SAMPAH plastik telah menjadi pemicu polusi lingkungan. Tapi, makin bermasalah, produksi plastik makin naik. Lebih dari 11 miliar metrik ton plastik diproduksi sejak 1950 hingga 2022, 71% dari jumlah tersebut diproduksi di abad ke-21.
Dari miliaran ton plastik itu sebanyak tiga seperempatnya menjadi sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir atau bahkan langsung mencemari lingkungan. Sampah plastik sampai ke tempat tertinggi di Gunung Everest hingga tempat terdalam di Palung Mariana, mulai dari tempat paling berpenghuni di kota-kota besar, hingga tempat minim manusia di kutub.
Selama ini banyak yang membahas bahwa plastik berbahaya bagi lingkungan dan menjerat satwa. Kini, para peneliti menemukan kaitan sampah plastik dengan penurunan kesehatan manusia.
Sebuah laporan penelitian yang dipublikasikan di jurnal One Earth, sekelompok peneliti mengumpulkan semua dampak negatif plastik. Plastik seringkali dipasarkan sebagai polimer murni yang sederhana, seperti dilabeli dengan polyester, poliuretan, PVC, HDPE, dan lainnya. Plastik seperti PVC dan polistirena bisa melepaskan zat bahaya seperti stirena, ftalat, dan vinil klorida.
Kemasan plastik, mainan, peralatan dapur, dan bahan bangunan plastik hampir pasti menyertakan campuran bahan kimia. Biasanya sebagai alat bantu pemrosesan dan zat aditif seperti pemlastis, penghambat api, dan pigmen. Bahan-bahan tersebut bisa mencapai 70% dari berat plastik itu sendiri.
Beberapa bahan kimia tersebut bersifat karsinogenik, mutagenik, dan beracun bagi reproduksi dan perkembangan. Dari lebih 16.000 bahan kimia yang digunakan untuk membuat plastik, lebih dari 4.200 menjadi perhatian para ahli kesehatan. Dengan sifatnya yang persisten, bioakumulasi, mudah berpindah, dan beracun, bahan-bahan kimia itu bisa mempengaruhi kesehatan manusia.
Bahan-bahan kimia tersebut tidak hanya berdiam di dalam plastik, melainkan bisa masuk ke dalam tubuh kita dalam berbagai mekanisme. Sebuah studi menemukan bahwa lebih dari 3.600 bahan kimia ditemukan dalam kemasan makanan plastik dan dalam darah manusia. Hal itu mengindikasikan bahwa bahan kimia tersebut lepas dari plastik dan masuk ke tubuh kita.
Studi lain juga pernah mengaitkan antara tingkat kanker payudara dengan keberadaan bahan kimia di luar ruangan yang digunakan untuk membuat plastik polistirena dan PVC. Satu bahan kimia menjadi sorotan yakni plasticizer yang membuat plastik lebih lembut dan fleksibel, seperti BPA, bisphenol, dan ftalat.
Namun, plasticizer juga pengganggu endokrin, sistem kelenjar yang memproduksi dan mengatur hormon. Selain itu, PFAS (Per- and Polyfluoroalkyl Substances), atau dikenal juga sebagai forever chemicals, adalah bahan kimia beracun pengganggu endokrin yang sering ditemukan dalam plastik. Apalagi, seperti julukannya, forever chemicals, PFAS tidak pernah terurai atau hilang yang membuatnya jadi lebih berbahaya dibanding bahan kimia lain dalam plastik.
Bahan kimia pengganggu endokrin memiliki kaitan dengan kanker yang berhubungan dengan hormon, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Sebuah analisis menunjukkan bahwa orang dengan tingkat pengganggu endokrin yang lebih tinggi dalam tubuh cenderung mengalami obesitas. Lebih banyak pengganggu endokrin di tubuh wanita juga memberikan peluang keberhasilan kehamilan yang lebih rendah.
Studi lain juga menemukan bahwa setengah pasien penyakit kardiovaskular memiliki mikroplastik dalam arteri karotis mereka dan berisiko lebih tinggi terkena serangan jantung dan stroke dibanding mereka yang tak memiliki kandungan mikroplastik. Tak hanya dalam pembuluh darah, mikroplastik juga pernah tercatat ditemukan di usus, hati, hingga tinja manusia.
Semua kejadian dan studi yang pernah dibuat para peneliti terlihat ada korelasi antara keberadaan plastik dalam tubuh dengan penyakit yang diderita manusia, dari jantung hingga kanker. Namun, bukan berarti plastik adalah satu-satunya penyebab penyakit tersebut.
Para ilmuwan percaya bahwa meningkatnya angka kanker, penyakit paru-paru, ketidaksuburan, dan jantung tak hanya disebabkan oleh gaya hidup belaka. Juga dipengaruhi oleh polutan di lingkungan, termasuk yang terkandung di dalam plastik.
Solusinya? Daur ulang plastik tampak sebagai solusi yang menjanjikan. Ternyata proses daur ulang yang tak sesuai prosedur, justru menimbulkan pencemaran zat kimia plastik ke lingkungan. Mengubah plastik menjadi listrik (waste to energy) juga melepaskan zat berbahaya plastik ke atmosfer. Memang dua hal itu bisa diantisipasi dengan peraturan lingkungan yang ketat dan filter udara.
Daur ulang plastik mungkin akan mengatasi masalah masa pakai plastik, yang menjadi hulu dari daur hidup plastik. Namun di hilir, produksi plastik juga perlu dibatasi untuk menghindari jumlah yang membludak. Karena ketika menjadi sampah, plastik mencemari lingkungan, dan membahayakan kesehatan manusia.
Ikuti percakapan tentang sampah plastik di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :