KESADARAN kolektif anak muda di Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam melawan tambang batu bara tampaknya tak terbendung lagi. Mereka mengibarkan perlawanan terhadap kecenderungan elite dalam dua organisasi Islam tersebar di Indonesia itu yang mulai tergiur tawaran pemerintah mengelola Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara.
Salah satu Roy Murtadho, pengajar di Pondok Pesantren Ekologi Misykatul Anwar Bogor. Tokoh muda NU itu mengatakan, keputusan PBNU mencederai Nahdiyin—sebutan untuk pengikut NU. Padahal, selama ini NU berkomitmen dalam pelestarian lingkungan dan mengharamkan eksplorasi sumber daya alam. Komitmen itu juga teradopsi dalam banyak putusan muktamar NU. Keputusan NU mengharamkan eksplorasi sumber daya alam itu merupakan kesepakatan sidang bahtsul masail (forum diskusi ahli ilmu Islam) PBNU pada 10 Mei 2015.
Di kalangan Muhammadiyah, perlawanan anak muda terhadap segelintir elite pendukung batu bara juga terjadi. Perlawanan itu dipicu beberapa pernyataan elite organisasi keagamaan mereka yang memberikan sinyal akan menerima juga jebakan pemerintah untuk mengelola tambang batu bara. Bahkan, tak seperti NU, perlawanan kaum muda Muhammadiyah itu diekspresikan dalam petisi di platform change.org. Petisi itu berjudul, ‘Anak Muda Muhammadiyah Menolak Persyarikatan Terlibat Tambang!’. Hingga artikel ini ditulis, sudah 400-an orang yang menandatangani petisi itu.
Perlawanan kaum muda di dua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu menarik di tengah upaya menggeser wacana ekologi menjadi wacana agama (fikih) dalam perdebatan terkait konsesi tambang untuk organisasi massa (ormas) keagamaan itu.
Di kalangan NU, misalnya, Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla berperan layaknya juru bicara untuk menggeser perdebatan izin tambang batu bara untuk ormas agama dari persoalan lingkungan hidup menjadi persoalan fikih. Dengan berbagai argumentasi yang diklaim sebagai fikih, Ulil membenarkan elite NU yang menerima jebakan pemerintah untuk mengelola tambang batu bara.
Sebagai seorang intelektual, Ulil Abshar Abdalla harusnya melihat fakta daya rusak tambang batu bara yang mengancam keselamatan manusia.
Ancaman terhadap keselamatan manusia itu terjadi di tingkat lokal dan global. Di tingkat global, ancaman batu bara adalah krisis iklim. Ancaman terhadap keselamatan manusia itulah yang membuat bank-bank internasional mulai enggan mengucurkan kredit ke industri kotor itu.
Beberapa bank, sejak 2022, mulai meninggalkan pendanaan ke industri kotor batu bara. Pada 2022 lalu misalnya, Standard Chartered, salah satu bank terbesar di Inggris, telah menghentikan dukungan pendanaan ke perusahaan batubara terbesar kedua di Indonesia, PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Langkah itu disusul oleh bank terbesar Singapura, DBS. Bukan hanya itu, bank asal Malaysia, Malayan Banking Berhad (Maybank), juga menghentikan pembiayaan untuk aktivitas tambang batu bara.
Bank-bank di Indonesia memang belum memutuskan menghentikan pendanaan ke industri batu bara. Namun mereka mulai membatasinya. Menurut laporan Institute for Essential Services Reform (IESR) yang berjudul "Indonesia Sustainable Finance Outlook 2023" Bank Rakyat Indonesia (BRI) sejak Mei tahun 2022 telah membatasi porsi pendanaan sektor batu bara di bawah 3%.
Pembatasan porsi pendaan ke batu bara juga dilakukan oleh Bank Negara Indonesia (BNI). Pada sebuah acara public expose di 2022, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengungkapkan, komposisi kredit pendanaan proyek batu bara hanya sebesar 2%. BNI akan selektif melakukan pendanaan ke batu bara. Selain untuk memenangkan perdebatan di media, penggunaan wacana agama juga untuk mempersempit ruang demokrasi.
Dengan bergesernya wacana ekologi ke agama, mereka yang berdebat pun akan semakin terbatas. Bukan hanya itu, penggunaan wacana agama dalam merespons persoalan tambang untuk ormas agama juga akan menjadi pijakan untuk melakukan kriminalisasi terhadap pihak-pihak yang memiliki pendapat berbeda.
Kriminalisasi itu bisa didasarkan pada penistaan terhadap simbol-simbol keagamaan dan sebagainya. Di tengah kecenderungan elite di NU dan Muhammadiyah yang menerima pengelolaan tambang batu bara itulah semangat perlawanan kaum muda di dua organisasi Islam itu bangkit.
Kaum muda di kedua organisasi itu tampaknya membaca pertanda bahwa kedua organisasi Islam itu sedang diacak-acak dari luar dan kemudian menjerumuskannya dalam kubangan bisnis tambang batu bara. Sayangnya, pertanda itu tidak dilihat oleh elite di kedua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. Gelombang perlawanan kaum muda di NU dan Muhammadiyah harus dimaknai sebagai bagian dari penyelamatan organisasi.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Indonesia Team Lead Interim, 350.org Indonesia
Topik :