NITROGEN adalah senyawa gas yang berharga bagi kehidupan bumi. Ia menjadi penyubur tanah sehingga tanaman mendapat suplai hara yang cukup. Tapi nitrogen juga menjadi penyebab kelangkaan air.
Saat ini ada sekitar 703 juta orang yang tak memiliki akses air bersih. Banyak perempuan yang harus berjalan 6 kilometer setiap hari untuk membawa 18 kilogram air. Mirisnya, keadaan tersebut berpotensi besar terus memburuk dan penyebabnya adalah senyawa bernama nitrogen.
Penggunaan pupuk nitrogen sintetis telah berkembang begitu pesat. Pada 1890, manusia hanya menggunakan 15 juta ton nitrogen untuk pertanian. Sekarang, jumlah tersebut telah bertumbuh menjadi 200 juta ton nitrogen per tahun. Tak semua pupuk nitrogen yang digunakan terserap oleh tanaman.
Hampir 80% pupuk nitrogen lari dan mencemari lingkungan, salah satunya ke sumber air. Berdasarkan sebuah studi, diperkirakan sebanyak 6,2 juta ton nitrogen mencemari daerah pesisir setiap tahun.
Polusi nitrogen di air menyebabkan pertumbuhan skala besar ganggang beracun. Alhasil ganggang menutupi sebagian besar permukaan air, menghalangi sinar matahari untuk masuk. Keberadaan ganggang tersebut melahirkan “zona mati”, kadar oksigen sangat rendah sehingga ikan dan biota laut tak bisa hidup.
Salah satu contohnya adalah Danau Atitlan di Guatemala. Sebanyak 40% permukaan danau tersebut telah tertutup oleh ganggang, cukup besar untuk dilihat dari luar angkasa. Hal tersebut terjadi karena limbah pertanian, salah satunya pupuk nitrogen, terbuang ke danau tersebut dan mengakselerasi pertumbuhan alga. Akibatnya beberapa titik di danau tersebut menjadi zona mati, dimana kadar oksigen sangat rendah, sehingga ikan tak bisa hidup.
Contoh lain adalah Teluk Meksiko yang dalam satu dekade terakhir memiliki salah satu zona mati terbesar di dunia. Luas zona mati di teluk ini berkisar antara 15.000 hingga 20.000 kilometer persegi. Akibatnya, hasil perikanan tak begitu melimpah dan menyebabkan kerugian $2,4 miliar per tahunnya.
Dalam studi yang dipublikasikan jurnal Nature Communications, diprediksi jika polusi nitrogen dari pertanian dan limbah manusia akan meningkatkan kelangkaan air dunia hingga 3 kali lipat di tahun 2050. Di 2010, mereka menemukan hanya ada 984 daerah aliran sungai yang menghadapi kelangkaan air. Di 2050, diprediksi akan ada 3.000 daerah aliran sungai yang mengalami kelangkaan air, meliputi wilayah seluas 40 juta kilometer persegi. Setidaknya akan ada 3 miliar orang yang terdampak karena kelangkaan air ini.
Dalam studi lain, dari 135.000 daerah aliran sungai yang dianalisis, mereka menemukan hanya 25 daerah aliran sungai yang menyumbang hampir 50% dari limbah nitrogen ke laut. Daerah aliran sungai tersebut terkonsentrasi di India, Korea Selatan, dan Cina. Dua yang terburuk adalah Sungai Yangtze di Cina Utara dan Sungai Mississippi di Amerika.
Nitrogen hanya satu dari banyak limbah yang memperburuk kualitas air. Banyak polutan lain, seperti mikroplastik, logam berat, fosfor, obat-obatan, patogen, dan kotoran manusia yang menyebabkan kerusakan air. Kotoran manusia tak bisa dianggap remeh. Ada sebanyak 494 juta orang masih mempraktikkan buang air besar sembarangan. Hal tersebut menyebabkan kontaminasi air yang berujung pada penyakit kolera, disentri, dan diare. Dimana penyakit tersebut berkontribusi terhadap hilangnya 485.000 nyawa setiap tahunnya.
Belum lagi bicara soal perubahan iklim yang ikut mengeskalasi kerusakan air. Perubahan iklim dapat menurunkan kualitas air lewat kekeringan, banjir, hujan badai, dan meningkatkan konsentrasi polutan air.
Lalu bagaimana? Mau tidak mau, limbah nitrogen dan limbah lainnya yang dapat menurunkan kualitas air harus dicegah. Manajemen yang lebih baik dan penggunaan pupuk yang lebih efisien dan bijak menjadi satu solusi untuk wilayah hulu. Sedangkan di hilir, perbaikan fasilitas pengolahan air limbah menjadi kunci untuk mengatasi kelebihan penggunaan nitrogen.
Ikuti percakaapn tentang polusi nitrogen di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :