BADAK jawa menjadi satwa endemik Indonesia yang paling terancam punah di abad ini. Hanya ada satu populasi badak jawa di dunia, tepatnya di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, Indonesia. Populasinya tak lebih dari 80 individu.
Belum lama ini, terungkap satu fakta mencengangkan. Sekelompok pemburu telah bertanggung jawab terhadap matinya 10% populasi badak jawa. Ia adalah Sunendi, warga Kecamatan Cimanggu, Pandeglang, yang didakwa telah melakukan perburuan badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon. Selain Sunendi, ada tiga pelaku lain yang masih dicari polisi, yakni Haris, Sukarya, dan Icut.
Sunendi ditahan pada November 2023. Di pengadilan, ia mengatakan secara rinci bagaimana ia dan rekannya beroperasi. Pada Mei 2022, kawanannya masuk ke kawasan Taman Nasional lewat jalur selatan, dari Desa Rancapinang. Sesampainya di Citadahan, ia melihat satu ekor badak, kemudian menembaknya dari jarak kurang lebih 15 meter.
Setelah badak itu mati, rekannya, Haris, mengiris leher badak dan memotong culanya. Cula badak yang telah dipotong dimasukkan dalam kantong plastik dan dibawa ke rumah Sunendi. Sesampai di rumah, Sunendi meletakkan cula tersebut di atap rumah untuk dijemur dan agar tak terlihat oleh orang lain.
Di bulan yang sama, Sunendi membawa cula tersebut ke Jakarta dan menjualnya ke seorang pengepul dengan harga Rp 280 juta. Setelah transaksi itu, Sunendi kembali ke rumah dan membagi uang hasil penjualan kepada teman-temannya. Dalam persidangan itu, terdakwa juga mengaku telah menjual setidaknya 7 cula badak sejak 2019.
Selain menangkap Sunendi, polisi juga menyita 345 pucuk senjata api dari orang-orang yang diduga masuk ke Ujung Kulon untuk berburu. Senjata yang disita termasuk senjata api otomatis yang di Indonesia hanya bisa digunakan oleh militer. Sejatinya, hukuman untuk perburuan liar adalah 5 tahun penjara. Namun, jika senjata tersebut terbukti dimiliki secara ilegal, hukumannya bisa bertambah menjadi 20 tahun.
Berdasarkan laporan pemerintah, populasi badak jawa cenderung stabil dari tahun ke tahun, berkisar di 70-an ekor. Pada 4 Maret lalu, seekor anak badak berusia 3-5 bulan tertangkap kamera jebak bersama induknya. Hal itu menunjukkan bahwa badak jawa terus bereproduksi di tengah berbagai tekanan. Pada 2023 dan 2022, kamera jebak juga menangkap dua anak badak jawa baru.
Pada 2021, pemerintah memperkirakan populasi badak jawa berkisar 77 ekor. Namun pada tahun yang sama, kamera jebak hanya mengkonfirmasi 34 individu. Sehingga, laporan populasi badak jawa tersebut dinilai meragukan.
Dalam laporan yang dikeluarkan Auriga Nusantara, terdapat 18 badak jawa, 9 betina dan 9 jantan, yang tidak terlihat kamera trap selama bertahun-tahun. Namun kedelapan belas badak jawa tersebut masih masuk dalam perhitungan individu hidup. Sebanyak 3 dari 18 badak jawa tersebut ditemukan telah mati. Satu betina mati pada 2019 dan satu betina dan satu jantan mati pada tahun 2021.
Para ahli konservasi telah menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membangun habitat kedua bagi badak jawa. Badak jawa dari Ujung Kulon direlokasi untuk meningkatkan kelangsungan hidup spesies ini. Seperti yang dilakukan kepada saudaranya, badak sumatra.
Ikuti percakapan tentang badak jawa di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :