KEDUTAAN Besar Inggris di Jakarta dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) menjalin kerja sama untuk mendorong pengembangan bisnis kehutanan regeneratif. Penandatangan nota kerja sama dilakukan oleh Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, dan Ketua Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid di Kantor Kadin, Jakarta, Selasa, 30 April 2024.
Tindak lanjut dari perjanjian itu, pemerintah Inggris mendukung pendirian Kadin Regenerative Forest Business Hub (RFBH) melalui Program Kemitraan untuk Hutan (P4F). Perjanjian baru antara Inggris dan Indonesia ini, akan mendukung kinerja Kadin RFBH selama 1 tahun mulai April 2024 hingga 2025.
Arsjad Rasjid mengatakan, Kadin memiliki tujuan yang sama dengan Kedubes Inggris mendukung Indonesia mencapai net-zero emission atau nol emisi bersih pada 2060 dan target global pada 2050. “Dengan berkolaborasi dengan Kedutaan Besar Inggris, kami memiliki tujuan untuk mencapai emisi net-zero dan inisiatif pembangunan berkelanjutan, termasuk Pusat Bisnis Kehutanan Regeneratif Kadin (RFBH) dalam membantu bisnis kehutanan mematuhi omnibus law Cipta Kerja,” kata Arsjad.
Apa itu kehutanan regeneratif?
Dalam ilmu kehutanan dan turunannya seperti silvikultur, ekologi hutan, tidak ada istilah hutan regeneratif. Demikian juga dalam UU 5/1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok kehutanan, UU 41/1999 tentang kehutanan, bahkan dalam UU 11/2020 tentang Cipta kerja bidang kehutanan yang menjadi rujukan pembuatan istilah ini.
Terminologi regeneratif dikenal dalam istilah pertanian regeneratif. Pertanian regeneratif adalah perkembangan ilmu pertanian karena kebutuhan meningkatkan atau mempertahankan kualitas tanah lapisan atas. Kesehatan tanah memiliki dampak penting, tidak hanya untuk peningkatan kualitas dan kuantitas makanan, juga tanah yang sehat akan membuat tanaman menjadi lebih tahan terhadap cuaca ekstrem dan hama.
Sebagai bagian dari pertanian regeneratif atau pendekatan pertanian regeneratif, beberapa pertanian mengadopsi pendekatan “tanpa gali”, “tanpa pengolahan” atau “pengolahan dikurangi” dalam pengelolaan tanah untuk mengurangi jumlah gangguan pada tanah. Terdapat bukti bahwa pengurangan pengolahan tanah telah memberikan banyak manfaat seperti pengurangan erosi tanah, perbaikan struktur tanah, membantu membangun bahan organik tanah dan sebagainya, juga telah mengurangi biaya tenaga kerja, bahan bakar dan peralatan yang seharusnya digunakan untuk proses pengolahan.
Metode penanaman inovatif yang cocok dengan pendekatan pertanian regeneratif “tanpa pengolahan” atau “pengolahan dikurangi” adalah “rewilding stick”. Rewilding stick atau tongkat rewilding adalah sebuah tongkat penanaman benih yang terbuat dari tiang besi berlubang atau tongkat jalan. Rewilding stick tidak begitu berguna untuk menanam area yang sangat luas di pertanian, namun bisa sangat berguna pada pekerjaan yang lebih kecil.
Rewilding stick memungkinkan petani menanam sekitar 500 biji benih per jam langsung ke tanah yang kasar, sambil berjalan tegak dengan kecepatan normal. Tidak perlu membungkuk saat menanam dengan rewilding stick, sehingga kemungkinan petani mengalami sakit atau nyeri punggung setelah bekerja menjadi lebih sedikit.
Pada awalnya rewilding stick ide untuk menanam benih pohon dan benih tanaman bawah di alam liar untuk membantu regenerasi hutan. Bagaimanapun juga, karena dimaksudkan untuk menawarkan gangguan minimal ke tanah maka alat ini dapat menjadi pesaing ideal untuk beberapa situasi dan menjadi tambahan yang berguna untuk berbagai teknik yang digunakan di dalam pertanian regeneratif.
Boleh jadi, terminologi kehutanan regeneratif diadopsi dan diadaptasi dari pertanian regeneratif dengan modifikasi dan pengembangan dalam skala lahan yang lebih luas pengusahaannya.
Bagi Kadin Indonesia kehutanan regeneratif ini model bisnis multiusaha kehutanan dalam pengelolaan hutan produksi. Penerapan multiusaha kehutanan potensial dari sisi bisnis sekaligus membantu pencegahan perubahan iklim.
Wakil Ketua Umum Kadin Silverius Oscar Unggul, yang punya gagasan ini, mengatakan dengan adanya inisiatif ini anggota Kadin di bisnis kehutanan atau bisa memulai model bisnis multiusaha kehutanan. Kadin akan berperan memfasilitasi usaha lintas sektor untuk penerapan multiusaha kehutanan. (Baca kolom Silverius tentang multiusaha kehutaan di sini)
Sementara itu Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Soewarso mengatakan RFBSH bisa menjadi jembatan untuk memfasilitasi dan menjawab tantangan pengembangan ekosistem bisnis baru kehutanan. Khususnya dalam pemilihan komoditas unggulan dan model bisnisnya.
Saat ini luasnya hutan produksi yang telah dibebani Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 30,31 juta hektare. Areal ini potensial untuk pengembangan agroforestri melalui multiusaha. Kegiatan agroforestri bisa dilakukan untuk menghasilkan berbagai komoditas pangan, energi, dan komoditas potensial lainnya.
Soewarso berharap RFBSH bisa berperan memperkuat sinergi dan kolaborasi lintas sektor usaha dan koordinasi dengan pemerintah. Secara regulasi, multiusaha kehutanan tertulis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23/2021. Dalam pasal 149 disebutkan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) pada hutan produksi bisa menerapkan multisauha kehutanan dengan satu izin.
Jenis multiusaha meliputi pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan nonkayu, pemungutan hasil hutan kayu dan/atau pemungutan hasil hutan non kayu. Pasal 149 telah diturunkan ke dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8/2021 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi.
Dalam peraturan itu, pengertian multiusaha kehutanan adalah penerapan beberapa kegiatan usaha kehutanan berupa usaha pemanfaatan wawasan, usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dan/atau usaha pemanfaatan jasa lingkungan untuk mengoptimalkan kawasan hutan pada hutan lindung dan hutan produksi.
Pasal yang menyebut tentang multiusaha kehutanan dalam peraturan ini adalah pasal 108 untuk pemanfaatan hutan lindung dan pasal 155 untuk pemanfaatan hutan produksi. Kegiatan multiusaha kehutanan di PBPH mesti tertuang dalam RKUPH (Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan).
Dari aspek agroklimat, multiusaha kehutanan pada areal konsesi (HPH maupun HTI) agak susah karena 18,7 juta hektare HPH dan 11,3 juta hektare HTI adalah lahan yang miskin hara dan mempunyai keasaman yang tinggi (tanah bergambut). Sehingga kalau dipaksakan untuk budidaya tanaman pangan perlu perlakukan khusus yang membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
Bagi pengusaha, biaya tinggi menjadi kendala bisnis. Multiusaha kehutanan juga padat modal, bukan padat karya sehingga agak melenceng dari tujuan Kadin. Untuk mencapai tujuan kehutanan regeneratif sebetulnya cocok di perhutanan sosial. Program ini padat karya dan masyarakat pengelolanya sudah lebih dulu mempraktikkan multiusaha kehutanan.
Ikuti percakapan tentang kehutanan regeneratif di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :