AREA konservasi dibuat untuk melindungi spesies dan habitat yang ada di dalamnya. Selama ini area konservasi berfokus pada wilayah yang tinggi keanekaragaman hayatinya (high biodiversity) dan rendah risiko pembangunan (low risk of development). Penentuan tersebut mengabaikan area yang tinggi risiko pembangunan (high risk of development) dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi (high biodiversity).
Area yang tinggi biodiversitas dan tinggi risiko pembangunan juga butuh diperhatikan. Sebab area tersebut juga penting untuk mendukung biodiversitas. Para peneliti University of Oxford coba menelisik lebih lanjut soal itu. Mereka menggunakan macan dahan sunda (Neofelis diardi).
Para peneliti menggunakan macan dahan sunda sebagai parameter untuk menilai keberhasilan konservasi. Studi tersebut menunjukkan bahwa konservasi di area yang tinggi biodiversitas dan tinggi risiko pembangunan akan memberi hasil yang lebih efektif, baik dari segi kekayaan biodiversitas hingga serapan karbon.
Dalam studi itu, para peneliti menyelidiki dampak "konservasi proaktif" yang memprioritaskan area biodiversitas tinggi dan risiko pengembangan tinggi. Sementara "konservasi umum" fokus pada area tinggi biodiversitas tapi rendah risiko pengembangan. Para peneliti menggunakan data distribusi macan dahan, kamera jebak, dan studi-studi terkait lainnya. Lalu mereka melakukan pemodelan untuk mengetahui hasilnya.
Macan dahan sunda menjadi parameter utama karena ia adalah predator puncak. Ia membutuhkan tutupan hutan yang tinggi dan sehat. Artinya, keberadaannya menjadi barometer kesehatan hutan. Jika macan dahan sunda dalam keadaan baik, besar kemungkinan spesies lainnya ada dalam kondisi baik.
Hasil pemodelan tersebut menunjukkan bahwa konservasi proaktif, yang fokus pada area tinggi risiko pembangunan, paling unggul dibanding pendekatan konservasi lainnya. Konservasi proaktif berpotensi menghasilkan hutan yang 53% lebih saling terhubung dibanding aksi konservasi yang dijalankan saat ini.
Konservasi proaktif akan mendistribusikan kembali kawasan lindung yang pada akhirnya meningkatkan populasi dan keragaman macan dahan sunda. Jika hutan terlindungi, ia akan memberi tambahan cadangan karbon sebanyak 82 juta ton CO2 dibanding aktivitas konservasi yang saat ini sudah berjalan.
Namun, konservasi proaktif menghadapi tantangan ekonomi dan politik yang besar. Sebab, melindungi area yang tinggi risiko pembangunan membutuhkan biaya lebih besar. Belum lagi soal konflik kepentingan dengan calon pengembang, masyarakat, dan pemerintah yang tiap pihak memiliki kepentingannya sendiri.
Jika area tersebut tak dilindungi, ia akan jadi gerbang awal bagi para perambah untuk merambah yang ke hutan yang lebih dalam. Wilayah yang tadinya minim risiko pembangunan akan berubah menjadi tinggi risiko pembangunan. Artinya, tinggal menunggu waktu saja sampai area konservasi yang tadinya minim akses menjadi mudah diakses. Hingga akhirnya ikut dirambah dan hilang.
Ikuti percakapan tentang konservasi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :