Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 24 April 2024

Kepunahan Spesies Mengintai Jenis yang Punya Evolusi Panjang

Kepunahan spesies mengancam jenis yang punya sejarah evolusi panjang. Terancam hilang 100 miliar tahun.

ikan pari adalah salah satu spesies dengan sejarah evolusi panjang (foto: unsplash.com)

DI usia 4,5 miliar tahun, ancaman terhadap bumi paling besar adalah kepunahan spesies. Selama 4,5 miliar tahun itu, evolusi kehidupan berlangsung pesat. Mulai dari makhluk bersel tunggal yang sederhana menjadi makhluk multiseluler yang kompleks dan unik. Contohnya, aye-aye (Daubentonia madagascariensis), bangau paruh sepatu (Balaeniceps rex), ekidna (Zaglossus attenboroughi), hingga duyung (Dugong dugon).

Keberadaan spesies unik itu telah mewakili ratusan juta tahun sejarah evolusi. Masalahnya, mereka paling rentan punah. Berdasarkan studi di jurnal Nature Communications, ancaman kepunahan sekarang, 86-150 miliar tahun sejarah evolusi dari vertebrata bertulang rahang dalam 50-500 tahun mendatang.

Konstruksi Kayu

Para peneliti menganalisis lebih dari 70.000 spesies vertebrata bertulang rahang. Mereka melihat sejarah evolusinya, kondisi populasinya, dan status konservasinya. Secara kumulatif, vertebrata bertulang rahang mewakili 782 miliar tahun sejarah evolusi. Sebanyak 42% sejarah evolusi tersebut disumbangkan oleh actinopterygii (ikan bersirip kipas), 333 miliar tahun, diikuti amfibi sebesar 143 miliar tahun. Sisanya kelompok testudines (kura-kura), buaya, ikan bertulang rawan, reptil, hingga mamalia.

Saat ini, spesies berisiko kehilangan 11-19% (86-150 miliar tahun) sejarah evolusi mereka. Kelompok testudines (kura-kura dan penyu) berisiko kehilangan 26% dari total sejarah evolusi mereka. Disusul kelompok buaya yang berisiko kehilangan 21% dan amfibi yang kehilangan 17% dari total sejarah evolusi mereka. Sisanya, kelompok lepidosauria (kelompok reptil) dan chondrichthyes (ikan bertulang rawan) berisiko kehilangan 15%, ikan bersirip kipas 12%, mamalia 10%, dan burung 7% dari total sejarah evolusi mereka.

Kendati berbeda-beda, para peneliti dalam studi tersebut melihat bahwa kelompok testudines, ikan bertulang rawan (hiu dan pari), dan actinopterygii (ikan bersirip kipas) adalah kelompok paling terancam dan paling butuh perhatian konservasi. Sebagian besar ancaman itu datang dari manusia, seperti kehilangan habitat, overfishing, perburuan liar, perubahan iklim, hingga penyakit. Padahal, keberadaan mereka telah ada sejak ratusan juta tahun lalu dan bahkan telah melewati beberapa kepunahan massal.

Ikan dayung tiongkok (Psephurus gladius) merupakan salah satu ikan tawar terbesar dengan adaptasi yang unik harus punah akibat penangkapan ikan berlebih dan pembangunan yang merusak habitatnya. Harimau tasmania merupakan spesies unik seperti hasil perpaduan serigala dan harimau harus punah akibat perburuan masif.

Laju kepunahan 1.000 kali lebih cepat dibanding yang seharusnya. Ada lebih dari 1 juta spesies yang tengah berdiri di jurang kepunahan.

Ketika suatu spesies punah, seluruh karakteristiknya akan hilang. Mulai dari gen, perilaku, aktivitas, fungsi dalam ekosistem, hingga interaksinya dengan organisme lain. Kehilangan satu spesies akan memberikan dampak terhadap jaringan ekosistem. Begitu mereka hilang, ekosistem tak bisa dipulihkan.

Ikuti percakapan tentang kepunahan spesies di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain