BENUA Antartika sedang bertransformasi dari dataran salju menuju dataran hijau. Studi yang dipublikasikan Nature Geoscience pada Oktober lalu memperlihatkan semenanjung Antartika telah menghijau 12 kali lipat dalam 35 tahun terakhir. Penghijauan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan lumut yang pesat.
Para peneliti menganalisis citra satelit di semenanjung Antartika dari 1986 hingga 2021. Hasilnya, luas tutupan vegetasi meningkat dari 0,86 km2 di 1986 menjadi 1,1947 km2 di 2021. Dengan begitu laju penghijauan sebesar 0,317 km2/tahun atau setara tiga kali luas Kota Bogor.
Perubahan iklim telah membuat Antartika lebih hangat yang memungkinkan vegetasi sederhana seperti lumut tumbuh pesat. Pertumbuhan lumut yang pesat membantu membangun tanah di Antartika yang miskin hara. Sehingga, pada akhirnya, jika berjalan mulus, akan menjadi fondasi bagi tanaman lain untuk berkoloni.
Penghijauan memang terdengar seperti kabar baik. Karena lahan bervegetasi akan membantu menyerap lebih banyak karbon dan membantu memerangi krisis iklim. Namun jika terjadi di Antartika, itu bukan kabar baik.
Alih-alih jadi penyerap karbon, menghijaunya daratan Antartika akan jadi sumber emisi karbon. Sebab, selama berabad-abad, lapisan es dan salju di Antartika dan Arktik menjadi tempat penyimpanan karbon yang besar. Jika karbon ini terlepas ke atmosfer, bisa mengeskalasi pemanasan global secara signifikan.
Sejak akhir 1970-an, wilayah kutub telah memanas dua sampai empat kali lebih cepat dibanding wilayah lain di dunia, menyebabkan banyak lapisan es mencair, kebakaran lahan, dan perubahan medan yang luar biasa. Akibatnya, dalam dua dekade pertama di abad ke-21, wilayah Arktik telah mengeluarkan 147 juta ton gas rumah kaca.
Namun, para peneliti mengatakan Antartika lebih tangguh dan tahan terhadap perubahan iklim dibanding Arktik. Pengamatan satelit menunjukkan lapisan es di Antartika Barat terus kehilangan massa. Sementara itu di Antartika Timur, ancaman gelombang panas makin intens. Pada Maret 2022, peningkatan suhu mencapai 30-40o Celsius, tertinggi dalam sejarah modern Antartika.
Akibatnya, lapisan es Antartika semakin rentan mencair dan akan berkontribusi signifikan terhadap kenaikan permukaan laut, khususnya di wilayah sensitif, seperti Gletser Thwaite, yang telah berkontribusi sebesar 4% pada penambahan permukaan laut tahunan. Gletser tersebut menyimpan es yang cukup untuk meningkatkan muka air laut hingga lebih dari 60 sentimeter.
Menghijaunya Antartika juga berpotensi menciptakan lahan subur bagi spesies non-asli dan invasif. Sehingga keberadaan mereka mengancam vegetasi dan satwa asli Antartika yang terspesialisasi dengan kondisi ekstrim Antartika.
Penghijauan Antartika juga akan menghilangkan Efek Albedo. Selama ini, lapisan es dan salju Antartika berperan sebagai cermin yang memantulkan cahaya matahari kembali ke atmosfer. Pantulan itu menjadi efek pendinginan untuk permukaan bumi. Hilangnya lapisan es tersebut akan membatalkan Efek Albedo, yang membuat bumi menyerap lebih banyak cahaya dan panas.
Ikuti percakapan tentang perubahan iklim di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :