Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 02 Juli 2024

Alternatif Alih Tanaman Tembakau untuk Kesejahteraan Petani

Banyak studi menyebutkan pendapatan petani tembakau rendah. Petani perlu alih tanaman.

Tanaman tembakau

SELAIN untuk pembangunan kehutanan, banyak lahan hutan dikonversi menjadi areal perkebunan. Salah satu komoditas primadona di Indonesia adalah tembakau. Indonesia merupakan negara penghasil tembakau ke-4 terbanyak di dunia. Badan Pusat Statistik menyebutkan produksi tembakau di Indonesia mencapai 238 ribu ton pada 2023. Jawa Timur menjadi provinsi terbesar penghasil tembakau.

Tanaman tembakau memiliki sejarah panjang di Indonesia. Menurut berbagai sumber, tanaman ini pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Eropa yang telah lebih mengonsumsi tembakau di abad 17-18. Penanaman tembakau kemudian meluas di era VOC dan terus berkembang hingga sekarang.

Konstruksi Kayu

Di balik itu semua, perkebunan tembakau memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Budi daya tembakau meliputi proses pembibitan, penanaman, hingga menjadi produk akhir berkontribusi sebesar 5% terhadap kerusakan hutan global. Praktik perkebunan tembakau di negara berkembang umumnya menggunduli lahan hutan primer karena menghasilkan tanaman yang lebih berkualitas.

Tanaman tembakau menyerap zat hara dalam tanah lebih cepat dibandingkan tanaman lainnya, sehingga tanah di perkebunan tembakau biasanya lebih sulit ditanami tanaman lain, sehingga tak cocok untuk agroforestri.

Tembakau termasuk ke dalam 10 tanaman yang paling banyak memerlukan pupuk dan pestisida. Penggunaan pupuk berlebih terutama pupuk kimia dapat mengurangi kesuburan tanah dalam jangka panjang, mengurangi bahan organik terkandung dalam tanah, menurunkan jumlah mikroba dalam tanah, dan membuat tanah rentan terkena erosi karena mengurangi kemampuan permeabilitas tanah.

Kandungan nitrogen dalam pupuk dapat menyuburkan tanaman air seperti eceng gondok sehingga mengurangi kandungan oksigen dalam air dan penetrasi sinar matahari ke dalam air. Akibatnya proses fotosintesis di perairan yang berdampak pada habitat ikan dan binatang air menjadi terganggu.

Dengan risiko kerusakan lingkungan itu, mengapa petani masih menanam tembakau? Beberapa kelompok petani tembakau menganggap bahwa tanaman tembakau merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan keberadaannya. Padahal tanaman tersebut diimpor oleh penjajah yang datang ke Indonesia kemudian dikembangkan oleh VOC.

Tanaman tembakau juga berhubungan dengan pendapatan daerah, salah satunya melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Salah satu produk tembakau yang paling dikenal oleh masyarakat adalah rokok. Pemerintah, melalui Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai, mengenakan cukai pada rokok sehingga mendorong harga tambahan yang harus dibayarkan oleh para perokok.

Tujuan cukai pada dasarnya mengendalikan konsumsi rokok melalui mekanisme harga karena rokok menimbulkan kecanduan dan meningkatkan risiko penyakit. Sedangkan DBHCHT adalah pemberian dana dari hasil cukai rokok kepada daerah yang menghasilkan cukai dan/atau penghasil tembakau. Dana tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas bahan baku, pembinaan industri dan lingkungan sosial, sosialisasi, dan pemberantasan rokok ilegal.

Dari Rp 213,48 triliun pendapatan cukai rokok pada 2023, sebanyak 2% atau sekitar Rp 4,3 triliun  tersalurkan menjadi DBHCHT dan dibagikan ke pemerintah daerah berdasarkan porsi penghasilan tembakau dan kriteria lainnya.

Yang menarik, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 3 Tahun 2023 tentang DBHCHT mewajibkan pemerintah daerah penerima DBH untuk meningkatkan kualitas bahan baku atau tanaman tembakau. Padahal, seperti disebutkan di atas, tanaman tembakau merusak lingkungan. Ironisnya lagi, pemerintah malah memberikan subsidi pupuk dan bantuan bibit tembakau kepada petani.

Salah satu cara bagi petani agar tak punya ketergantungan pada tembakau adalah dengan konversi komoditas. Petani bisa beralih ke tanaman pangan atau komoditas lain yang tidak memerlukan modal dan perhatian sebesar tembakau. Sehingga kerusakan tanah akibat penanaman tembakau dapat diminimalkan, dan petani menjadi lebih sejahtera.

Karena dampak tanaman tembakau menggerus hara dalam tanah, petani perlu mengolah lahan terlebih dahulu sebelum menanam komoditas nontembakau.

Secara regulasi, pemerintah juga perlu meninjau ulang peraturan DBHCHT sehingga dana tersebut bisa digunakan untuk petani beralih tanam seperti menyediakan bibit tanaman lain selain tembakau, memberikan pelatihan dan bantuan peralatan yang dibutuhkan, hingga memastikan petani mendapatkan pasar untuk produk yang mereka jual. Dengan demikian, alih tanaman tak hanya melindungi petani, juga masyarakat Indonesia dari bahaya paparan asap tembakau.

Sebab tembakau dan produk rokok menjadi ancaman bagi generasi emas Indonesia. Seperti disampaikan mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim dalam buku Giant Pack Lies 2, Indonesia menghadapi jepitan dua ancaman: perubahan iklim dan epidemi produk tembakau yang bisa menghambat pencapaian Indonesia Emas 2045.

Karena itu, selain mendorong alih tanam tembakau, pemerintah juga perlu membarenginya dengan kampanye berhenti merokok. Sebab, jika konsumsi rokok tetap tinggi, sementara pasokan tembakau dalam negeri berkurang, pemerintah punya dalih untuk impor tembakau. Meski impor akan menaikkan harga sehingga tak terjangkau keluarga miskin, konsumsi produk tembakau akan tetap tinggi mengingat rokok adalah produk elastis. Seberapa pun harga rokok, pecandunya akan tetap mengejar harga tersebut.

Alih tanaman tembakau bisa memakai teknik agroforestri, yakni menggabungkan komoditas pertanian dan kehutanan. Sebagaimana tampak dalam program perhutanan sosial, petani yang mempraktikkan agroforestri memiliki pendapatan lebih baik dibanding petani yang mengandalkan produk monokultur perkebunan.

Cerita petani Sunda Hejo membuktikan bahwa budi daya kopi, lada, dan buah-buahan telah mengembalikan Gunung Mandalawangi kembali menjadi hutan lindung. Gunung ini pernah longsor dan menewaskan puluhan penduduk desa di sekitarnya ketika mereka menanaminya dengan sayuran dan tembakau.

Ikuti percakapan tentang agroforestri di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pegiat Kolaborasi Bumi Indonesia

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain