KERAN ekspor pasir laut kembali dibuka. Indonesia memutuskan melanjutkan ekspor pasir laut setelah dua dekade dilarang. Sejatinya sejak tahun lalu, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 yang membolehkan pengisapan pasir laut ataupun sedimennya di luar wilayah pertambangan.
Aktivitas penambangan pasir akan tereskalasi setelah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menetapkan dua peraturan yang membolehkan ekspor pasir laut. Dua peraturan tersebut yakni Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Peraturan Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Pengerukan pasir laut berisiko menyebabkan kerusakan ekosistem. Pemerintah berdalih kebijakan ini bertujuan mengatasi sedimentasi yang mengancam ekosistem pesisir dan laut. Pemerintah juga menegaskan bahwa yang diekspor bukanlah pasir laut, melainkan sedimen yang ada di laut.
Alasan tersebut dianggap tak masuk akal. Sebab, pasir laut adalah bagian dari sedimen. Penambangan pasir laut menimbulkan kerusakan ekologis. Penambangan pasir laut akan mengubah kontur dasar laut, yang ujungnya akan mengganggu habitat organisme laut. Kualitas air juga akan menurun karena polusi dan perubahan komposisi air laut akibat ekstraksi pasir laut.
Bahkan pengambilan sedimen akan berdampak pada ekosistem laut. Sebab sedimen secara alamiah dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Jika sedimen diambil, kondisi dasar laut akan berubah dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
Perubahan tersebut akan mempengaruhi pola arus laut dan memperbesar gelombang laut. Alhasil, potensi abrasi akan makin besar dan akhirnya membuat wilayah pesisir terus terkikis dan pulau-pulau kecil akan lenyap dilahap laut.
Menurut catatan, ada sekitar 20 pulau kecil di sekitar Riau, Maluku, dan kepulauan lainnya yang sudah tenggelam. Ke depannya, para ahli memperkirakan akan ada 115 pulau kecil yang terancam tenggelam di perairan Indonesia.
Rusaknya ekosistem pesisir dan laut tentu akan berdampak bagi nelayan dan masyarakat pesisir. Habitat yang rusak akan merusak daerah penangkapan ikan nelayan. Pada akhirnya Tangkapan nelayan akan berkurang dan penghasilan mereka akan menurun.
Pada 2020, kasus penambangan pasir di Kepulauan Spermonde oleh kapal Queen of the Netherlands menyebabkan kerusakan yang signifikan pada daerah penangkapan ikan. Di Jepara, pengerukan pasir laut membuat tangkapan nelayan berkurang drastis. Tak sedikit nelayan yang terjerat utang demi menyambung hidup.
Mantan Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti menyuarakan kekhawatirannya lewat platform X pada 19 September 2024.
Pasir, sedimen apapun disebutnya sangat penting untk keberadaan kita. Bila kita mau ambil pasir/ sedimen pakelah untk meninggikan wilayah Pantura Jawa dll yg sudah parah kena abrasi dan sebagian sudah tenggelam.Kembalikan tanah daratan sawah2 rakyat kita di Pantura. BUKAN… https://t.co/KzpWBvQqlu
— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) September 18, 2024
Pemerintah berdalih ekspor sedimen laut baru bisa dilakukan jika kebutuhan dalam negeri sudah tercukupi. Tapi lagi-lagi, tak ada gambaran jelas berapa jumlah yang dibutuhkan di dalam negeri untuk mengatasi daerah terkikis abrasi.
Biaya restorasi lingkungan berpotensi akan lebih besar dari pendapatan ekspor sedimen laut. Para aktivis lingkungan sampai anggota DPR meminta pemerintah mempertimbangkan dan mengkaji ulang kebijakan ini.
Ikuti percakapan tentang ekspor pasir laut di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :