Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 05 April 2024

Mengenal Kerabat Bunga Bangkai

Ada banyak kerabat bunga bangkai. Apa saja?

Amorphophallus paeoniifolius (suweg) dalam masa berbunga (Foto: Yuzammi)

AMORPHOPHALLUS lebih dikenal dengan nama bunga bangkai termasuk ke dalam keluarga talas-talasan (Araceae). Marga Amorphophallus beranggotakan sekitar 220 jenis, yang tersebar di seluruh dunia. Jumlah tersebut kemungkinan masih akan terus bertambah seiring dengan ditemukannya jenis baru di seluruh dunia.

Amorphophallus merupakan tumbuhan paleotropis yang tersebar luas di kawasan tropis seperti Afrika, Madagaskar, India, kawasan subtropikal Himalaya sebelah timur, Asia Tenggara sampai ke bagian tropik Pasifik sebelah barat, dan sampai ke timur laut Australia.

Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara dengan kelimpahan jenis Amorphophallus terbanyak, yaitu 29 jenis. Sebagian besar Amorphophallus yang tersebar di Indonesia merupakan jenis-jenis endemik (suatu jenis yang hanya dapat ditemukan pada tempat atau lokasi tertentu saja).

Amorphophallus merupakan salah satu tumbuhan primitif yang masih tersisa di bumi ini. Perbungaan pada Amorphophallus terdiri atas dua bagian utama yaitu seludang (bagian mendatar dengan warna yang mencolok) dan tongkol (bagian yang menjulang ke atas). Seludang dan tongkol ini sering dimaknai oleh masyarakat umum sebagai bunga. Padahal bunga sebenarnya pada marga Amorphophallus ini berukuran kecil dan berjumlah puluhan sampai ratusan, yang tersusun rapi pada bagian tongkolnya.

Bunga betina tersusun pada tongkol bagian bawah sedangkan bunga jantan berada di atasnya. Bagian paling ujung disebut dengan apendiks, merupakan bagian yang steril. Istilah yang sering digunakan dalam penyebutan bunga pada Amorphophallus adalah perbungaan (inflorescence). Tidak seperti bunga pada umumnya, bunga betina pada Amorphophallus tidak mempunyai kelopak mahkota, dengan kata lain merupakan bunga telanjang. Benang sari pada bunga jantan menyatu dalam kotak yang disebut dengan kotak spora.

Umumnya bunga Amorphophallus termasuk tipe protogini, di mana bunga betina matang terlebih dahulu sebelum bunga jantan matang. Bunga betina matang ditandai dengan keluarnya lendir pada kepala putik, lengket bila dipegang, serta aroma khas seperti bau bangkai tikus atau ikan busuk. Hal inilah asal muasal dikenalnya nama bunga bangkai.

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa bau tersebut dihasilkan oleh senyawa kimia seperti dimethyl oligo-sulfides, dimethyl trisulfide, trimethylamine, methyl thiol acetate, 3-methyl butanal, acetic acid, isovaleric acid, 3-Hydroxy-2- butanone, 2-Ethyl hexanol, dan benzyl alcohol.

Senyawa kimia yang menghasilkan bau bangkai tersebut akan disalurkan melalui jaringan spons ke bagian paling ujung tongkol yaitu apendiks. Bau inilah yang akan menarik serangga penyerbuk dan serangga pengunjung untuk datang, seperti lalat hijau dan ngengat.

Batang pada Amorphophallus yang selama ini dikenal oleh masyarakat sebetulnya bukan batang yang sebenarnya. Batang Amorphophallus sangat pendek terdapat di atas umbinya bahkan ada yang tidak kelihatan batangnya sama sekali. Sedangkan yang menyerupai batang tersebut sesungguhnya adalah tangkai daun, yang terdiri atas jaringan-jaringan seperti jaringan spons. Daun Amorphophallus terbagi atas tiga tangkai yang disebut dengan rakhis. Pada setiap rakhis terdapat banyak daun berukuran kecil-kecil yang disebut pinak daun.

Seperti daun talas-talasan pada umumnya, daun Amorphophallus juga menyerupai daun talas yaitu seperti anak panah. Bentuk ini dapat dilihat dengan cara menarik garis pada lingkaran  terluar daunnya maka akan terbentuk seperti anak panah.

Cara paling mudah menentukan jenis Amorphophallus adalah dengan melihat bentuk perbungaannya. Meskipun begitu, ada beberapa jenis yang langsung dapat dikenali dari bentuk vegetatifnya karena memiliki perawakan yang sangat spesifik, misalnya A. manta, A. muelleri, A. paeoniifollius, A. pendulus, dan A. titanum.

Pada A. manta masing-masing rakhisnya hanya memiliki beberapa pinak daun. Permukaan atas pinak daun berwarna sangat khas yaitu hijau keabu-abuan. Lipatan-lipatan yang ditimbulkan dari pertulangan pinak daunnya sangat jelas terlihat dan pada pinggiran daunnya bergelombang.

Ciri khas pada A. muelleri adanya bulbil atau umbi katak pada pertemuan rakhis dengan tangkai daun dan juga pada setiap percabangan rakhisnya. Pada A. paeoniifolius, susunan pinak daunnya sangat rapat dan terkadang saling tumpang tindih. Yang paling mencolok adalah pada tangkai daunnya jika permukaan tangkai daun dipegang terasa agak kasar sampai sangat kasar.

Amorphophallus pendulus juga mempunyai sedikit pinak daun. Bentuk pinak daunnya melanset dengan pinggiran daun halus atau rata. Jenis ini mudah dikenali dengan adanya warna putih disepanjang ibu tulang daun pada permukaan daun sebelah atas. Sedangkan pada A. titanum ciri yang khas adalah pada permukaan tangkai daunnya licin dan mengkilat.

Sumatera dan Kalimantan adalah dua pulau yang memiliki keragaman jenis Amorphophallus tertinggi di Indonesia, masing-masing 11 jenis di Sumatera dan 12 jenis di Kalimantan. Tingkat endemisitas tertinggi berada di Sumatera dari 11 jenis yang tersebar di Sumatera terdapat 7 jenis yang endemik. Di Kalimantan hanya 3 yang endemik dari 12 jenis yang terdapat di pulau tersebut. 

Sumatera merupakan rumah dari salah satu jenis Amorphophallus yang sangat terkenal di dunia, yaitu A. titanum. Masyarakat Indonesia mengenalnya dengan sebutan bunga bangkai atau bunga Titan Arum. Di Bengkulu di kenal dengan nama bunga Kibut. Jenis ini merupakan tumbuhan asli Indonesia dan sekaligus endemik Sumatera.

Perawakan bunganya yang besar disertai dengan perpaduan warna yang mencolok yaitu merah marun pada seludang dan kuning emas pada bagian atas tongkolnya menjadikannya sebagai tumbuhan kharismatik sekaligus ikonik di dunia. Kemunculan bunganya selalu dinanti-nantikan dan menjadi daya tarik masyarakat, baik di Indonesia maupun di manca negara yang memiliki bunga ini, misalnya di kebun raya ataupun di arboretum.

Selain A. titanum, jenis endemik lainnya yang terdapat di pulau Sumatera adalah A. asper, A. beccarii, A. forbesii, A. gigas, A. hirsutus, dan A. manta.  Tiga jenis lainnya yang dapat ditemukan di Sumatera adalah A. haematospadix, A. paeoniifolius, A. muelleri, dan A. prainii.

Pulau Kalimantan atau dunia mengenalnya dengan sebutan Borneo ini dimiliki oleh tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia (Sabah dan Sarawak), dan Brunei Darrussalam. Indonesia memiliki bagian terbesar dari pulau tersebut. Sebagian besar jenis-jenis Amorphophallus yang ditemukan di Indonesia juga ditemukan di Sabah, Sarawak dan Brunei.

Secara keseluruhan Pulau Borneo memiliki 12 jenis Amorphophallus yang endemik dan 3 jenis antaranya merupakan jenis endemik yang hanya ditemukan di bagian negara Indonesia, yaitu, Amorphophallus borneensis, A. costatus, dan A. linguiformis. Jenis lainnya yang ditemukan di Pulau Kalimantan (Indonesia) adalah A. angulatus, A. eburneus, A. hettii, A. infundibuliformis, A. muelleri, A. paeoniifolius, A. pendulus, A. prainii, A. tinekeae.

Jawa merupakan pulau pertama yang banyak dieksplorasi dan diteliti keanekaragaman hayatinya  oleh para botanis dari manca negara, termasuk suku Araceae. Sekitar delapan jenis Amorphophallus diketahui terdapat di pulau ini, dimana lima diantaranya merupakan jenis endemik yaitu A. annulifer, A. decus-silvae, A. discophorus, A. sagittarius, dan A. spectabilis.

Tiga jenis lainnya yaitu A. muelleri, A. paeoniifolius, dan A. variabilis. Amorphophallus sagittarius merupakan jenis dengan perbungaan terkecil di Pulau Jawa, dengan tinggi perbungaan hanya sekitar 30 sentimeter.

Sedangkan A. decus-silvae merupakan jenis yang tertinggi di Pulau Jawa, dengan tinggi mencapai 3 m atau lebih. Dilihat dari bentuk perawakannya A. decus-silvae sangat mirip dengan A. gigas (jenis endemik Sumatera). Akan tetapi ke dua jenis ini dapat dibedakan dari bentuk bunganya, dimana A. decus-silvae mempunyai ukuran kepala putik (stigma) lebih kecil, tangkai putiknya lebih panjang, stamen lebih pendek dan kotak spora berbentuk membulat.  

Pulau Sulawesi menghasilkan flora dan fauna yang unik karena terbentuk dari dua benua yang berbeda yaitu Laurasia dan Gondwanaland. Terdapat empat jenis Amorphophallus yang tersebar di pulau ini, dua diantaranya merupakan jenis endemik yaitu A. ardii dan A. plicatus. A. ardii termasuk jenis yang baru ditemukan dan dipublikasikan pada tahun 2020.

Dua jenis lainnya yang terdapat di Pulau Sulawesi adalah A. muelleri dan A. paeoniifolius. Pulau Papua dimiliki oleh dua negara yaitu bagian barat Papua berada dalam kawasan Indonesia dan bagian timurnya merupakan kawasan Papua New Guinea (PNG). Keberadaan jenis Amorphophallus di Papua Barat adalah yang paling sedikit dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia.

Sampai saat ini hanya baru ada dua jenis yang diketahui yaitu A. paeoniifolius dan A. galbra. Keberadaan jenis Amorphophallus di Papua Barat kemungkinan juga akan sama dengan di PNG.

Amorphophallus paeoniifolius dan A. muelleri termasuk jenis kosmopolit, artinya mampu hidup dan berkembang pada berbagai tempat serta memiliki jangkauan luas di seluruh atau sebagian besar habitat yang sesuai di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Ke dua jenis ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan telah dimanfaatkan di manca negara. 

Amorphophallus paeoniifolius atau dikenal oleh masyarakat luas dengan nama ‘suweg’ telah lama dimanfaatkan umbinya sebagai bahan pangan alternatif, terutama di Pulau Jawa. Umbi suweg setelah di proses dan dijadikan tepung dapat diolah menjadi berbagai ragam makanan seperti onde, bolu, opak dan lain sebagainya.

Selain itu umbi suweg juga sangat sesuai di konsumsi bagi para penderita penyakit degeneratif karena kandungan indeks glikemiknya yang rendah. Di Kabupaten Kuningan, daun suweg sering digunakan sebagai pakan ikan dan dipercaya dapat mempercepat pembesaran ikan.

Jenis yang bernilai ekonomi lainnya yaitu Amorphophallus muelleri atau populer dengan nama porang. Umbi porang kaya akan kandungan glukomanan sehingga dapat dijadikan sebagai komoditas ekonomi yang bernilai tinggi. Glukomanan merupakan polisakarida di mana sangat bermanfaat sebagai bahan mentah pada industri makanan, minuman, kosmetik, kertas, dan industri farmasi.

Ikuti percakapan tentang bunga bangkai di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti ahli madya taksonomi dan sistematik suku Araceae Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain