SELAMA berabad-abad, burung berkomunikasi dengan kicauan dan nyanyian. Dengan cara itu mereka saling berkomunikasi atau mencari jodoh saat musim kawin. Namun, kicauan merdu mereka terancam hilang karena perubahan iklim. Kicauan kutilang darwin di Kepulauan Galapagos terdengar lebih datar dibanding generasi sebelumnya.
Para ahli burung menemukan bahwa perubahan kicauan tersebut adalah karena adanya perubahan pada paruh mereka. Kekeringan memainkan peran dalam perubahan paruh tersebut.
Pengamatan peneliti pada kekeringan tahun 1977-1978 di Kepulauan Galapagos menemukan bahwa burung kutilang dengan paruh lebih besar lebih mungkin bertahan hidup dibanding kutilang berparuh kecil. Hal ini karena paruh besar lebih kuat memecahkan biji-bijian keras yang tersisa dan membuat sumber makanan mereka lebih terjamin.
Alhasil, dari tahun ke tahun selama melewati kekeringan, sebagian besar burung mati. Hanya burung-burung berparuh besar yang lebih mungkin bertahan hidup. Pada akhirnya, kutilang berparuh besar akan saling berkembang biak, menghasilkan keturunan dengan paruh besar juga.
Setiap peristiwa kekeringan, ketebalan paruh burung kutilang meningkat sekitar 0,49 millimeter. Memang secara angka terlihat tidak signifikan, namun bagi kutilang darwin, hal ini membawa perubahan besar. Khususnya terhadap cara mereka berkomunikasi.
Paruh yang lebih besar membuat mereka lebih sulit menghasilkan lagu yang cepat dan rumit. Sekelompok peneliti dari University of Massachusetts Amherst coba mengujinya. Mereka membuat versi kicauan yang mensimulasikan seperti apa suara burung kutilang darwin setelah melewati satu, tiga, dan enam kali kekeringan. Kemudian mereka menyetelnya di habitat burung kutilang untuk melihat reaksi burung kutilang lain. Selama musim kawin, burung kutilang jantan sangat teritorial. Mereka akan langsung bereaksi ketika mendengar suara burung kutilang lain.
Hasilnya, ketika mendengar kicauan normal, tanpa modifikasi, burung kutilang akan langsung bereaksi mencari sumber suara tersebut. Namun, saat kicauan hasil modifikasi diputar, mereka membutuhkan waktu hampir empat kali lebih lama untuk merespon kicauan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak lagi mengenali kicauan yang telah dimodifikasi.
Studi tersebut menunjukkan bahwa kekeringan membuat perubahan terhadap kicauan burung kutilang. Perubahan kicauan berimplikasi pada perubahan cara berkomunikasi.
Perubahan pola komunikasi juga ditemukan di mamalia laut. Paus biru, hewan terbesar di dunia, kini bernyanyi dengan suara yang lebih datar dan lebih pelan dibanding sebelumnya. Dimana suara paus biru mengalami penurunan 0,14 hertz per tahun.
Pada awalnya, polusi suara dianggap sebagai penyebabnya. Namun, di tempat paus biru hidup, polusi suara minim. Sehingga peneliti menganalisis bahwa meningkatnya populasi paus biru dan perubahan iklim adalah penyebab utama perubahan nyanyian paus biru.
Sejak larangan perburuan paus komersial di 1970-an, populasi paus biru naik. Kini diperkirakan jumlahnya ada sekitar 10.000 sampai 25.000 ekor di seluruh dunia. Dengan jumlah yang semakin banyak, paus biru tak perlu suara keras untuk berkomunikasi.
Perubahan iklim membuat laut lebih asam. Perubahan tersebut menyebabkan perubahan pada sifat akustik lautan. Pengasaman mendukung perambatan frekuensi rendah sehingga akan lebih efektif jika paus biru berkomunikasi lewat frekuensi lebih rendah dibanding harus meninggikan frekuensi.
Perubahan iklim mendorong satwa, dari burung hingga mamalia laut, untuk beradaptasi. Pada akhirnya, akan ada yang berhasil beradaptasi dan bertahan. Ada juga yang gagal dan punah. Yang bertahan hidup adalah mereka yang paling sehat, seperti kata ahli biologi Herbert Spencer.
Ikuti percakapan tentang perubahan iklim di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :