Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 06 Juni 2024

Pala dan Kerabat Liarnya di Indonesia

Pala menjadi tumbuhan asli Maluku. Studi tentang kerabat liar pala masih sedikit.

Hutan pala Papua

NAMA ilmiah pala adalah Myristica fragrans. Ia merupakan tumbuhan endemik Kepulauan Maluku yang telah dikenal sejak masa kolonialisme lima abad lalu sebagai bahan baku rempah-rempah. Berkat kolonialisme itu pula, pala telah banyak dibudidayakan di berbagai negara karena nilai ekonominya yang tinggi.

Indonesia merupakan pemasok biji dan fuli (aril) pala tertinggi di dunia. Hampir 75% kebutuhan pasar global dipasok dari Indonesia.

Konstruksi Kayu

Tumbuhan pala umumnya tumbuh di dataran rendah tropis, pada ketinggian kurang dari 700 meter dari permukaan laut. Tumbuhan ini mempunyai tinggi batang sekitar 4-10 meter. Ada juga yang tingginya sampai 20 meter. Kanopinya berbentuk piramida, daunnya lonjong atau bulat telur. Umumnya berumah dua (dioecious), perbungaan majemuk dengan tangkai, bercabang dua kali pada bunga jantan, sedangkan pada bunga betina, perbungaannya hanya terdiri dari beberapa bunga.

Buah pala umumnya tunggal, berbentuk lonjong, ujungnya sedikit runcing, kulit buahnya berwarna hijau muda kekuningan, permukaan kulitnya licin. Buah pala terdiri dari tiga bagian yaitu daging buah, fuli atau aril berbentuk jala, yang berwarna merah dan biji pala.

Daging buah pala biasanya dapat diolah sebagai produk makanan seperti manisan, asinan, sirop dan lain-lain. Sedangkan fuli dan biji pala dikenal memiliki kandungan minyak asiri dan oleoresin yang tinggi. Oleoresin hasil ekstraksi mengandung campuran resin dan minyak esensial. Oleoresin pala mengandung paling tidak 47 jenis komponen aktif (Assagaf dkk., 2012).

Komponen utama yang memberikan rasa khas pada pala adalah senyawa myristicin, elemisin dan safrol. Beberapa penelitian menyebutkan senyawa aktif myristicin bisa digunakan untuk mengurangi rasa sakit (analgesik), memperlancar peredaran darah, sedatif, dan anti depresan.

Fuli dan biji pala banyak dimanfaatkan sebagai rempah-rempah dan obat tradisional. Minyak pala dikenal sebagai salah satu bahan untuk pengobatan radang kandung kemih, dispepsia, insomnia, dan lain-lainnya. Selain itu, biji, fuli dan daging buahnya berpotensi sebagai antioksidan dan antibakteri. Tidak mengherankan jika tumbuhan ini banyak digunakan di bidang pangan, obat-obatan dan kosmetik.

Tumbuhan pala masuk dalam kelompok marga Myristica, suku Myristicaceae. Marga ini punya anggota 173 spesies di dunia, dan 98 spesies, di antaranya ada di Indonesia. Adapun  diversitas tertinggi terdapat di bioregion Papua dan Maluku. Sebagian jenis merupakan spesies endemik, seperti M. alba (Maluku), M. arfakensis (Pegunungan Arfak, Papua), M. tamrauensis (Pegunungan. Tamrau, Papua), M. ultrabasica (Sulawesi Tengah).

Ada juga spesies pala yang hanya diketahui dari spesimen holotypenya saja, antara lain: M. papillatifolia (Pegunungan Tengah Papua), M. perlaevis (P. Seram, Maluku), M. robusta (P. Bacan, Maluku).

Selain pala (M. fragrans), beberapa kerabat spesiesnya mempunyai nilai ekonomi tinggi, sebagai sumber rempah (M. argentea), sumber kayu komersial seperti M. Buchneriana dan M. fatua

Beberapa jenis pala terancam punah, seperti M. teysmannii, M. alba, M. arfakensis. Sebanyak 91 spesies Myristica masuk dalam daftar merah IUCN 2024, 18 di antaranya ada di Indonesia, yaitu M. Teysmannii yang berstatus genting (endangered), sedangkan 17 spesies lainnya berstatus rawan (vulnerable). 

Salah satu kerabat pala yang telah dikembangkan sebagai substitusi M. fragrans adalah pala Papua (M. argentea). Jenis pala ini banyak dibudidayakan di Kepulauan Maluku (Ambon dan Banda),

Sulawesi Utara (Manado), Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Papua. Salah satu penghasil pala Papua terbesar adalah Kabupaten Fakfak yang memproduksi 1.800 ton setahun. Umumnya bagian pala yang diperdagangkan adalah biji dan fuli, di mana perbandingan biji pala dengan daging buah kurang lebih 1:4, sehingga menghasilkan limbah yang cukup banyak karena masih kurangnya pemanfaatan atau pengolahan daging buah pala. Menurut Suloi dkk (2023), daging buah pala mempunyai kandungan fenol yang cukup baik yang berpotensi sebagai antioksidan.

Kerabat pala lain ada di Aceh, M. succedanea (M. schefferi), yang selama ini dimanfaatkan sebagai kayu bangunan. Ada juga yang memanfaatkan bijinya, tapi biji spesies ini sering kali dicampurkan dengan biji M. fragrans yang menyebabkan kualitasnya menurun (Wahyuni et al., 2022). 

Keragaman spesies Myristica cukup tinggi di Indonesia, akan tetapi penelitian tentang potensinya masih terbatas. Beberapa kerabat liar pala yang perlu diteliti lebih jauh adalah M. cinnamomea, M. fatua, M. iners, M. lowiana, M. smythiesii, M. succedanea, dan M. teysmannii yang tersebar di pulau-pulau lain di Indonesia (PROSEA, 1995; FAO-GEF Project, 2022; Wahyuni et al., 2022; POWO, 2024). 

Sebagian besar jenis pala di Indonesia belum terkonservasi, sementara laju konversi lahan dan kegiatan antropogenik makin tinggi, yang mengancam keberadaan spesies-spesies tersebut di alam.  Saat ini baru 15 spesies pala yang terkonservasi secara ex situ di Kebun Raya Indonesia.

Ikuti percakapan tentang tanaman endemik di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti ahli muda Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Kurator koleksi hayati ahli muda Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain