Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 18 Desember 2024

Bisakah Izin Tambang dalam Kawasan Hutan Dicabut?

Terutama bagi perusahaan yang tak melakukan reklamasi areal hutan yang rusak. Apa aturannya?

Pertambangan nikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara

ADA perbincangan menarik dalam rapat perdana Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dengan Komisi bidang Kehutanan DPR pada 20 November 2024. Seorang anggota Komisi bertanya: apakah berani mencabut izin tambang yang tidak melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang diberikan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) yang sudah tidak digunakan.

Dengan terbata-bata, Menteri Raja menjawab bahwa ia berani mencabut izin tambang dalam kawasan hutan sepanjang sesuai dengan prosedur. Jawaban Menteri yang normatif dan bersayap. Izin mengurus tambang tidak mudah, apalagi investasinya tidak sedikit. Belum lagi, pendapatan yang diterima negara dari hasil tambang sangat besar dibanding dengan pendapatan korporasi dari usaha kehutanan yang ada selama ini.

Konstruksi Kayu

Untuk memahami izin pengurusan tambang dalam kawasan hutan serta kewajiban dan hak korporasi tambang dan kemungkinan pencabutan izin tambang apabila melanggar ketentuan, berikut ulasannya: 

Ketentuan regulasi

Dalam Undang-Undang 41/1999 tentang kehutanan pasal 38 disebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya bisa dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh menteri dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan. Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertambangan terbuka.

Sementara dalam Peraturan Pemerintah 23/2021 tentang penyelenggaraan kehutanan, izin pertambangan dalam kawasan hutan masuk dalam ranah penggunaan kawasan hutan. Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan (termasuk pertambangan) hanya bisa dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan.​

Penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan produksi bisa dilakukan dengan penambangan dengan pola pertambangan terbuka dan/atau pertambangan bawah tanah. Dalam kawasan hutan lindung hanya bisa pola pertambangan bawah tanah dengan tanpa mengakibatkan turunnya permukaan tanah; berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan/atau; terjadinya kerusakan akuifer air tanah. 

Penambangan bawah tanah pada hutan lindung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam PP ini, izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) berubah menjadi PPKH. PPKH tambang wajib membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan kawasan hutan.

PPKH tambang pada provinsi yang kurang kecukupan luas kawasan hutannya, selain membayar PNBP penggunaan kawasan hutan juga diwajibkan untuk membayar PNBP kompensasi. Pemegang PPKH tambang diwajibkan melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada Kawasan Hutan yang diberikan PPKH yang sudah tidak digunakan.

PPKH tambang diberikan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan permohonan. Berdasarkan PPKH, pemegang persetujuan dapat melakukan penebangan pohon dalam rangka pembukaan lahan dengan membayar provisi sumber daya hutan (PSDH) dan/atau dana reboisasi.​

Anomali regulasi

Pada 11 Maret 2004, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Kehutanan Nomor 1/2004 untuk menyelesaikan tumpang-tindih areal pertambangan di hutan lindung. Perpu ini memberikan izin bagi 13 perusahaan tambang—dari 22 perusahaan—untuk melanjutkan kegiatan produksinya. Alasannya 13 perusahaan itu memiliki cadangan tambang yang jelas dan memenuhi syarat keekonomian.

Perpu 1/2004 menambah ketentuan baru pasal 83a yang mengatur semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di kawasan hutan yang telah ada sebelum UU 41/1999 berlaku, tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian tersebut. Perpu ini sebenarnya tidak perlu terbit apabila IPPKH clear and clean tata kelolanya.

Di masa lalu, meskipun ada penjelasan bahwa pembangunan di luar kepentingan kehutanan mesti selektif, larangan alih fungsi hutan, penambangan terbuka, dan mesti persetujuan DPR, skema IPPKH belum mampu mencegah penyimpangan. Skema pinjam pakai kawasan hutan justru menjadi pintu masuk alih fungsi hutan.

Setelah UU Cipta Kerja, skema pinjam pakai kawasan hutan untuk pembangunan nonkehutanan berlanjut dan lebih mengkhawatirkan. Banyak penyimpangan IPPKH untuk pertambangan. Pemerintah daerah memberikan rekomendasi pertimbangan teknis dan lemahnya pengawasan pemerintah pusat. Setelah UU Cipta Kerja, izin pinjam pakai kawasan hutan tak perlu lagi persetujuan DPR.

Para politisi pun mengkritik pemerintah di titik ini karena mereka menganggap pertimbangan ekonomi lebih dominan dibanding lingkungan. Soalnya, PP 105/2015 menyebutkan aktivitas nonkehutanan selain harus punya IPPKH juga wajib menyerahkan lahan kompensasi. Untuk pertambangan, lahan kompensasinya dua kali lipat dari luas lahan pinjam pakai.

Dalam PP 23/2021, IPPKH diubah menjadi PPKH, pengusaha mendapat pilihan: sediakan lahan kompensasi atau bayar PNBP kompensasi plus PNBP penggunaan kawasan hutan.

Karena IPPKH lindung untuk keperluan lain harus diperjelas dan dipertegas bahkan dihentikan karena alih fungsi hutan lindung dalam skala luas akan mengancam kelestarian kawasan hutan. Pemulihan kawasan hutan lindung, termasuk rehabilitasi dan revegetasinya, tidak semudah di hutan produksi.

Pencabutan PPKH tambang

Sebenarnya dalam PP 23/2021 pasal 99, ada 10 kewajiban pemegang PPKH tambang, yang salah satunya melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada area hutan yang sudah tidak digunakan. 

Jadi, pertanyaan anggota Komisi IV dalam rapat dengan Menteri Kehutanan berlebihan apabila karena hanya tidak/belum melakukan kegiatan reklamasi pada bekas tambang pemerintah mencabut izin eksploitasi. Lagi pula sebelum pencabutan PPKH, Kementerian Kehutanan terlebih dahulu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan PPKH tambang tersebut melalui kegiatan monitoring dan evaluasi.

Presiden Joko Widodo pada 2022 pernah mencabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batu bara, namun bukan karena perusahaan tidak/belum merehabilitasi bekas areal tambangnya. Pencabutan IUP karena perusahaan tidak pernah menyampaikan rencana kerjanya, padahal izin sudah bertahun-tahun diberikan.

Reklamasi hutan adalah usaha memperbaiki atau memulihkan lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Menurut PP 76/2008, reklamasi hutan dilakukan pada lahan dan vegetasi hutan pada kawasan hutan yang telah mengalami perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah akibat penggunaan kawasan hutan dan bencana alam.

Ikuti percakapan tentang pertambangan di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Pernah bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain