Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 01 Januari 2025

Populasi Tuna Sirip Biru Naik, Perubahan Iklim Mengancamnya

Populasi tuna sirip biru meningkat. Namun masih rentan karena perubahan iklim.

Ikan tuna sirip biru (foto: Animals & Earth)

BERUKURAN hingga 3 meter, tuna sirip biru adalah tuna terbesar di dunia. Predator puncak di lautan ini juga mampu melesat hingga 70 kilometer per jam, menjadikannya salah satu perenang tercepat di bumi. Selain perenang tercepat, ikan tuna sirip biru juga dilabeli sebagai ikan terlezat dan termahal di dunia.

Harga tuna sirip biru seberat 278 kilogram pernah terjual hingga US$ 3 juta, setara Rp 48,5 miliar, di sebuah acara lelang di Tokyo. Tuna memang keluarga ikan yang paling berharga di seluruh dunia, terutama digunakan dalam sushi dan sashimi.

Namun, dengan kelezatan, popularitas, dan harga yang mahal membuat populasi tuna sirip biru terancam. Perburuan dan penangkapannya naik mencapai 50.000 ton per tahun pada 1990-an.

Pada 1980 hingga 1990-an, penangkapan tuna sirip biru meningkat secara dramatis. Pada akhirnya di 1996, tuna sirip biru Atlantik terdaftar sebagai spesies terancam punah. Di Atlantik Timur dan Mediterania, populasinya turun 85% dibanding dengan pada 1950-an.

Sebenarnya, pada 1990-an, upaya mencegah penangkapan tuna telah dilakukan dengan cara membatasi tangkapan dengan penerapan kuota. Namun hal tersebut tak mampu menghentikan laju penangkapan berlebihan tuna. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum jadi salah satu faktornya.

Kelestarian tuna sirip biru dinilai berdasarkan biomassa stok pemijahan yang tak ditangkap, jumlah ikan dewasa yang secara teoritis akan ada jika tak ada penangkapan. Pada akhir 2000-an, penangkapan ikan tuna sirip biru telah menurunkan biomassa sirip biru hingga mencapai 2% dari potensi stok pemijahan! Terendah dalam sejarah.

Penurunan ini mendorong tindakan multilateral pada 2011. Dengan kesepakatan multilateral untuk membangun kembali stok tuna sirip biru, setidaknya 20 persen dari biomassa stok pemijahan di 2034.

Langkah utamanya adalah menerapkan kuota penangkapan ikan sebesar 10.000 ton. Sistem kontrol juga diperketat untuk mengurangi perburuan liar dan ilegal. Nelayan dilarang menangkap tuna sirip biru yang ukurannya di bawah 30 kilogram. Berbagai pembatasan waktu dan ruang juga ditetapkan untuk armada nelayan. Penelitian dan pengumpulan data tuna sirip biru dilakukan intens untuk mendukung penerapan kebijakan.

Dengan kerja sama multilateral dan multipihak, dari nelayan, ilmuwan, swasta, hingga pemerintah, populasi tuna sirip biru meningkat. Dari yang sebelumnya 2% menjadi 23,2% pada 2022.

Namun, berita baik tersebut bukan berarti menghilangkan ancaman kepunahan tuna sirip biru. Sebab ada satu hal lagi yang menjadi ancaman besar tuna sirip biru, yakni perubahan iklim.

Perubahan iklim dan meningkatnya suhu laut telah menggeser pola migrasi ikan tuna sirip biru. Studi National Marine Fisheries Service menemukan bahwa tuna sirip biru Atlantik bergerak lebih jauh ke utara. Hal ini diperkirakan sebagai respon terhadap gelombang panas laut. Mereka mencari perairan yang lebih dingin.

Kekhawatiran juga timbul di area pemijahan tuna sirip biru. Pada Juni-Juli, tuna sirip biru Atlantik datang ke Mediterania untuk bertelur. Namun, Laut Mediterania adalah bagian yang paling terdampak perubahan iklim. Dengan proyeksi peningkatan suhu 1-3 Celcius.

Telur tuna sirip biru berkembang baik saat suhu mencapai 20Celcius. Tapi jika makin hangat dan melewati ambang batas, yakni 28C, perkembangan dan metabolisme mereka akan terganggu. Pada Agustus 2024, suhu Laut Mediterania menyentuh 28,45C. Jika ini terus berlangsung, tuna sirip biru akan mencari tempat yang lebih dingin untuk pemijahan.

Teluk Biscay, teluk di timur laut Samudra Atlantik yang terletak di sebelah selatan Laut Celtic, menjadi opsi pemijahan bagi tuna sirip biru. Namun, di sana sudah ada perikanan tradisional yang sudah mapan, seperti teri dan sarden. Tuna remaja akan jadi tangkapan sampingan penangkapan teri dan sarden.

Perubahan pola migrasi juga akan mempengaruhi komunitas nelayan yang menggantungkan penghasilan dari tuna sirip biru. Di Mediterania, sistem perangkap tuna bergantung pada pola migrasi tuna sirip biru yang sama setiap tahunnya. Perubahan pola migrasi membuat sistem perangkap tuna yang ada tak lagi dapat diandalkan.

Perubahan pola migrasi akan memberikan efek domino bagi populasi tuna sirip biru hingga penghasilan nelayan tuna. Pembatasan penangkapan tuna sirip biru telah membuahkan hasil yang memuaskan. Namun, tuna sirip biru tak pernah lepas dari ancaman kepunahan.

Ikuti percakapan tentang dampak perubahan iklim di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain