PADA pertengahan 2022, saya mendapat cerita seorang pejabat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) soal pimpinannya dipindahtugaskan tanpa alasan jelas. Pemindahan itu terjadi setelah anggotanya menangkap truk yang membawa kayu hasil pembalakan liar. Akibat kejadian itu, pejabat ini jadi jeri menindak penyalahgunaan pemanfaatan hutan, terutama jika melibatkan penguasa.
Cerita lain datang dari seorang petugas Taman Nasional yang tidak bisa berbuat apa-apa menangani pendudukan hutan oleh sekelompok masyarakat. Dia tidak memiliki energi menindak mereka di lapangan. Juga: tidak ada arahan tegas dari pimpinannya.
Jejaring kekuasaan telah mempengaruhi perilaku para pimpinan lembaga negara. Di sisi lain, hierarki jabatan telah membatasinya berbuat sesuatu. Bagu peneliti ekologi politik, cerita ini bukan kisah baru. Cerita-cerita intimidasi para pengelola hutan dan disinsentif yang mereka terima menimpa mereka yang menjalankan kebijakan di berbagai unit pengelola hutan.
Cerita-cerita itu menandakan di balik kerusakan hutan ada tangan-tangan kekuasaan yang bekerja di dalamnya. Maka tak aneh jika praktik kegiatan ilegal di pelbagai sektor tak bisa selesai hingga kini.
Relasi kuasa ini bersifat posisional (seperti legitimate, reward, dan coercive power) maupun personal (referent dan expert power). Kekuasaan ini bekerja dalam dua arah, yaitu vertikal (relasi kuasa yang bersifat struktur hierarki) maupun horizontal (relasi kuasa berupa jejaring kepentingan).
Kekuasaan, kata dari Robbin (1998), adalah kemampuan seseorang memperoleh sesuatu sesuai dengan cara-cara yang dikehendakinya. Secara lebih praktis, kekuasaan menunjuk pada kapasitas aktor mempengaruhi perilaku aktor lain untuk bertindak sesuai keinginan. Bekerjanya kekuasaan yang mempengaruhi perilaku seseorang diatur sedemikian rupa sesuai sumber daya yang melekat di dalamnya.
French & Raven (1959) mengidentifikasi lima sifat kekuasaan dalam konteks sosial dan merupakan sumber kekuasaan yang dapat digunakan seseorang untuk mempengaruhi orang lain yaitu legitimate power, reward power, coercive power, referent power dan expert power.
Legitimate power merupakan kekuasaan yang melekat akibat adanya legitimasi dalam posisi seseorang kepada orang lain di bawahnya dalam struktur organisasi. Kekuasaan ini merupakan posisi di mana individu dalam struktur organisasi menggunakan kekuasaan terhadap bawahannya. Contohnya, seseorang akan tunduk pada aturan main yang telah ditetapkan oleh orang lain yang memiliki kewenangan. Misal seorang rimbawan akan tunduk untuk mengikuti permintaan pimpinan akibat kewenangan dan hak yang dimilikinya.
Reward power merupakan kekuasaan yang memiliki tendensi tunduk kepada individu yang memiliki kewenangan yang dapat memberikan ganjaran (insentif). Reward power dapat digunakan oleh A untuk mempengaruhi B, jika B percaya bahwa A memiliki kemampuan memberikan ganjaran yang menguntungkan pada dirinya. Contoh: seseorang akan tunduk pada orang lain karena dia percaya ganjaran yang akan diperolehnya bisa berupa promosi jabatan, mendapatkan posisi yang strategis, akses sumber daya material, uang dan sebagainya.
Coercive power merupakan kekuasaan yang memiliki tendensi kerelaan untuk dikenakan suatu hukuman bagi yang tidak mampu memenuhi tuntutan. Kekuasaan ini dapat digunakan oleh A untuk mempengaruhi B, jika B percaya bahwa A memiliki kemampuan untuk membebankan suatu hukuman atau konsekuensi lain yang merugikan. Contoh: seseorang akan tunduk pada orang lain untuk menghindari hukuman/ kerugian yang akan menimpanya misal kriminalisasi hukum, pemindahan tugas ke daerah yang tidak diinginkan, pemberhentian/pemecatan, ancaman fisik, kekerasan, kerugian material dan sebagainya.
Referent power merupakan kekuasaan individu yang memiliki popularitas dalam kelompoknya. Referent power adalah kemampuan mempengaruhi orang lain yang berasal dari sifat-sifat kepribadian dan karakteristik untuk memimpin yang diidentifikasi dan diterima oleh orang lain. Kekuasaan ini dapat digunakan oleh A untuk mempengaruhi B, jika B memiliki identifikasi terhadap A sebagai seseorang yang memiliki sifat kepribadian dan karakteristik yang dapat dipercaya. Contoh seseorang akan tunduk kepada orang lain di lingkungannya karena kepribadian, kharisma dan kapasitas yang dimilikinya misal tokoh adat, pemimpin kelompok, dan sebagainya.
Sedangkan expert power merupakan kekuasaan individu yang memiliki pengetahuan, keterampilan atau keahlian yang dituntut pada suatu konteks tertentu yang dimanfaatkan untuk mempengaruhi orang lain. Kekuasaan ini dapat digunakan oleh A untuk mempengaruhi B, jika A percaya bahwa B memiliki pengetahuan dan keahlian yang relevan. Contoh: seseorang akan percaya dan tunduk atas rekomendasi dan saran yang diberikan dari seorang akademisi untuk memperbaiki ekosistem pesisir setelah menyajikan data dan analisis risiko lingkungannya.
Dari kelima sifat kekuasaan ini, seseorang dapat mempengaruhi orang lain dengan beragam cara. Ada kalanya orang tersebut memiliki lebih dari satu cara akibat sumber daya yang dimilikinya.
Faktor kekuasaan sangat relevan digunakan untuk melihat kasus-kasus tata kelola hutan. Khususnya di Indonesia, praktik pengelolaan hutan dipengaruhi oleh mekanisme saluran struktur hierarki, baik yang bersifat mikro (unit kecil misal organisasi pengelola hutan) maupun makro (unit yang luas misal hierarki jabatan lintas kewenangan bahkan lembaga politik).
Aktor di luar struktur hierarki formal (private sector) mampu mencapai tujuannya dengan menggunakan dan mempengaruhi sumber daya struktur hierarki formal. Seperti yang kita ketahui, kasus-kasus penyerobotan tanah, pertambangan illegal, pencurian kayu, banyak melibatkan aktor pengusaha dan pemilik modal. Tentu mereka tidak dapat bekerja tanpa menggunakan mekanisme hierarki struktural.
Power yang dimiliki pengusaha belum tentu dapat mempengaruhi pemilik otoritas di semua tingkatan (level makro dan level mikro di tingkat tapak). Oleh karenanya mereka dapat efektif mempengaruhi orang lain dengan memanfaatkan hierarki struktural agar ragam power dapat bekerja di atasnya. Lalu pertanyaan kritis yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana mengelola hutan dengan tantangan dimensi kekuasaan ini?
Di lapangan, mengelola hutan tidak cukup hanya berbekal ilmu-ilmu teknis, praktis, dan metodis. Pengelolaan hutan kerap kali dihadapkan dalam permasalahan konflik dan kepentingan yang memungkinkan para rimbawan tidak mampu mengatur tata hutan sebagaimana yang dia inginkan sesuai dengan teori-teori manajemen hutan lestari. Konflik penguasaan tanah, kekerasan, intimidasi, bias kepentingan pejabat, pengusaha, elite politik telah mewarnai tata kelola hutan kita sehari-hari, baik bersifat terbuka maupun tertutup.
Dinamika di lapangan ini kerap menyulitkan rimbawan mengatur hutan menjadi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, kerja rimbawan perlu diwarnai dengan kerja power management atau taktik mengelola relasi kuasa. Power management juga bertujuan sebagai alat penyeimbang bahkan mendevaluasi kekuatan dan kapasitas pihak yang berseberangan yang memberikan pengaruh negatif pada tata kelola hutan.
Seorang rimbawan perlu mengoptimalkan legitimate power, reward power, coercive power, referent power dan expert power dari beragam relasi sosial untuk memperluas dukungan tata kelola hutan yang lebih baik. Ibarat timbangan, kekuasaan perlu dikontestasikan secara seimbang. Relasi kuasa yang berdampak buruk dalam praktik pengelolaan hutan perlu diimbangi dengan relasi kuasa yang berdampak baik.
Ikuti percakapan tentang pengelolaan hutan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Dosen di Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas Kuningan, Jawa Barat
Topik :