MAJALAH Tempo edisi pekan lalu menerbitkan artikel soal cerita di balik berita pencabutan izin PT Rimba Raya Conservation di Kalimantan Tengah. Pemerintah menilai perusahaan restorasi ekosistem ini menyalahi aturan-aturan pelaksanaan perdagangan karbon.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, tidak lagi ditemukan adanya kegiatan restorasi ekosistem. Sebelumnya, dalam PP 7/2006 pasal 34 ayat (1) disebutkan pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi dapat dilakukan melalui kegiatan usaha : a) pemanfaatan hasil hutan kayu; atau b) pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem.
Penjelasan ayat (1b) menyebut usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem dalam hutan alam ditujukan untuk mengembalikan unsur hayati serta unsur nonhayati pada suatu kawasan dengan jenis asli sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Perubahan regulasi itu mendorong korporasi yang mendapat izin restorasi ekosistem menggeser usahanya masuk dalam wilayah perdagangan karbon yang sesungguhnya bukan masuk ranah usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, tetapi usaha jasa lingkungan yang beda aturan mainnya.
Seperti diungkap Tempo, ribuan perusahaan mendaftar ke Sistem Registri Nasional (SRN) untuk mempraktikkan bisnis perdagangan karbon lewat restorasi ekosistem. Saat ini ada 601 unit Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dengan total luas izin 30,22 juta hektare, 970 ribu hektare di antaranya adalah PBPH restorasi ekosistem dan pemanfaatan hasil hutan nonkayu. Artinya, ada kenaikan izin restorasi ekosistem seluas 370 ribu hektare sejak 2021.
Sejatinya, restorasi ekosistem atau biasa dikenal dengan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-restorasi ekosistem (IUPHHK-RE) sebelum PP 23/2021 merupakan diskresi pemerintah melalui Peraturan Menteri Kehutanan P.159/2004 yang tak ada dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41/1999. Pasal 28 UU Kehutanan hanya menyebut jenis pemanfaatan hutan produksi berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu.
Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu. Izin restorasi adalah izin usaha yang tak memanfaatkan kayu di hutan produksi hingga ekosistemnya pulih.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 8/2021 tentang tata hutan, dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan di hutan lindung dan hutan produksi, baru menampakkan secara implisit sosok izin restorasi ekosistem yang masuk ke dalam wilayah pemanfaatan jasa lingkungan.
Sebelum UU Cipta Kerja terbit, izin restorasi ekosistem oleh 16 perusahaan dipakai dalam bisnis perdagangan di pasar sukarela. Baru setelah Peraturan Presiden 98/2021 tentang nilai ekonomi karbon terbit dan UU 7/2021 tentang harmonisasi perpajakan memuat pajak karbon, regulasi tentang perdagangan karbon di pasar wajib terbentuk. Peraturan Menteri LHK Nomor 21/2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon kian menegaskan pengaturan perdagangan karbon.
Perdagangan karbon merupakan mekanisme pasar menurunkan emisi gas rumah kaca penyebab krisis iklim. Pada dasarnya, perdagangan emisi dalam regulasi ada empat: perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja (result-based payment), pungutan atas karbon, dan mekanisme lain sesuai perkembangan ilmu dan teknologi.
Ada dua jenis perdagangan emisi yang diakui oleh peraturan ini, yakni cap and trade. Cap and trade adalah perdagangan karbon antar dan lintas sektor usaha. Sedangkan carbon offset adalah pengimbangan emisi untuk sektor yang tak memiliki kuota. Mereka yang memproduksi emisi lebih besar dari baseline, bisa membeli kelebihan emisi tersebut kepada mereka yang menyediakan usaha penyerapan karbon. Offset emisi bisa dilakukan melalui bursa karbon atau perdagangan langsung antar penjual dan pembeli.
Perdagangan dalam konsesi restorasi ekosistem berupa carbon offset yang dilakukan dengan pihak luar negeri. Pencabutan dan pembekuan izin PT. Rimba Raya Conservation seluas 36.331 hektare karena PT RRC diduga memindahtangankan perizinan kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemerintah juga menuduh PT RRC tidak membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP sesuai ketentuan.
Salah satu ketentuan dan persyaratan perdagangan karbon adalah penggunaan metodologi untuk menghitung kinerja pengurangan emisi GRK. Ketentuan itu sudah diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 21/2022 di Pasal 60 Ayat (2) huruf F.
Kisruh pencabutan ini tak terjadi apabila pemerintah dengan tegas menerapkan regulasi perdagangan karbon secara eksplisit bagi perusahaan restorasi ekosistem. Sehingga restorasi ekosistem yang menjadi kebijakan diskresi tak berada di ranah abu-abu. Toh, tujuan perdagangan karbon baik karena menjadi bagian mitigasi perubahan iklim.
Ikuti percakapan tentang restorasi ekosistem di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Topik :