Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 31 Maret 2024

Meneropong Kebijakan Mitigasi Krisis Iklim Prabowo Subianto

Prabowo Subianto bilang jangan ajari Indonesia menangani krisis iklim. Apa artinya?

Pertambangan nikel di Sulawesi

KRISIS iklim menjadi perhatian publik, baik di Indonesia maupun dunia. Berbagai bencana ekologi akibat krisis iklim ini telah terjadi di berbagai penjuru dunia. Menurut data Badan Meteorologi Dunia (WMO), jumlah bencana iklim di seluruh dunia naik lima kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Telah terjadi lebih dari 11.000 bencana hidrometeorologi antara 1970 dan 2019. 

Meningkatnya bencana iklim juga terjadi di Indonesia. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tren kenaikan jumlah kejadian bencana iklim di Indonesia naik hingga 82% dari tahun 2010 hingga 2022. Maraknya, bencana iklim di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia itu menandakan bahwa perlu kolaborasi dalam mengatasi krisis iklim ini. Indonesia dan juga negara-negara lain tidak bisa sendirian dalam mengatasi bencana iklim ini.

Di tengah perlunya negara-negara bergandengan tangan untuk mengatasi krisis iklim itu, muncul pidato Prabowo Subianto, pemenang pemilihan presiden 2024, yang memberikan sinyal negatif terkait kolaborasi dalam mengatasi krisis iklim ini. “Jangan ada yang ceramahi Indonesia terkait perubahan iklim,” kata Prabowo Subianto di acara acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024. Pernyataannya mengkhawatirkan banyak orang. Sebab, pernyataan itu menyiratkan pemerintahan yang baru nanti enggan mendapatkan masukan dari berbagai pihak terkait penanganan krisis iklim.

Arah kebijakan krisis iklim dalam lima tahun ke depan nampaknya tidak berada di jalan yang benar. Hal itu bukan hanya nampak dari pernyataan Prabowo Subianto di acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2024, namun juga terlihat dari berbagai pernyataan politiknya lainnya di berbagai kesempatan yang dengan jelas akan melanjutkan model pembangunan Presiden Joko Widodo.

Model pembangunan Jokowisme berpijak pada paradigma antroposentrisme. Paradigma ini menempatkan kepentingan manusia sebagai pusat dari segalanya. Konsekuensinya, alam hanya ditempatkan untuk memenuhi kepentingan manusia yang tak terbatas. Kerusakan alam adalah keniscayaan dari paradigma antroposentrisme yang menjadi pijakan Jokowisme.

Proyek-proyek yang merusak alam dari model Jokowisme ini dapat dilihat dari penghancuran hutan untuk proyek food estate yang gagal. Dalam beberapa kesempatan, Prabowo dan Gibran pun secara terang-terangan justru akan melanjutkan proyek yang merusak alam ini.

Dalam paradigma antroposentrisme, yang menjadi pijakan Jokowisme, munculnya solusi palsu krisis iklim adalah keniscayaan. Salah satu proyek solusi palsu transisi energi itu adalah Carbon Capture Storage (CCS). Di akhir masa jabatannya, tepatnya pada akhir Januari lalu, Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon. Perpres ini akan menjadi payung hukum bagi kegiatan CCS di Indonesia. Padahal, bila ditelisik lebih jauh penggunaan teknologi CCS ini hanya akan memperpanjang usia pemakaian energi fosil. Padahal semakin lama energi fosil tetap digunakan semakin sulit pula pengembangan energi terbarukan.

Salah arah kebijakan penanganan krisis iklim dalam lima tahun kedepan juga nampak dari rekam jejak Prabowo Subianto dalam sektor energi. Menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), LSM, seperti ditulis di websitenya, berdasarkan akta perusahaan, Prabowo Subianto adalah pemegang saham tunggal di PT Nusantara Energy. Perusahaan batu bara itu memiliki luas konsesi sebesar 4.793 hektar di Berau, Kalimantan Timur. 

Prabowo Subianto, menurut catatan Jatam, juga menjadi salah satu pemegang saham  PT Nusantara Kaltim Coal yang didirikan pada tahun 2005. PT Nusantara Kaltim  Coal memiliki konsesi tambang batu bara seluas 11.040 hektar di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Posisi direktur perusahaan ini dipegang oleh Hendrik Lewerissa yang juga Ketua DPD Gerindra Maluku dan anggota DPR RI Periode 2019-2024. Pada Pemilu 2024, Hendrik memegang posisi sebagai Tim Kampanye Daerah Maluku untuk pasangan Prabowo-Gibran.

Bukan hanya itu, dalam pemilihan presiden lalu, Prabowo juga mendapat dukungan dari para pemilik modal di sektor energi fosil termasuk batu bara. Bahkan bos perusahaan batu bara Garibaldi ‘Boy’ Thohir, dengan percaya diri menyatakan dukungan kepada Prabowo Subianto. 

Pertanyaan berikutnya adalah apakah dalam lima tahun ke depan, publik bisa berharap Prabowo Subianto dapat secara serius mengakhiri ketergantungan Indonesia terhadap energi kotor batu bara untuk beralih ke energi terbarukan, bila dia adalah bagian dari industri batu bara itu sendiri? Mungkinkah Prabowo Subianto akan mampu mengendalikan kepentingan dirinya sendiri dan juga orang-orang terdekatnya yang memiliki bisnis di industri energi fosil? Jawabnya sangat sulit, untuk tidak mengatakan mustahil.

Salah arah kebijakan penanganan krisis iklim Prabowo Subianto dan Gibran juga dampak dari  dokumen visi dan misinya. Dalam dokumen visi dan misinya, pasangan Prabowo-Gibran mengemukakan akan memprioritaskan energi hijau yang berasal dari sawit.  Energi hijau berbasis sawit ini sangat problematik. Energi hijau berbasiskan sawit ini akan berpotensi mendorong ekspansi sawit dalam hutan secara ugal-ugalan. Angka deforestasi pun dipastikan akan meningkat. Jika itu terjadi, bukan hanya memperburuk keanekaragaman hayati namun juga menempatkan Indonesia sebagai penyumbang gas rumah kaca terbesar dari sektor kehutanan. 

Publik tentu tidak bisa mendiamkan salah arah kebijakan krisis iklim pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto. Bila publik terus diam, arah kebijakan krisis iklim Indonesia akan makin buruk. Jika itu terjadi publik akan semakin rentan menjadi korban krisis iklim. Publik harus terus bersuara bahwa ada yang salah dalam kebijakan iklim selama ini dan akan dilanjutkan dalam lima tahun ke depan.

Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Indonesia Team Lead Interim, 350.org Indonesia

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain