PERBURUAN dan perdaganga ilegal burung masih terus terjadi. Pada 15 Oktober 2024, aparatur hukum menggagalkan pengiriman lebih dari 6.500 burung dari Sumatera ke Jawa. Penyiataan ini menjadi penyitaan pengiriman burung terbesar dalam sejarah perdagangan satwa ilegal.
Penyitaan ini terjadi di pelabuhan Bakauheni, Lampung. Bekerja sama dengan LSM FLIGHT, Badan Karantina mencegat truk yang mengangkut burung-burung yang berasal dari Kayu Agung, Sumatera Selatan, yang akan dikirim ke Balaraja, Tangerang.
Dalam truk terdapat 6.514 ekor burung yang dimasukkan dalam 216 kotak. Sebagian besar kotak tersebut dikemas dengan rapat dan dilakban. Setelah identifikasi, petugas mendaftar jenis-jenis burung yang diselundupkan itu. Ada aelepuk Jawa (2.080 ekor), prenjak (1.040 ekor), zosterops (1.600 ekor), cucakrawa ekor panjang (160 ekor), trucuk (229 ekor), jalak hitam (120 ekor), goldfinch (60 ekor), dan berbagai jenis burung lainnya. Dari yang disita, 257 ekor termasuk dalam kategori dilindungi.
Aparatur hukum lalu menangkap dua orang yang berhubungan dengan penyelundupan ini. Para tersangka, yang identitasnya belum dipublikasikan, didakwa dua pasal. Pertama, karena tak memiliki sertifikat kesehatan dan tak melaporkan ke petugas karantina, mereka melanggar Pasal 88 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Pelaku terancam hukuman penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 2 miliar rupiah.
Selain itu, pelaku juga dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara.
FLIGHT mencatat dari 2021 hingga 2023, terdapat 121.689 ekor burung kicau sumatera yang disita petugas. Mirisnya, banyak burung yang saat ditemukan sudah mati karena menempuh perjalanan panjang dari habitat aslinya ke lokasi tujuan perdagangan.
Sekitar 80% dari penyitaan tersebut terjadi di Lampung. Lampung memang jadi lokasi yang strategis sebagai hub antara Sumatera dan Jawa, pulau terpadat di Indonesia. Bahkan, rute penyelundupannya meluas hingga ke luar Indonesia, termasuk Filipina yang kerap jadi tujuan utama.
Perdagangan ilegal satwa liar di seluruh dunia bernilai hingga US$ 23 miliar setiap tahun. Dengan satu dari empat spesies burung menjadi objek perdagangan.
Memberantas perdagangan satwa liar menjadi fokus pemerintah Indonesia. Namun, perhatiannya lebih besar untuk satwa-satwa endemik besar seperti orang utan dan harimau. Sedangkan, satwa-satwa kecil seperti burung kicau belum mendapat perhatian yang besar.
Ikuti percakapan tentang perdagangan satwa di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :