Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 15 Mei 2024

Deforestasi Mengakibatkan Stunting dan Anemia

Anak-anak yang tinggal di daerah terdeforestasi punya pertumbuhan lebih lambat dibanding rata-rata.

stunting akibat deforestasi (foto: Unsplash.com/Stijn Kleerebezem)

SETIAP menit kita kehilangan hutan primer seluas 11 kali lapangan sepak bola. Deforestasi tidak hanya sekadar menghilangkan cadangan karbon, memperburuk perubahan iklim, atau memusnahkan biodiversitas. Lebih dari itu, deforestasi memperburuk kesehatan manusia, termasuk meningkatkan angka stunting dan anemia.

Sebuah studi di Kamboja oleh Gabriel Fuentes Cordoba, profesor di Universitas Sophia Jepang, mengungkap anak-anak yang lahir di daerah yang terdeforestasi punya pertumbuhan yang lebih rendah dibanding rata-rata. Anak-anak yang lahir dari perempuan yang ada dalam radius 5 kilometer dari area terdeforestasi punya tinggi badan lebih pendek, lebih kurus, dan pertumbuhan terhambat dibanding angka rata-rata. 

Soalnya, perempuan hamil yang tinggal di wilayah terdeforestasi sebelum kehamilan lebih mungkin menderita anemia. Anemia adalah kondisi kekurangan sel darah merah, yang sering berkorelasi dengan insiden malaria. Kondisi ini akan memperbesar masalah kesehatan anak yang dikandung.

Deforestasi telah terbukti meningkatkan penyebaran penyakit mengancam jiwa, seperti malaria dan demam berdarah. Hutan berperan memperlambat penyebaran malaria dengan mendinginkan suhu dan mengurangi potensi genangan air. Sehingga mengurangi jumlah tempat nyamuk pembawa malaria untuk berkembang biak.

Kehilangan hutan akan menciptakan lebih banyak genangan air dan kondisi iklim yang cocok untuk perkembangbiakan nyamuk yang menjadi vektor malaria. Hilangnya tutupan hutan sebesar 1% bisa meningkatkan kejadian malaria sebesar 10%. Di daerah sub-Saharan Afrika, 94% kasus malaria terjadi bersamaan dengan perubahan penggunaan lahan yang signifikan.

Apalagi lebih dari 30% anak-anak di bawah 5 tahun di Kamboja mengalami stunting. Deforestasi akan memperburuk tingkat stunting dan menghambat target Kamboja untuk menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas pada 2030.

Hutan memang menyimpan banyak patogen. Selama ini, patogen tersebut hidup terisolasi di dalam hutan. Kerusakan hutan membuat patogen tersebut menemukan inang baru, yakni manusia. Sepanjang sejarah manusia, telah banyak patogen yang muncul dari hutan, seperti Virus Zika yang muncul di Uganda, Chikungunya, demam kuning, dan ebola yang berasal dari hutan di Afrika.

Tak hanya patogen, kerusakan hutan akibat kebakaran hutan juga menimbulkan masalah kesehatan. Kebakaran hutan, khususnya di lahan gambut, menghasilkan polusi PM2.5 yang sangat tinggi. Studi dalam jurnal Environmental Health pada 2022, kebakaran hutan gambut di Indonesia menyebabkan rata-rata kematian 33.100 orang dewasa dan 2.900 bayi setiap tahunnya. Kebakaran hutan gambut juga bertanggung jawab terhadap 635.000 kasus asma pada anak-anak.

Dari kasus tersebut, sudah tegas, bahwa hutan memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan manusia. Jika dihitung jasa ekosistem yang diberikan hutan, seperti menjaga kualitas udara dan air bersih, hutan memberikan jasa ekosistem senilai Rp 45,6 juta per hektare per tahun. Pada akhirnya, kehilangan hutan hanya akan menimbulkan kerugian besar dan nestapa.

Ikuti percakapan tentang deforestasi di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain