MANUSIA telah mengubah banyak lanskap bumi yang memicu kepunahan spesies. Bersamaan dengan itu, populasi serangga global juga turun 1-2% per tahun. Artinya populasi serangga akan hilang 24% hanya dalam 30 tahun mendatang.
Serangga mewakili dua pertiga dari lebih dari 1,5 juta spesies hewan yang telah terdokumentasikan di dunia. Ada sekitar 73.000 spesies vertebrata (hewan bertulang belakang), mulai dari ikan hingga manusia. Jumlah vertebrata itu hanya 5% dari total seluruh hewan yang kita ketahui saat ini.
Serangga memang tak mendapat perhatian semewah harimau ataupun gajah. Keberadaannya masih dipandang sebelah mata.
Namun, serangga memainkan peran penting untuk kehidupan manusia dan hewan lainnya. Serangga memiliki posisi krusial dalam rantai makanan. Berbagai jenis burung, reptil, dan mamalia menjadikan serangga sebagai makanan utama. Bahkan manusia juga menjadikan sekitar 2.000 jenis serangga sebagai makanan.
Di bidang pertanian, serangga membantu menyerbuki lebih dari 75% tumbuhan di dunia. Jika dikalkulasikan secara ekonomi, jasanya bernilai hingga US$ 577 miliar per tahun. Selain menyerbuki tanaman, serangga juga membantu proses dekomposisi dan pengolahan tanah agar tanah tetap subur dan sehat. Kumbang kotoran berperan membantu dekomposisi kotoran hewan yang jasanya bernilai sekitar US$ 380 juta per tahun.
Kini, serangga menghadapi berbagai ancaman secara bersamaan. Mulai dari hilangnya habitat, area pertanian monokultur yang makin masif, hingga perubahan iklim. Nitrogen yang berlebihan dari limbah dan pupuk telah mengubah lahan basah yang penuh kehidupan menjadi zona mati. Pertumbuhan perkotaan juga seringkali melengserkan ekosistem alami. Ditambah dengan polusi suara, cahaya, hingga udara yang menurunkan kualitas habitat serangga.
Dalam 150 tahun terakhir, dunia telah kehilangan 5-10% spesies serangga, berkisar 250.000 hingga 500.000 spesies. Kini, dari kurang lebih 1 juta spesies serangga yang telah diketahui, sekitar 20% diantaranya masuk dalam kategori terancam punah.
Salah satu serangga yang paling terdampak adalah lebah. Lebah adalah polinator penting dalam ekosistem. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), sepertiga produksi makanan dunia bergantung pada lebah. Belum lagi hasil madu lebah yang menjadi sumber pemasukan utama bagi banyak orang, khususnya yang tinggal di daerah pedesaan. Tapi, populasi lebah terus menurun.
Saat ini, diperkirakan ada 2,7 juta koloni lebah di dunia, menurun jauh dibandingkan 6 juta koloni pada tahun 1947.
Populasi sepertiga spesies kupu-kupu asli Eropa juga turun. Ada 14 dari 128 spesies kunang-kunang di Amerika Serikat dan Kanada ada dalam status terancam. Sementara itu, serangga air tawar, seperti capung, menghadapi situasi genting di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Dimana kondisi air bersih di sana jadi sorotan.
Perubahan iklim membawa kabar baik bagi serangga pengganggu. Meningkatnya suhu membuat wabah besar kumbang kulit kayu pinus. Serangga tersebut telah memusnahkan sekitar 260.000 kilometer persegi hutan pinus di Amerika Utara dalam dua dekade terakhir.
Cuaca yang lebih hangat juga membuat nyamuk penyebar penyakit Aedes aegypti dan Aedes albopictus berkembang pesat di Asia, Amerika Utara, dan Eropa. Menempatkan 3,9 miliar orang berisiko terserang demam berdarah.
Ikuti percakapan tentang kepunahan spesies di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :