ANCAMAN terhadap keanekaragaman hayati, khususnya satwa liar, datang dari aktivitas manusia. Sebuah studi di Biological Conservation menyebutkan aktivitas manusia menyusutkan distribusi mamalia darat hingga lebih dari 40% sejak 1990-an. Untuk mencegahnya, pengelola konservasi berfokus pada spesies payung, yakni spesies yang jika dilindungi akan memberi manfaat bagi spesies lain.
Spesies payung ditentukan dari spesies yang paling karismatik, seperti harimau, gajah, badak, atau orangutan. Padahal, menurut studi, spesies paling karismatik belum tentu memberikan manfaat konservasi maksimal. Fokus melindungi spesies karismatik justru membuat pengabaian terhadap perlindungan spesies lain.
Studi tersebut dilakukan di ekosistem Leuser, kawasan hutan tropis seluas 25.000 km2 dan ditetapkan sebagai situs warisan dunia UNESCO. Leuser juga merupakan satu-satunya ekosistem empat satwa karismatik, yakni orangutan, badak, gajah, dan harimau. Meski 75% ekosistem Leuser untuk konservasi, ancaman perambahan, konversi, dan perburuan terus bermunculan.
Para peneliti mengevaluasi kinerja delapan spesies mamalia yang berpotensi menjadi spesies payung. Mereka adalah babi batang sumatra (Arctonyx hoevenii), kambing hutan sumatra (Capricornis sumatraensis), ajag (Cuon alpinus), badak sumatra (Dicerorhinus sumatranus), beruang madu (Helarctos malayanus), macan dahan sumatra (Neofelis diardi), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), dan rusa sambar (Rusa unicolor).
Para peneliti melihat aktivitas delapan spesies tersebut melalui kamera jebak dari 2016 hingga 2018. Lalu para peneliti menilai tingkat sebaran, okupansi, dan melihat hubungan kedelapan spesies tersebut di tingkat spesies dan komunitas.
Hasilnya, bukan spesies karismatik, seperti harimau, yang duduk di peringkat atas. Justru, spesies seperti rusa sambar dan macan dahan sumatra ada di peringkat teratas dan paling disarankan menjadi spesies payung. Sebaliknya, harimau dan badak Sumatera, yang sejauh ini ditetapkan sebagai spesies payung, ada di peringkat terendah.
Selama ini pemilihan spesies payung didasarkan pada spesies yang karismatik. Sepanjang 2017 hingga 2019, telah ada US$ 4,5 juta untuk melestarikan empat mamalia besar karismatik, badak, harimau, gajah, dan orangutan Sumatera. Angka tersebut melebihi investasi gabungan untuk inisiatif konservasi yang berfokus pada bentang alam Sumatera, yang berkisar US$ 3,3 juta.
Kendati begitu, bukan berarti kita mengabaikan keberadaan spesies karismatik. Justru, bisa jadi di ekosistem yang sudah terdegradasi dan terfragmentasi, fokus ke spesies karismatik menjadi penting. Namun secara keseluruhan, studi ini menunjukkan bahwa konservasi satwa liar tidak hanya berfokus pada pemantauan satu atau dua spesies saja. Melainkan harus memantau beberapa spesies payung secara bersamaan.
Tidak ada satupun spesies yang bisa mewakili sepenuhnya keanekaragaman hayati dalam sebuah ekosistem. Pelaku konservasi, mesti rutin memvalidasi spesies payung yang lebih sesuai dan bermanfaat dalam suatu lanskap.
Ikuti percakapan tentang konservasi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :