian untuk DBH Kehutanan bersumber dari PSDH dibagi antara alokasi untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat mendapat porsi 20% dan pemerintah daerah menerima 80%.
PSDH untuk pemerintah daerah ini dibagi lagi dalam bagian yang menjadi hak pemerintah provinsi sebesar 16%. Sisanya untuk pemerintah kabupaten/ kota sebesar 32% dan sisanya 32% untuk pemerintah kabupaten/ kota dalam satu wilayah provinsi.
Dana reboisasi dipungut pemerintah kepada perusahaan atas pemanfaatan hasil hutan kayu tumbuh alami berdasarkan laporan hasil produksi atau atas lelang hasil hutan kayu alam atau hasil rehabilitasi. Pengenaan dana reboisasi tidak berlaku bagi: a) hasil hutan kayu yang berasal dari budidaya tanaman; b) hasil hutan kayu yang berasal dari hutan adat yang dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat dan tidak diperdagangkan; c) hasil Hutan kayu yang langsung dipakai sendiri oleh penduduk setempat atau masyarakat sekitar hutan dan tidak diperdagangkan; atau d) hasil hutan kayu budidaya yang berasal dari hutan hak.
Dana reboisasi dibagi dengan porsi: a) 60% bagian pemerintah pusat; dan b) 40% bagian pemerintah daerah provinsi penghasil. Dana reboisasi bagian pemerintah pusat dialokasikan melalui anggaran pendapatan dan belanja negara Kementerian. Sedangkan dana reboisasi bagian pemerintah provinsi penghasil dialokasikan melalui Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi.
Jadi, izin usaha hutan alam (HPH) hanya dipungut dana reboisasi dan PSDH. Sedangkan untuk izin usaha hutan tanaman (HTI) dipungut PSDH saja.
Penurunan DBH Kehutanan juga dialami Kabupaten Pelalawan. Tahun 2023 Pelalawan menerima Rp 26,3 miliar. Tahun ini tinggal Rp 16,5 miliar atau turun lebih dari Rp 10 miliar. Hal yang sama juga didera oleh Siak hanya mendapatkan DBH Kehutanan Rp 11,2 miliar tahun ini. Padahal, tahun 2023, Siak memperoleh Rp 17,1 miliar.
Pelalawan dan Siak adalah dua kabupaten penerima DBH Kehutanan terbesar di Riau. Di Pelalawan terdapat raksasa pulp and paper yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang terafiliasi ke dalam APRIL Grup. Grup ini memiliki area konsesi HTI terbesar di Riau dan didukung mitra-mitra pemasok kayu akasia dan eukaliptus yang dominan. Sementara, di Siak ada pabrik PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) yang berinduk ke korporasi Sinarmas.
Perusahaan ini mendapat pasokan kayu utamanya dari Sinar Mas Forestry dan mitra pemasok kayu lainnya. Setidaknya, di Riau terdapat lebih dari 1,5 juta hektare konsesi HTI yang dikelola oleh kedua raksasa pulp and paper tersebut bersama mitra-mitra pemasoknya. Faktanya, apa yang disebut dengan mitra pemasok kayu tersebut adalah perusahaan yang terafiliasi dengan grup APRIL dan Asian Pulp and Paper (APP).
PT RAPP dan PT IKPP sebagai perusahaan atau korporasi yang masuk dalam katagori HTI hanya dikenakan kewajiban membayar PSDH sesuai hasil tebangan sesuai jatah tebangan tahunan berdasarkan daur tebang tanaman yang telah ditetapkan sebelumnya.
Rumusnya, luas jatah tebangan tahunan 2024 kali volume kayu dalam m3 per hektare kali harga jenis kayu yang ditebang per hektare. Menurut aturan, patokan harga kayu akasia dan eukaliptus hanya Rp 140.000 per meter kubik. Dua jenis kayu itu merupakan bahan baku industri pulp and paper (bubur kertas) dan produk turunannya.
Jadi dalam kasus Pelalawan dan Siak, dana bagi hasil yang diterima kedua pemerintah daerah hanya PSDH 2024, dengan rumus 32% x Rp 140.000 x volume (m3) per hektare x luas jatah tebangan.
Ikuti percakapan tentang dana bagi hasil kehutanan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :