Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 26 Juni 2024

Pagar Listrik Memicu Kematian Gajah

Dalam satu dekade terakhir, banyak gajah sumatra mati akibat tersengat pagar listrik. Bagaimana aturan memasang pagar listrik?

kematian gajah sumtera (foto: Leuser Conservation Partnership)

SEEKOR gajah betina ditemukan mati di dekat perbatasan perkebunan kelapa sawit di Desa Bukit Pamuatan, Tebo, Jambi, pada Mei lalu. Umi, nama gajah sumatra itu, adalah induk beberapa anak gajah dari Bukit Tigapuluh di Jambi. Jasad Umi baru ditemukan dua hari setelah kematiannya di perkebunan milik pribadi yang terletak dalam konsesi hutan tanaman industri (HTI) karet. Kematian Umi akibat sengatan setrum pagar listrik.

Selama satu dekade terakhir, pagar listrik telah menjadi alat populer mencegah kawanan gajah masuk ke perkebunan dan permukiman manusia. Tak hanya di Indonesia, juga negara-negara di dunia, seperti India dan Sri Lanka. Pagar listrik dinilai efektif mengurangi kerusakan perkebunan manusia dan menurunkan konflik manusia dengan satwa liar.

Konstruksi Kayu

Namun, kematian Umi menimbulkan tanda tanya besar akan keefektifan pagar listrik. Umi bukan satu-satunya gajah yang mati akibat pagar listrik. Ada puluhan gajah lain yang bernasib sama.

Secara global, pagar listrik punya dampak yang beragam di setiap negara. Di Sri Lanka, Departemen Konservasi memperkirakan hampir 300 ekor gajah tersengat pagar listrik sejak tahun 2018. Sementara di Kenya, pagar listrik efektif mengurangi serangan gajah dan menurunkan konflik satwa dan manusia hingga 90%. Di India, gajah telah beradaptasi dan menemukan cara untuk melewati pagar listrik yang dibuat manusia.

Bagaimana dengan Indonesia? Belum ada laporan spesifik yang menggambarkan efektivitas pagar listrik di Indonesia dalam mencegah konflik manusia dan satwa liar. Tapi di Aceh, ada serangkaian kematian gajah sumatra akibat pagar listrik. Khususnya di Aceh dan Jambi.

Pada Februari lalu, satu individu gajah sumatra ditemukan mati di perkebunan di Desa Aki Neungoh, Bandar Baru, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Hasil olah TKP menunjukkan jika kematiannya diduga karena tersetrum pagar listrik yang mengelilingi perkebunan. Pada Oktober 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melaporkan kematian dua ekor gajah di Aceh Timur karena bersentuhan dengan pagar listrik.

Pemasangan pagar listrik sebenarnya sudah dilarang, namun terbatas di dalam kawasan hutan. Aturan pemasangan pagar listrik luar kawasan hutan mesti memakai arus listrik satu arah (DC), bukan arus bolak-balik. Arus listrik satu arah akan mengalirkan listrik putus-putus dan singkat setiap 1,5 detik. Hal tersebut memungkinkan satwa tetap aman.

Pemasangan pagar listrik di kebun masyarakat, menurut temuan pemerintah, sering kali tak sesuai standar keamanan tersebut. Alhasil, alih-alih mencegah konflik, justru menimbulkan permasalahan dan ancaman baru bagi kelestarian gajah sumatra.

Jika ditelisik ke belakang, masuknya gajah sumatra ke perkebunan manusia akibat hilangnya habitat mereka. Setiap hari, gajah membutuhkan sekitar 180 liter air dan 150-250 kilogram makanan. Untuk memenuhi kebutuhannya, gajah menjelajahi area sekitar 2.000 hektare. Konversi hutan menjadi perkebunan membuat wilayah jelajah mereka menyempit.

Dalam rentang 2007-2020, habitat gajah sumatra menyusut seluas 1,35 juta hektare. Tidak semua gajah sumatra tinggal di area konservasi. Justru, 80% mereka berada di luar kawasan konservasi yang rentan terhadap konversi lahan. Selain itu, mereka juga rentan diburu, diracun karena dianggap hama, terjerat, hingga tersengat arus listrik yang dipasang di kebun masyarakat.

Tak heran jika populasi gajah sumatra berkurang 50% dibanding 20 tahun lalu, dengan perkiraan jumlah 924-1.359 individu di 2021. Untuk mencegah lebih banyak kematian, perlindungan terhadap spesies dan habitatnya, ditambah dengan penegakan hukum harus lebih serius.

Ikuti percakapan tentang gajah sumatra di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain