Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 09 Juli 2024

Studi: Metode Perhitungan Karbon Indonesia Perlu Dibenahi

Peneliti menemukan kesenjangan dalam metode perhitungan karbon Indonesia. Belum akurat.

Emisi karbon dalam net zero emission (Ilustrasi: Intermalte/Pixabay)

INDONESIA sudah berkomitmen untuk ikut andil dalam membatasi pemanasan global di bawah 1,5o C seperti tertera dalam Paris Agreement 2015 silam. Namun, Indonesia menjadi salah satu penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar di dunia. Terutama dari deforestasi dan kebakaran hutan.

Target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia sebesar 31,89% pada tahun 2030 atau 43,2% dengan dukungan internasional. Angka terbaru ini disampaikan pemerintah Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim di Abu Dhabi tahun lalu.

Konstruksi Kayu

Untk mencapai target tersebut, pemerintah sangat bergantung pada mitigasi di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya atau dikenal dengan FOLU. Sebab, sekitar setengah emisi gas rumah kaca Indonesia berasal dari sektor FOLU, seperti deforestasi, kebakaran hutan dan gambut, serta konversi lahan. 

Selain fokus di program utama tersebut, Indonesia juga perlu membenahi perhitungan emisi gas rumah kaca dan serapan karbon, khususnya di ekosistem lahan basah Indonesia. Sebab, ekosistem lahan basah, seperti mangrove dan lahan gambut, adalah ekosistem kunci yang menyimpan karbon sekitar 31,2 miliar ton CO2.

Dalam sebuah studi yang diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences, para peneliti dari CIFOR-ICRAF telah mengkaji dan mengidentifikasi metode perhitungan emisi karbon dan serapanya di hutan mangrove dan lahan gambut yang lebih akurat. Pengukuran yang lebih akurat dan transparan akan menjadi hal penting untuk menyempurnakan kebijakan iklim Indonesia dan mencapai target iklim di 2030.

Para peneliti menemukan beberapa kesenjangan dalam metode perhitungan karbon Indonesia. Perhitungan sekarang tidak mempertimbangkan perbedaan karbon di lahan gambut yang dikeringkan dan tidak dikeringkan. Hal tersebut menyebabkan penghitungan karbon tidak akurat. Selain itu, perhitungan emisi dan karbon lahan gambut dikeringkan di Indonesia tidak mengikuti panduan yang dikembangkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) PBB.

Studi tersebut juga menyerukan pembenahan dalam mengukur emisi dari kebakaran hutan dan konsistensi data hutan mangrove. Beberapa data menunjukkan simpanan karbon yang lebih rendah di hutan mangrove primer dibanding hutan mangrove sekunder, yang seharusnya tak demikian.

Perhitungan serapan karbon perlu mempertimbangkan jenis mangrove. Mangrove yang tumbuh di tanah mineral memiliki profil karbon yang berbeda dengan mangrove yang tumbuh di tanah organik. 

Dengan mengidentifikasi kesenjangan dalam sistem perhitungan emisi gas rumah kaca, pemerintah bisa mengurangi ketidakpastian penghitungan emisi dan penyerapan karbon oleh lahan gambut dan mangrove.

Para penliti juga menyarankan Indonesia juga perlu menekan laju deforestasi. Menurut CIFOR, Indonesia kehilangan 52.000 hektare hutan mangrove setiap tahun yang melepaskan emisi 190 juta ton setara CO2. Juga kebakaran hutan dan lahan gambut. Pada Agustus tahun lalu, tim Pantau Gambut menemukan setidaknya ada 271 area Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG), tersebar di 19 provinsi, yang terbakar.

Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) melaporkan mereka telah merestorasi 34.911 hektare mangrove pada 2021. Tahun lalu, pemerintah Indonesia juga melaporkan bahwa 3,66 juta hektare lahan gambut di lahan-lahan konsesi telah berhasil direstorasi. Jika perhitungan emisi lebih akurat, Indonesia akan lebih eksak mengetahui produksi emisi gas rumah sehingga lebih akurat dalam menguranginya.

Ikuti percakapan tentang emisi karbon di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain