INISIATIF untuk menyelesaikan masalah krisis iklim terus bermunculan. Salah satunya adalah dengan menebar batuan kecil silikat ke lahan yang luas. Batu silikat tersebut akan menyerap karbon di atmosfer dan menyimpannya dalam waktu lama. Metode tersebut akrab disebut dengan enhanced rock weathering (ERW).
Enhanced rock weathering (ERW) adalah teknologi penangkapan karbon yang mempercepat proses pelapukan alami. Pelapukan batuan alami sendiri adalah proses geologis yang turut menyerap sekitar 1,1 gigaton CO2 dari atmosfer setiap tahun. Namun, pelapukan batuan adalah proses yang sangat panjang selama puluhan ribu tahun.
Karena itu, ERW muncul untuk mempercepat proses alami tersebut. Batuan alami, seperti silika, basal vulkanik, dan sejenisnya, dicacah menjadi bagian yang lebih kecil dan disebar ke lahan-lahan yang ada di dunia. Paparan hujan akan memicu reaksi kimia yang menarik CO2 dari atmosfer, berikatan dengan batu alami tersebut, dan membentuk karbonat.
Karbon yang sudah terikat dengan batuan tersebut akan menjadi bagian dari tanah atau terbawa oleh aliran air menuju sungai dan mengendap di dasar lautan. Dengan kata lain, karbon tersebut akan tersimpan selama ribuan tahun lamanya di alam menjadikannya inisiatif potensial untuk mengurangi emisi karbon di atmosfer.
Namun dari segi aplikasi, ERW membutuhkan lahan yang sangat luas agar potensi penyerapannya maksimal. Secara teknis, hal itu bisa dilakukan dengan menyebar ERW di lahan-lahan pertanian yang ada di dunia. Kini lahan pertanian dunia seluas 15 juta km2 atau dua kali luas Brazil.
Pada 2023, salah satu perusahaan ERW, UNDO, menyebar lebih dari 141.000 ton batu basal di lahan pertanian di Inggris. Seiring waktu, sebaran itu bisa mengurangi sekitar 37.000 ton karbon dioksida. Beberapa perusahaan ERW lain juga berencana menebar ratusan ribu batu basal dan silika untuk mengunci ratusan ribu ton karbon dioksida dalam beberapa tahun mendatang.
Jika dibandingkan dengan metode lain, ERW masih tergolong mahal. Biaya yang dibutuhkan sebesar US$52-480 per ton CO2 yang diserap. Sedangkan teknologi lain seperti Carbon Capture and Storage (CCS) hanya membutuhkan US$39-100 per ton CO2 yang diserap.
Walau begitu, potensi ERW begitu besar. Sebagai contoh, penggunaan 50 ton batuan basal per hektar per tahun di 70 juta hektare lahan jagung Amerika Utara dapat menyerap sebanyak 1,1 miliar ton CO2 dalam jangka panjang, setara dengan 13% emisi tahunan global dari sektor pertanian.
Belum lagi soal potensinya untuk meningkatkan hasil panen. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan batuan silikat bisa meningkatkan hasil panen secara signifikan. Itu karena mineral yang terkunci di dalamnya dapat menstabilkan pH, sehingga mampu mengurangi kebutuhan pupuk dan meningkatkan kesehatan tanah. Uji coba di lahan tebu, menambahkan bubuk basal pada tanah dapat meningkatkan hasil panen sebesar 30% selama lima kali panen berturut-turut.
Dalam penelitian lain selama 12 tahun di hutan New Hampshire, penyebaran bubuk silika bisa mempercepat pemulihan dari hujan asam. Hasilnya menunjukkan bahwa ERW meningkatkan silika terlarut dan kalsium yang masuk ke aliran sungai. Dampaknya mengurangi pengasaman (asidifikasi) di aliran sungai.
Secara cerita, ERW memang tampil sebagai solusi yang sangat menjanjikan dan potensial. Namun, selalu ada sisi lain dari ERW yang membuat beberapa pihak masih ragu akan potensi dari ERW.
Pertama, untuk mendapatkan ERW bukan proses yang ramah lingkungan. Batuan ERW didapat dari proses penambangan, penggilingan, dan penyebaran batuan yang butuh energi masif. Kebutuhan energi untuk memproduksinya sendiri mencapai 30% dari jumlah CO2 yang diserap. Penambangan batuan juga tentu sarat akan perusakan lingkungan dan menimbulkan dampak serius bagi tanah, air, dan keanekaragaman hayati.
Kedua, perhitungan serapan karbon. Belum ada pedoman baku terkait perhitungan serapan karbon dari ERW. Walau ERW menjanjikan bisa menyimpan karbon selama ribuan tahun, ternyata dalam prosesnya, karbon yang sudah disimpan bisa lepas kembali ke atmosfer. Sehingga serapan karbon bersih dari ERW akan berkurang.
Pelapukan yang dipercepat juga akan memicu kontaminasi. Olivin yang terkandung dalam batu, jika melapuk dengan cepat, akan menghasilkan racun seperti kromium dan nikel. Dua senyawa tersebut jadi momok menakutkan bagi tanah, air, dan tanaman dalam jangka panjang.
Enhanced Rock Weathering (ERW) masih tergolong teknologi baru. Belum banyak riset dan perhitungan mendalam yang menganalisa dampak dan potensi serapan karbonnya. Riset dan studi lebih lanjut masih perlu dilakukan untuk menilai keefektifan ERW. Terlepas dari itu, ERW bisa jadi adalah solusi krisis iklim yang menjanjikan di beberapa tempat.
Ikuti percakapan tentang krisis iklim di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :