ISTILAH stasiun lapang terasosiasi pada tempat di tengah hutan yang digunakan para peneliti untuk melakukan studi. Walaupun tak sepenuhnya salah, stasiun lapang tak hanya berfungsi menopang penelitian, juga konservasi, keanekaragaman hayati, dan edukasi.
Dalam sebuah studi di Conservation Letters pada 2024, stasiun lapang termasuk upaya konservasi paling efektif dari segi dampak dan efisien dari segi biaya. Studi ini meneliti 157 stasiun lapang yang ada di 56 negara.
Studi tersebut menemukan bahwa keberadaan stasiun lapang menurunkan laju deforestasi sebesar 17,6%. Keberadaan stasiun lapang juga mampu meningkatkan kualitas habitat hingga 83% dan mengurangi laju perburuan liar hingga 86% dibanding hutan tanpa stasiun lapang.
Dari semua stasiun lapang yang disurvei para peneliti dalam studi itu, keberadaannya memberikan habitat dan perlindungan bagi lebih dari 1.200 spesies hewan vertebrata terancam punah.
Dengan kekayaan alam dan hayati yang terjaga, stasiun lapang menjadi pusat pembelajaran dan penelitian skala internasional. Dari 157 stasiun lapang, ada sekitar 3.000 peneliti yang datang setiap tahun dengan total 300 hingga 1.200 publikasi ilmiah. Data dan publikasi ilmiah tersebut memainkan peran penting dalam mendorong konservasi.
Bagi masyarakat, keberadaan stasiun lapang juga memberikan dampak positif. Dari 157 stasiun lapang dalam studi itu, semuanya mempekerjakan masyarakat lokal sebagai pegawai. Belum lagi beberapa stasiun lapang juga menjadi magnet ekowisata dengan ribuan pengunjung setiap tahunnya. Membuat peluang kerja bagi masyarakat lokal semakin terbuka.
Biaya mengelola stasiun lapang Rp 10 juta per kilometer persegi per tahun, jauh lebih rendah dibanding biaya mengelola kawasan lindung Rp 26,9 juta.
Ada lebih dari 1.400 stasiun lapang di seluruh dunia yang memberikan manfaat serupa. Namun, hampir semua stasiun lapang terkendala biaya pengelolaan. Apalagi, saat pandemi covid-19, banyak stasiun lapang terdampak secara finansial. Beberapa stasiun lapang harus beroperasi di bawah biaya operasional atau bahkan gulung tikar. Bahkan setelah pandemi, pendanaan finansial stasiun lapang belum pulih dibanding pendanaan sebelum pandemi.
Kendala pendanaan bukan hanya terjadi untuk stasiun lapang. Juga dalam upaya konservasi dan mitigasi iklim lain.
Dalam laporan United Nations Environment Programme, setidaknya butuh investasi US$ 8,1 triliun dari 2021 hingga 2050 untuk konservasi dan mitigasi iklim. Nilai itu setara dengan investasi sebesar US$ 536 miliar per tahun hingga 2050. Namun, nilai investasi untuk konservasi dan mitigasi iklim sendiri berkisar US$ 133 miliar per tahun.
Ikuti percakapan tentang konservasi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :