HUTAN dan laut punya hubungan dekat dan saling terkait karena keduanya ekosistem berisi mahluk hidup, komponen biotik dan abiotik, dalam skala makro maupun mikro, yang mengatur keseimbangan kehidupan di bumi.
Untuk membuktikan hubungan ekosistem hutan dan lautan, para peneliti sudah lama mencari jawabannya melalui penelitian. Untuk menyederhanakan hubungan tersebut mereka melihat interaksi skala mikro dari kehidupan di daratan (hutan) dan perairan (sungai).
Interaksi yang mereka amati salah satunya melalui rantai dan jaring makanan. Bruce Wallace dkk. (1997) meneliti peran serasah hutan yang jatuh ke perairan sungai terhadap kehidupan organisme perairan. Mereka membuat kanopi sepanjang 180 meter untuk menghalangi serasah masuk ke dalam sungai. Hasilnya menunjukkan serasah hutan memiliki peran cukup penting, terutama bagi mikroorganisme perairan sebagai sumber makanan yang akan mempengaruhi jumlah predator (ikan). Tidak adanya serasah dalam perairan membuat jumlah predator berkurang.
Melanjutkan penelitian Wallace dkk, peneliti Jepang, Yôichi Kawaguchi dkk. (2003) melakukan hal yang sama dengan membuat kanopi sepanjang 180 meter di aliran sungai dalam hutan. Namun, objek pengamatannya bukan serasah melainkan invertebrata yang masuk ke dalam ekosistem perairan.
Penelitiannya menunjukkan berkurangnya invertebrata yang masuk ke dalam aliran sungai dapat mengurangi biomassa ikan. Dengan kata lain produktivitas ikan menurun.
Penelitian tersebut diperkuat oleh penelitian Takuya Sato dkk. (2011) yang meneliti isi perut ikan salmon di perairan sungai. Beberapa jenis invertebrata ternyata dimakan ikan char.
Ketiga penelitian tersebut baru menjelaskan hubungan ekosistem daratan dengan perairan dengan jarak yang relatif dekat. Lalu, bagaimana hubungan hutan dan lautan yang jaraknya jauh?
Para peneliti mencoba membuktikannya dengan mengambil sampel DNA lingkungan atau environtmental DNA (eDNA). eDNA adalah DNA yang bersumber dari organisme terutama proses metabolisme (kotoran, lendir, dll) atau sisa tubuh (bangkai, kulit, dll.) yang disekresikan atau dilepaskan ke dalam lingkungan.
Dalam lingkungan air, eDNA bisa diencerkan dan terdistribusi oleh arus sungai sehingga eDNA berguna untuk memantau deteksi spesies asli dan spesies invasif pada ekosistem perairan.
Dengan memanfaatkan informasi eDNA, penelitian di Jepang, yang dipimpin oleh Edouard Lavergne dkk. (2021) mencoba membuktikan efek tutupan hutan terhadap kekayaan spesies ikan di negara itu. Sampel eDNA diambil dari 22 sungai utama di Jepang dengan cara menyaring dan mengambil sampel air kemudian dianalisis di laboratorium dengan metode metabarcoding.
Hasil penelitiannya cukup mengejutkan. Persentase tutupan hutan yang tinggi mampu meningkatkan kekayaan spesies ikan, bahkan spesies yang masuk ke dalam daftar merah IUCN. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah hutan berpotensi untuk mendukung dan melindungi spesies ikan di muara sungai di Jepang, termasuk ikan yang rentan dan terancam punah.
Selain pengaruh terhadap spesies ikan, hutan juga memiliki jasa ekosistem sebagai pengatur air dalam siklus hidrologi. Dengan tajuknya yang lebat, hutan akan memperlambat aliran air hujan menuju sungai utama karena air hujan harus melewati tajuk, batang, serta serasah-serasah pada lantai hutan untuk mencapai sungai utama.
Karena lambatnya aliran, air perlahan-lahan akan terinfiltrasi ke dalam tanah yang akhirnya menjadi air bawah tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai mata air. Hilangnya hutan akan menyebabkan aliran air menuju lautan dalam suatu ekosistem daerah aliran sungai menjadi cepat. Hal tersebut akan banyak menimbulkan masalah terutama jika volume sungai tidak bisa menampung air yang banyak maka akan terjadi banjir dan pendangkalan yang makin parah di daerah hilir.
Dengan demikan hutan memiliki pengaruh besar terhadap lautan yang jaraknya terpaut jauh. Apalagi di era krisis iklim, hutan dan lautan merupakan ekosistem yang rentan rusak. Sehingga konsep pengelolaan hutan mesti diperluas dan terintegrasi antar sectkr dengan menerapkan pengelolaan berbasis lanskap dan seaskap agar tercipta keseimbangan hubungan antara hutan dan lautan.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
Topik :