KRISIS iklim telah mengubah bumi. Suhu bumi yang naik membuat air laut mendidih sehingga tinggi permukaannya naik yang membuat pulau-pulau kecil terancam hilang, penduduk di pesisir akan terkena rob, perubahan suhu membuat iklim berubah dan musim menyeleweng. Tapi bagi sebagian tempat, krisis iklim justru membawa berkah.
Salah satunya ekosistem lahan kering. Alih-alih jadi tempat yang lebih gersang dan ekstrem, lahan kering justru berubah menjadi ekosistem yang lebih hijau. Mulai dari ekosistem lahan kering di selatan Australia, Sahel di Afrika, bagian barat India, hingga padang pasir di Utara Cina mengalami hal serupa. Mereka diselimuti oleh vegetasi hijau.
Kenapa bisa begitu? Menurut peneliti, hal tersebut akibat konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmosfer yang telah meningkat 50% sejak zaman praindustri menjadikannya pupuk bagi tanaman.
Kadar CO2 yang meningkat juga mempercepat fotosintesis tanaman. Walau air langka di lahan kering, udara kaya CO2 membuat mereka bisa memanfaatkan air dengan lebih efisien. Walhasil, mereka tumbuh lebih subur.
Sebuah studi yang mempelajari citra satelit NASA menunjukkan antara 25-50% area bervegetasi di bumi sejak 1980 telah menunjukkan peningkatan indeks luas daun. Sebuah ukuran standar untuk mengukur kelimpahan vegetasi.
Studi itu juga menemukan sekitar 70% penghijauan global bisa dikaitkan dengan "pemupukan CO2". Hal ini juga didukung oleh studi University of California pada 2021 yang menunjukkan sejak 1982 telah terjadi peningkatan fotosintesis sebesar 12%.
Sejatinya, efek pemupukan CO2 bukanlah hal baru. Hal ini telah diketahui lama oleh para ahli pertanian. Penyuntikkan CO2 ke atmosfer yang tertutup gas rumah kaca bisa dapat meningkatkan hasil panen. Krisis iklim memiliki proses serupa dengan penambahan CO2 itu.
Kini, penghijauan ekosistem lahan kering, seperti gurun dan semi gurun, telah terjadi secara signifikan. Studi pada 2020 di Woodwell Climate Research Center menemukan bahwa sekitar 6% lahan kering telah mengalami penggurunan. Seperti di wilayah barat daya Amerika Serikat, bagian timur laut Brazil, dan Asia Tengah.
Sedangkan, sekitar 41% lahan kering dunia menjadi hijau. Berdasarkan pemodelan iklim, nampaknya penghijauan lahan kering tidak akan melambat sebelum pertengahan abad ini. Prosesnya justru semakin cepat.
Sekilas memang terdengar seperti kabar baik. Dengan menghijaunya lahan kering, serapan karbon bisa makin tinggi. Produktivitas pangan di lahan kering jadi meningkat.
Tapi tentu tidak semulus dan sebaik yang dibayangkan. Di beberapa tempat, penghijauan tidak terjadi sepanjang tahun dan selamanya, atau dikenal dengan “false greening". Saat musim kering, mereka akan mati dengan cepat. Alhasil, kejadian tersebut juga akan memperbesar terjadinya kebakaran.
Selain itu, semakin banyak tanaman, semakin banyak pula kebutuhan air. Kelangkaan air bisa terjadi bagi masyarakat dan satwa setempat. Terlebih lagi, lahan kering adalah rumah bagi 2 miliar orang dan sumber seperempat susu dan daging dunia.
Tak hanya itu, perubahan lanskap lahan kering juga akan mengundang spesies invasif. Hal itu akan membuat spesies asli tersingkir. Artinya kekayaan biodiversitas dunia akan berkurang. Hal tersebut pernah terjadi di Gurun Sonora: semak belukar yang invasif menyingkirkan tanaman asli.
Dengan sistem kerja yang saling bersahutan, ekosistem lahan kering punya peran mendukung ekosistem lainnya. Begitu juga sebaliknya. Perubahan di satu ekosistem, berpotensi menimbulkan efek domino. Mungkin akan merubah siklus karbon, siklus hujan, atau hal lain yang belum kita perkirakan.
Maka, meski krisis iklim membawa perubahan positif buat ekosistem lahan kering, tak bisa menjadi justifikasi bahwa perubahan iklim berdampak positif. Sebab, masih banyak dampak buruk lainnya yang disebabkan oleh perubahan iklim.
Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :