Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 29 Juli 2024

Krisis Iklim Meningkatkan Serangan Hama dan Kebakaran Hutan

Krisis iklim membangkitkan hama hutan. Krisis iklim mengancam hutan, kehilangan hutan menyebabkan krisis iklim.

Hama dan penyakit sengon (Foto: Noor F. Haneda)

KRISIS iklim meningkatkan kerentanan hutan global. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), perubahan iklim semakin memicu serangan hama dan kebakaran hutan dan lahan.

Laporan Keadaan Hutan Dunia atau The State of the World's Forests (SOFO) 2024 mencatat intensitas dan frekuensi kebakaran hutan semakin meningkat, termasuk di wilayah yang sebelumnya bebas dari api. Kebakaran hutan pada 2023 saja melepaskan lebih dari 6 miliar ton emisi karbon setara karbon dioksida secara global. 

Konstruksi Kayu

“Pengamatan satelit menunjukkan emisi yang dilepaskan lebih besar dua kali lipat dari perkiraan emisi karbon dioksida yang dikeluarkan oleh Uni Eropa akibat pembakaran bahan bakar fosil pada tahun tersebut,” dikutip dari SOFO 2024.

Tahun-tahun sebelumnya, kebakaran hutan dan lahan berkontribusi sebesar 10 persen dari emisi karbon dioksida di tingkat global. Paling banyak terjadi pada 2021. Kekeringan berkepanjangan menyebabkan peningkatan tingkat keparahan kebakaran dan konsumsi bahan bakar, serta menyumbang hampir seperempat dari total emisi kebakaran hutan.

Di sisi lain, kesehatan hutan juga terganggu akibat serangan hama. Krisis iklim membuat hutan lebih rentan terhadap spesies invasif, di mana serangga, hama dan patogen penyakit mengancam pertumbuhan dan kelangsungan hidup pohon. Contoh kasusnya adalah serangan nematoda kayu pinus telah menyebabkan kerusakan besar pada hutan pinus asli di beberapa negara di Asia, dan wilayah Amerika Utara.

“Ancaman terhadap hutan yang ditimbulkan oleh hama cukup besar: misalnya, nematoda kayu pinus telah menyebabkan kerusakan yang signifikan pada hutan pinus asli di Tiongkok, Jepang, dan Republik Korea, dengan Dinas Kehutanan Korea melaporkan hilangnya 12 juta pohon pinus akibat nematoda antara 1988 dan 2022. Di Amerika Serikat, 25 juta hektare lahan hutan akan mengalami kerugian lebih dari 20% dari luas basal area pohon inang akibat serangga dan penyakit hingga tahun 2027.”

Dalam publikasi SOFO 2024, pemantauan degradasi hutan, termasuk wabah serangga hama dan penyakit, saat ini masih dalam tahap awal di tingkat global. Sehingga sebetulnya sulit untuk mengukur biaya ekonomi dari kerusakan, yang mencakup kehilangan kayu, biaya penggantian pohon, dan dampak terhadap jasa ekosistem dan hasil sosial ekonomi bagi masyarakat lokal.

Untuk itu, dalam keterangan tertulis FAO (22/07/24), Direktur Jenderal FAO QU Dongyu mendorong dunia untuk meningkatkan inovasi berbasis fakta di bidang kehutanan.

“Saya percaya hal ini juga akan mendukung Anggota FAO dan pemangku kepentingan lainnya dalam memungkinkan inovasi yang bertanggung jawab, inklusif, dan penting di sektor kehutanan untuk memperkuat keberlanjutan dan ketahanan sistem pertanian pangan untuk dunia yang lebih baik dan masa depan yang lebih baik bagi semua,” katanya.

SOFO 2024 mengidentifikasi lima aksi pendukung yang dinilai dapat mendorong inovasi yang bertanggung jawab dan inklusif guna mengoptimalkan solusi berbasis hutan untuk mengatasi tantangan global, yaitu inovasi di bidang teknologi, sosial, kebijakan, kelembagaan, dan keuangan.

  1. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya inovasi dan menciptakan budaya yang mendorong inovasi untuk membawa perubahan positif; 
  2. Meningkatkan keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan untuk memastikan bahwa para pemangku kepentingan di sektor kehutanan memiliki kapasitas untuk mengelola penciptaan dan adopsi inovasi; 
  3. Mendorong kemitraan transformatif untuk mengurangi risiko inovasi sektor kehutanan, memberikan kesempatan untuk transfer pengetahuan dan teknologi, dan membangun perlindungan yang tepat;
  4. Memastikan sumber daya keuangan yang lebih banyak dan dapat diakses secara universal untuk mendorong inovasi sektor kehutanan; dan
  5. Menyediakan lingkungan kebijakan dan peraturan yang memberikan insentif bagi inovasi sektor kehutanan.

Untuk menangani hama di hutan, FAO menekankan bahwa saat ini diperlukan inovasi teknologi dan kebijakan untuk lebih memahami dan mengatasi penyebab gangguan hutan yang saling terkait, termasuk hama dan penyakit serta dampak perubahan iklim terhadapnya. Selain itu, perlu ada pendekatan yang lebih terintegrasi dalam pengelolaannya serta meningkatkan ketahanan hutan dan masyarakat yang bergantung pada hutan.

Sedangkan mengenai ancaman kebakaran hutan, FAO memberi catatan agar semua pihak semakin aktif menekan laju kebakaran hutan, dengan menggabungkan pendekatan masyarakat adat dan pendekatan tradisional lainnya dalam pengelolaan kebakaran dengan teknologi dan pengetahuan modern merupakan inovasi yang sedang berkembang di berbagai bentang alam di seluruh dunia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang telah melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Dalam kegiatan patrolinya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerja sama dengan TNI, Polri, dan Masyarakat Peduli Api (MPA), dengan mengamanatkan Manggala Agni sebagai garda terdepannya.

Direktur Penghimpunan dan Pengembangan Dana Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Endah Tri Kurniawaty menyampaikan bahwa pengendalian Karhutla di tanah air berkontribusi besar dalam upaya penurunan emisi.

“Upaya pengendalian Karhutla dan penurunan emisi yang telah dilakukan di lapangan selama ini memberikan insentif bagi Indonesia berupa pendanaan dari multilateral fund, Green Climate Fund. Dana insentif ini didistribusikan ke berbagai penerima manfaat salah satunya Balai PPI yang dananya dikelola oleh BPDLH dengan KLHK sebagai pemangku program. Kami berharap upaya pengendalian perubahan iklim dapat terus ditingkatkan untuk mencapai FOLU Net Sink 2030,” ujar Endah dikutip dari Media Indonesia 28 Juni 2024.

Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain