WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia, LSM, memperingatkan pembangunan ibu kota Nusantara (IKN) akan memperbesar deforestasi. Peringatan Walhi dibenarkan oleh temuan National Aeronautics and Space Administrationcode (NASA) atau Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat. Satelit NASA memotret perbandingan kawasan hutan Kalimantan pada April 2022 dengan kondisi terbaru pada Februari 2024. Hasilnya, kawasan hutan yang hijau tampak menyusut.
Menurut Uli Arta Siagian, dari Walhi, upaya organisasinya memperingatkan pemerintah soal ancaman deforestasi di IKN bukan tanpa alasan. Pembangunan ibu kota baru, kata dia, merupakan pembangunan berbasis infrastruktur skala besar. Sementara itu, pembukaan lahan secara luas otomatis membuat tutupan lahan hilang sehingga dapat memicu banjir maupun tanah longsor. Sebab, hutan kehilangan fungsinya sebagai tempat penahan air.
Dalam skala makro, Uli melanjutkan, hilangnya kawasan hutan otomatis menghilangkan tempat penyerapan karbon. “Masalahnya, hilangnya fungsi hutan sebagai penyerap karbon tetap diikuti pelepasan emisi,” ucap Uli seperti dikutip Tempo.
Uli mengatakan pembangunan IKN perlu dibatalkan. Ia mengatakan, harus ada kajian komprehensif dengan mempertimbangkan kelayakan proyek IKN untuk dilanjutkan. Kajian komprehensif itu pun, kata Uli, harus menunjukkan partisipasi bermakna atau dengan melibatkan rakyat, termasuk koalisi masyarakat sipil. Selain itu, Uli mengatakan, pembangunan IKN mesti disetop hingga kajian komprehensif selesai. Benarkah?
Sebagai rimbawan dan pengamat kehutanan yang malang melintang lebih dari 35 tahun berkecimpung di kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) serta pernah bertugas dan bermukim selama lima tahun (1999-2004) di Kota Palangkaraya, Provinsi Kalimantan Tengah, saya mencoba mengulik tentang kota hutan atau forest city IKN dari aspek deforestasi dan reforestasinya.
IKN dibangun dengan konsep kota pintar, kota hutan dan kota spons. Kota pintar salah satunya mencakup akses dan mobilitas. Kota hutan dipilih karena IKN berlokasi di wilayah yang di dalamnya terdapat kawasan hutan dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Dalam konsep Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), IKN dibangun dan dikembangkan hanya menggunakan 20% kawasan lahan yang ada, sisanya akan dipertahankan sebagai kawasan hijau berupa kawasan hutan.
IKN Nusantara, juga bagian dari komitmen Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim dengan pengurangan temperatur 2C. Secara administratif wilayah IKN terletak di dua kabupaten eksisting, yakni Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah IKN berada di sebelah utara Kota Balikpapan dan sebelah selatan Kota Samarinda.
Secara keseluruhan wilayah IKN, luasnya mencapai 256.143 hektare, yang terdiri dari tiga wilayah perencanaan yakni Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) yang merupakan bagian dari KIKN dengan luas 6.671 hektare, Kawasan IKN (KIKN) dengan luas wilayah 56.181 hektare dan Kawasan Pengembangan IKN (KP IKN) dengan luas wilayah 199.962 hektare.
Dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri LHK menjelaskan bahwa berdasarkan kawasan fungsi hutan wilayah IKN terdiri dari hutan lindung 0%, hutan produksi terbatas 1%, hutan produksi yang dapat dikonversi 16%, hutan produksi biasa 17%, hutan konservasi 25 % dan areal penggunaan lain (APL) 41%.
Sementara itu, berdasarkan peta tutupan lahan skala 1 : 5.000 2019, kawasan IKN yang masih berhutan seluas 42,31% (hutan lahan kering 38,95%, hutan mangrove 2,15% dan hutan rawa gambut 1,21%), semak belukar dan tanah kosong 13,74%, perkebunan 29,18%, tanaman campuran dan tegalan/ladang 8,97%. Sisanya berupa sawah, padang rumput, pertambangan dan sebagainya dengan luasan yang relatif kecil rata-rata di bawah 1%.
KLHK telah melakukan proses alih fungsi lahan hutan produksi biasa menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 41.493 hektare tahun 2019. Kawasan hutan ini yang akan menjadi KIKN melalui proses pelepasan kawasan hutan menjadi APL dan akan dilakukan atas usul otorita IKN.
Secara formal, kawasan IKN sudah siap dan tidak menjadi masalah karena kawasan tersebut adalah bekas HTI yang 0% konflik tenurial. Tutupan hutannya pun, secara ekologis, luasnya masih sangat memadai yakni 42,31%. Sebagai kota yang mengusung konsep kota hutan dan berbasis lingkungan yang sesedikit mungkin atau tidak ada penebangan hutan, luasan tutupan hutan 42,31% ini dirasa belum cukup dan harus ditingkatkan lagi luasannya menjadi 70-80%.
Jadi secara ekologis, konsep pembangunan IKN yang menyebabkan terjadinya deforestasi seperti sinyalemen Walhi terbantahkan jika mengkaji tata guna lahan (land use) di IKN sekarang. Bahkan dari luas tutupan hutan (forest coverage) yang akan dikembangkan masih perlu ditambah dan ditingkatkan lagi 30-40% persen agar mencapai luas yang ideal yakni 70-80 % sesuai dengan konsep yang diharapkan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :