LEBIH dari 100.000 ekor lumba-lumba dan paus kecil dibunuh setiap tahun, meurut laporanPro Wildlife dan Whale and Dolphin Conservation, LSM Jerman dan Inggris. Mereka mengulas lebih dari 230 studi penelitian dan berbagai berita yang menulis kematian 58 spesies. Angka tersebut kemungkinan lebih besar mengingat ada banyak penangkapan ilegal dan kematian paus dan lumba-lumba yang tak terlaporkan.
Beberapa spesies Cetacea, paus dan lumba-lumba, mungkin akan hilang dalam beberapa tahun. Penurunan Cetacea dalam jumlah besar juga bisa mengganggu keseimbangan ekosistem laut. Sebab, mereka berperan penting sebagai regulator nutrisi, rantai makanan, dan siklus karbon di laut.
Cetacea mengeluarkan kotoran kaya nutrisi yang mendorong pertumbuhan fitoplankton. Keberadaan fitoplankton krusial bagi ekosistem laut, karena menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan laut, serta krusial bagi manusia, karena 50% oksigen yang kita hirup berasal dari fitoplankton.
Selain itu, Cetacea berperan besar dalam menyerap karbon. Sekitar 190.000 paus bisa menyerap 1,9 juta ton karbon setiap tahun. Jumlah tersebut akan lebih tinggi lagi jika memperhitungkan spesies Cetacea lainnya.
Perburuan Cetacea memang bukan informasi baru. Sebuah studi di jurnal Endangered Species Research menyebutkan jumlah Cetacea kecil telah menurun sebanyak 87% sejak 1980-an. Laporan tersebut menunjukkan naiknya tangkapan Cetacea kecil di beberapa negara seperti Brazil, Kanada, Faroe, Ghana, Greenland, Nigeria, Kepulauan Solomon, dan Indonesia.
Di Afrika Barat dan Asia, daging lumba-lumba banyak digunakan sebagai umpan memancing hiu. Daging Cetacea kecil yang lembek dan tahan lama di air asin menjadi umpan yang baik untuk menangkap hiu. Berkat subsidi, nelayan dapat melaut lebih jauh dan lebih lama yang embuat mereka berkemungkinan menangkap Cetacea kecil selama waktu melaut.
Di Kanada, Denmark, Kepulauan Faroe, Greenland, Jepang, dan Norwegia, konsumsi Cetacea menjadi bagian dari budaya dan pola makan di beberapa komunitas adat. Sementara itu di Venezuela dan Afrika Barat, krisis ekonomi membuat orang-orang beralih mengkonsumsi daging lumba-lumba untuk memenuhi kebutuhan diet. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia, tepatnya di Desa Lamalera dan Lamakera, karena stok ikan yang menurun.
Konsumsi Cetacea memiliki risiko signifikan bagi kesehatan. Sebab, dagingnya mengandung zat beracun seperti merkuri yang mengendap di tubuh mereka. Dalam suatu kajian di Kepulauan Faroe, konsumsi paus pilot oleh ibu hamil memiliki relasi terhadap terhambatnya perkembangan dan pertumbuhan anak.
Legislasi, pemberian status perlindungan, dan penegakan hukum yang kuat menjadi kunci menurunkan angka kematian lumba-lumba dan paus kecil. Pemerintah Rusia melarang perburuan dan penangkapan Cetacea untuk tujuan apapun, termasuk pendidikan dan budaya. Di Gabon, pemerintah memasukkan semua Cetacea ke dalam daftar spesies dilindungi.
Sementara di Pulau Jeju, Korea Selatan, pemerintah daerah memberlakukan denda dan hukuman penjara kepada nelayan yang menangkap atau membunuh paus dan lumba-lumba. Berkat sanksi itu, populasi lumba-lumba di Pulau Jeju naik dari 105 ekor di 2010 menjadi 210 ekor di 2016.
Ikuti percakapan tentang konservasi laut di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :