KITA semua mengenal Muhammadiyah. Organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam dengan lambang surya atau matahari ini adalah ormas terbesar kedua di Indonesia setelah Nahdlatul Ulama (NU). Amal usaha Muhammadiyah juga tersebar di seluruh penjuru Indonesia, dari pendidikan anak usia dini, perguruan tinggi, panti asuhan hingga rumah sakit. Ormas ini sudah sangat berperan besar dalam kemajuan Indonesia.
Seperti saudara kembar, Muhammadiyah dan NU sama-sama telah berperan besar bagi masyarakat. Lambang-lambang kedua ormas keagamaan itu seakan menggambarkan kebersamaan mereka dalam menebar manfaat bagi masyarakat, bukan hanya umat Islam di Indonesia. Bila Muhammadiyah memiliki lambang surya, NU memiliki lambang bumi. Keduanya, surya dan bumi, menggambarkan bahwa keberadaan kedua ormas itu akan membawa manfaat bagi kehidupan seluruh penduduk di dunia ini. Rahmatan lil 'alamin, bila kita mengutip istilah dalam agama Islam.
Dengan lambang surya, sudah seharusnya Muhammadiyah lebih memilih mengembangkan energi terbarukan berbasis surya pada seluruh amal usahanya. Bahkan ormas Islam berlambang matahari bisa menjadi pelopor energi terbarukan berbasis komunitas. Manfaat energi terbarukan berbasis komunitas ini sangat besar bagi masyarakat.
Berdasarkan penelitian Celios dan 350.org Indonesia, energi terbarukan berbasis komunitas juga mampu menurunkan angka kemiskinan hingga lebih dari 16 juta orang. Dari sisi ketenagakerjaan, terdapat peluang kesempatan kerja sebesar 96 juta orang di berbagai sektor tidak sebatas pada energi, namun industri pengolahan dan perdagangan juga ikut terungkit
Namun hari-hari ini kedua ormas Islam gagal mengahadapi godaan pemerintah untuk mengelola Izin Usaha Pertambangan (IUP) batubara. Bila kedua ormas itu tidak hati-hati, bisa menjerumuskan keduanya dari posisi rahmatan lil 'alamin (rahmat bagi seluruh alam) menjadi bencana bagi alam semesta.
Akhirnya, umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia harus menelan pil pahit. Muhammadiyah akhirnya menyusul NU menerima tawaran pemerintah untuk mengelola izin tambang. Padahal sebelumnya suara dari generasi muda Muhammadiyah menginginkan bahwa elite di organisasi itu membuka mata dan hatinya terkait dampak buruk batu bara terhadap lingkungan hidup di tingkat lokal maupun di tingkat global, krisis iklim.
Agenda transisi energi di Indonesia untuk mengatasi krisis iklim hampir dapat dipastikan akan terganjal oleh bisnis tambang batu bara kedua ormas Islam tersebut. Bagaimana tidak, agenda transisi energi akan berpotensi mengganggu bisnis energi fosil, termasuk batu bara. Sementara Muhammadiyah dan NU kini telah menjadi bagian dari bisnis energi kotor penyebab krisis iklim itu.
Seharusnya elite Muhammadiyah dan NU membuka mata dan hatinya terkait daya rusak tambang batu bara terhadap lingkungan hidup, baik di sekitar operasional tambang maupun secara global sebagai penyebab krisis iklim. Sektor perbankan yang selama ini dikenal begitu gigih mengakumulasikan laba saja mulai menyadari daya rusak industri batu bara.
Saat ini muncul kecenderungan sektor perbankan mulai enggan memberikan pendanaan kepada industri kotor batu bara. Tren ke depan, lembaga perbankan lebih memilih menjadi bank hijau (green banking) dengan mendanai industri yang bersih bukan lagi industri kotor seperti batu bara.
Beberapa bank sejak 2022 mulai meninggalkan pendanaan ke industri kotor batu bara. Pada 2022, misalnya, Standard Chartered, salah satu bank terbesar di Inggris telah menghentikan dukungan pendanaan ke perusahaan batubara terbesar kedua di Indonesia, PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Langkah itu disusul bank asal Singapura, DBS.
Bukan hanya itu, bank asal Malaysia, Malayan Banking Berhad (Maybank), juga menghentikan pembiayaan untuk aktivitas tambang batu bara. Bank-bank di Indonesia memang belum memutuskan untuk menghentikan pendanaan ke batu bara, namun mereka sudah mulai membatasinya.
Menurut laporan Institute for Essential Services Reform (IESR) yang berjudul "Indonesia Sustainable Finance Outlook 2023" mengungkapkan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sejak Mei tahun 2022 telah membatasi porsi pendanaan sektor batubara di bawah 3%.
Pembatasan porsi pendanaan ke batu bara juga dilakukan oleh Bank Negara Indonesia (BNI). Pada sebuah acara public expose di 2022, Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengungkapkan, komposisi kredit pendanaan proyek batubara hanya sebesar 2%. BNI akan selektif melakukan pendanaan ke batu bara.
Di tengah munculnya kesadaran sektor perbankan itu, sangat ironis bila elite ormas keagamaan seperti Muhammadiyah justru terjebak tawaran pemerintah untuk mengelola IUP batu bara. Bagaimana mungkin, Muhammadiyah yang telah memiliki banyak kader berpendidikan tinggi justru menerima IUP batu bara, bisnis yang bukan hanya merusak lingkungan hidup tapi juga sudah akan berakhir kejayaannya?
Elite Muhammadiyah harusnya mampu berpikir jernih berdasarkan ilmu pengetahuan sehingga dapat memberikan pencerahan di tengah kegelapan, seperti layaknya sang surya yang menjadi lambang organisasi itu. Alih-alih memberikan pencerahan, elite Muhammadiyah yang begitu bernafsu menerima IUP batu bara itu sedang mematikan cahaya yang sedang dinyalakan oleh generasi muda di organisasi tersebut.
Cahaya itu adalah kesadaran lingkungan hidup. Elite Muhammadiyah dan NU seperti menutup mata bahwa kebijakan pemerintah terkait izin tambang ke ormas keagamaan ini tidak lagi mencerminkan kepentingan mayoritas rakyat, tapi segelintir elite ekonomi-politik. Segelintir elite politik itu ingin mencuci dosa ekologi batu bara.
Kini semua sudah terjadi, pilihan buruk untuk menerima konsesi tambang batu bara telah diterima oleh elite NU dan Muhammadiyah. Dosa-dosa ekologi sudah dibuat oleh segelintir elite di kedua organisasi Islam itu. Kita hanya bisa berharap di kedua organisasi Islam itu akan segera terjadi pergantian kepemimpinan. Elite lama yang membuat dosa ekologi segera diganti oleh elite baru yang lebih memilih energi terbarukan daripada tambang batu bara.
Ikuti percakapan tentang transisi energi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Indonesia Team Lead Interim, 350.org Indonesia
Topik :