Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 09 Agustus 2024

Alocasia spp: Keladi Cantik dari Kalimantan

Alocasia spp tak sekadar tanaman hias cantik dari Kalimantan. Banyak fungsi dan manfaatnya.

Keladi canti dari Kalimantan

DI kalangan pehobi tanaman hias, nama Alocasia sudah tidak asing lagi. Jenis ini sempat popular saat pandemi Covid-19, bahkan dijual dengan harga fantastis. Alocasia merupakan salah satu primadona anggota suku keladi-keladian (Araceae), yang sangat berpotensi sebagai tanaman hias, karena memiliki daun yang sangat bervariasi, baik warna daun, tulang daun, bentuk daun, dan ketebalan daunnya. 

Marga Alocasia beranggotakan sekitar 92 jenis yang tersebar secara alami dari India sampai ke Cina, Jepang bagian selatan, kemudian Asia Tenggara, Papua Nugini, dan Australia. Jumlah tersebut kemungkinan akan terus bertambah, seiring dengan masih ditemukannya jenis baru. Diprediksikan jumlah keluarga Alocasia bisa mencapai sekitar 141 jenis (Boyce & Croat, 2011).

Pulau Borneo (Kalimantan di Indonesia, Sabah dan Sarawak di Malaysia, dan Brunei Darussalam) serta Pulau Papua (Papua Barat di Indonesia dan Papua New Guinea), merupakan pusat persebaran dari marga ini, di mana ke dua pulau tersebut menjadi sentral persebaran Alocasia di dunia. Berdasarkan data penelitian terakhir, di Borneo ditemukan 24 jenis Alocasia, dan 10 jenis di antaranya terdapat di Kalimantan.

Dari sepuluh jenis tersebut, delapan jenis di antaranya adalah jenis endemik. Sepuluh jenis Alocasia tersebut adalah Alocasia baginda, Alocasia cuprea, Alocasia longiloba, Alocasia macrrorhizos, Alocasia peltate, Alocasia princeps, Alocasia principiculus, Alocasia robusta, Alocasia sarawakensis, dan Alocasia scabriuscula (Asih & Lestari, 2022). Di antara kesepuluh jenis tersebut, A. baginda dan A. cuprea yang paling terkenal dan sangat disukai oleh penghobi tanaman hias. A. baginda memiliki kemiripan dengan dua jenis Alocasia yang terdapat di Kawasan Malaysia yaitu Alocasia melo dan Alocasia reginula. Habitatnya tidak diketahui tapi diperkirakan tumbuh di ultramafik atau limestone.

Perbedaan A. baginda dengan ke dua jenis Alocasia tersebut adalah bagian atas daun terdapat bagian yang berwarna abu-abu atau hijau keabuan dan permukaannya agak halus, sementara A. melo berwarna hijau gelap dan permukaannya agak bertekstur dan A. reginula berwarna hijau sangat gelap dengan ibu tulang daun dan tulang daun primer berwarna putih. Bagian bawah daun A. baginda berwarna hijau pucat dengan ibu tulang daun, tulang daun primer dan tulang daun pinggir berwarna merah hati, sementara A. melo berwarna hijau pucat dan A. reginula berwarna merah gelap atau hijau keunguan

Alocasia baginda memiliki karakter daun yang indah dan menarik. Bentuk daun Alocasia ini seperti perisai atau membulat telur melebar, kekar, dan tebal. Permukaan atas daunnya memiliki perpaduan warna menawan, antara hijau tua gelap sampai abu-abu tua dan warna keperakan, dikombinasikan dengan tangkai daunnya yang berwarna hijau. Ibu tulang daun dan tulang daun primer tenggelam sehingga diantara tulang-tulang daun tersebut seakan membulat dan berwarna abu-abu.

Daun bagian bawah berwarna hijau pucat dengan ibu tulang daun dan tulang daun primer berwarna merah gelap. Jenis ini memiliki variasi warna yang terbilang cukup tinggi, sehingga dikenal ada tiga varian, yaitu Alocasia baginda ‘Dragon Scale’, Alocasia baginda ‘Green Dragon’, dan Alocasia baginda ‘Silver Dragon’. Perbedaannya terletak pada warna daunnya. 

Alocasia cuprea merupakan jenis endemik Borneo yang pada mulanya hanya ditemukan di Sabah. Inventarisasi selanjutnya menemukan bahwa jenis ini juga terdapat di Serawak yaitu di daerah Usun Apau, dan juga di Kalimantan Utara. Terdapat sedikit perbedaan warna daun antara A. cuprea yang ditemukan di Sabah dan Sarawak dengan yang di Kalimantan, di mana jenis yang di Sabah dan Sarawak memiliki warna daun bagian atas merah tembaga kehijauan mengkilat dan yang di Kalimantan berwarna abu-abu hijau keperakan mengkilat. 

Sama halnya dengan A. baginda, A. cuprea juga memiliki karakter daun yang indah dan sangat berpotensi sebagai tanaman hias. Bentuk daunnya yang membulat telur, seperti perisai dengan tulang daun mencukam dan melengkung ke bawah seakan menggambarkan kaki laba-laba yang sedang berjalan. Perpaduan warna menawan antara tulang daun yang berwarna abu-abu tua gelap, dan warna hijau keperakan pada permukaan daun bagian atas menambah nilai eksotis jenis ini. Meskipun daunnya tidak setebal A. baginda tetapi jenis ini memiliki permukaan daun yang licin dan mengkilap. Pada bagian permukaan bawahnya berwarna ungu tua.  

Selain sebagai tanaman hias, Alocasia juga berpotensi sebagai bahan obat dan pakan ternak. Salah satu jenis yang sering digunakan untuk obat tradisional adalah A. macrorrhizos. Jenis ini banyak digunakan di manca negara dalam mengobati berbagai penyakit, diantaranya untuk mengatasi batuk dan sakit gigi di Malaysia, sebagai obat analgesik untuk meringankan rasa sakit pada perut, kepala, dan artritis rematoid di India, Indonesia (Sulawesi), dan Bangladesh, serta untuk mengobati radang, eksim, dan abses di Vietnam.

Selain itu A. longiloba, dikenal juga dengan keladi berdaun cantik, secara tradisional digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka dan sebagai obat antiinflamasi (Arbain et al., 2022). A. macrorrhizos juga digunakan sebagai bahan makanan untuk pakan ikan, terutama di Jawa dan Sumatera. Daun A. macrorrhizos ditenggarai sangat bagus dalam meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan ikan, terutama ikan gurame. Banyak petani ikan memanfaatkan lahan pematang kolam mereka untuk menanam jenis ini. 

Sepintas perawakan marga Alocasia sangat mirip dengan Colocasia, Leucocasia, dan Xanthosoma. Kekeliruan identifikasi sering terjadi dalam membedakan ke empat marga tersebut. Secara saintifik dapat dibedakan berdasarkan jumlah ovule dan plasenta yang terdapat pada bakal buahnya (Hay, 1998). Akan tetapi tentu hal ini sangat sulit dilakukan di lapangan.

Secara garis besar kita dapat membedakannya berdarkan karakter daunnya. Alocasia mempunyai bentuk daun yang sangat bervariasi dan dengan corak warna yang beragam. Pinggir daunnya mulai dari rata, bergelombang, sampai bergerigi. Tekstur daun bervariasi, bila diraba akan terasa seperti kertas sampai seperti kulit, ada juga yang kekar dan kaku. Pada umumnya daun mendatar dan cenderung tegak dengan ujung daun mengarah ke atas.  

Marga Colocasia beranggotakan 14 jenis yang tersebar dari China, India, sampai ke Asia Tenggara (Mayo et.al., 1997; POWO 2024), dan hanya satu jenis yang terdapat di Indonesia, yaitu C. esculenta atau dikenal dengan nama talas. Alocasia dapat dibedakan dengan Colocasia dengan melihat bentuk daunnya. Daun Colocasia cenderung membulat, dengan helaian daun tipis, memiliki lapisan lilin pada daun bagian atas, pinggir daun umumnya rata, ujung daun cenderung ke arah bawah. Tangkai daun yang terhubung ke helaian daun berada sekitar sepertiga bagian dari lekukan daunnya (peltate).

Marga Leucocasia hanya mempunyai anggota satu jenis saja, yaitu L. gigantea. Perbedaan yang mencolok antara Alocasia, Colocasia, dan Leucocasia dapat dilihat dari perawakannya. Leucocasia memiliki perawakan besar, helaian daun kekar, peltate, membulat telur, dengan ujung daun cenderung mengarah ke atas. Pada tangkai daunnya diselimuti oleh semacam lilin berwarna putih. Perbungaan yang muncul selalu dalam bentuk berbaris dengan jumlah lebih dari 5 dan seludang berwarna putih, sedangkan Alocasia dan Colocasia biasanya perbungaan muncul bersilang dengan jumlah 1 sampai 4.

Xanthosoma merupakan tumbuhan introduksi yang berasal dari Mexico dan Amerika Latin. Perawakannya yang mirip dengan Alocasia sering keliru diidentifikasi sebagai Alocasia. Perbedaan Alocasia dengan Xanthosoma dapat dilihat berdasarkan bentuk dan karakter daunnya, dimana bentuk daun Xanthosoma umumnya menganak panah (sagittate), tipis dan tidak kekar, ujung daun mengarah ke bawah.

Daftar Pustaka

Boyce, P. C., & Croat, T. B. 2011-upward. The uberlist of Araceae, totals for published and estimated number of species in aroid genera. http://www.Aroid.Org/Genera/20201008Uberlist.pdf. 

Arbain, D., Sinaga, L.M.R., Taher, M., Susanti, D., Zakaria, Z.A., and Khotib, J. 2022. Traditional Uses, Phytochemistry and Biological Activities of Alocasia Species: A Systematic Review. Frontier in Pharmacology. 13:849704. doi:10.3389/fphar.2022.849704

Hay, A., 1998. The Genus Alocasia (Araceae-Colocasieae) in West Malesia and Sulawesi. Gardens’ Bulletin Singapore 50: 221-334 

Mayo, S.J., Bogner, J. & Boyce, P.C. 1997. The genera of Araceae. 370 pp.

Plant of the World (POWO). 2024. Colocasia Schott. https://powo.science.kew.org/taxon/urn:lsid:ipni.org:names:331172-2#distributions

Ikuti percakapan tentang tanaman hias di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Peneliti ahli muda bidang Taksonomi dan Sistematik Suku Araceae Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Peneliti ahli madya taksonomi dan sistematik suku Araceae Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain