SEBUAH kecelakaan pesawat Jeju Air di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, pada 29 Desember 2024 menjadi sorotan dunia. Insiden yang menewaskan 179 orang itu diduga akibat bird strike atau tabrakan antara pesawat dan burung. Tabrakan itu menyebabkan roda pendaratan depan gagal berfungsi, membuat pesawat tergelincir hingga menabrak pagar beton.
Jika menelusuri catatan sejarah, kecelakaan serupa sudah pernah terjadi sebelumnya, seperti kasus US Airways Penerbangan 1549 pada 2009. Pesawat kehilangan daya pada kedua mesinnya setelah menabrak kawanan burung sehingga pilot melakukan pendaratan darurat di Sungai Hudson. Keberhasilan pilot menyelamatkan seluruh penumpang tanpa korban kala itu menjadi pengecualian. Bird strike kerap kali membawa dampak serius bagi keselamatan penerbangan.
Meski sebagian besar insiden tidak berujung kecelakaan fatal, bird strike bisa menyebabkan kerugian finansial dan operasional yang sangat besar. Oleh karena itu, bird strike perlu perhatian lebih dari semua pihak yang terlibat dalam dunia penerbangan agar insiden serupa tidak terulang.
Ancaman bird strike menjadi bagian dari sejarah penerbangan sejak awal perkembangannya. Pada 1905, Orville Wright melaporkan pesawatnya menabrak burung saat uji coba di Dayton, Ohio. Kasus fatal pertama yang tercatat terjadi pada 1912, ketika Calbraith Perry Rodgers, seorang penerbang terkenal, tewas akibat pesawatnya menabrak burung di Long Beach, California. Sejak itu, bird strike menjadi risiko nyata yang mesti dipertimbangkan dalam dunia penerbangan.
Menurut data International Civil Aviation Organization (ICAO), kerugian finansial akibat bird strike mencapai US$ 1,2 miliar setiap tahun. Biaya itu mencakup kerusakan pesawat, penundaan penerbangan, hingga kerugian operasional lainnya. Sekitar 3,6% bird strike menyebabkan kerusakan serius pada pesawat dan beberapa di antaranya berujung pada korban jiwa. Namun, dampaknya tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga trauma psikologis yang dialami awak pesawat dan kekhawatiran terhadap keselamatan yang sering kali diabaikan.
Meskipun bird strike tidak bisa dihilangkan sepenuhnya, strategi mitigasi yang sistematis bisa mengurangi risikonya. Pengelola bandara memainkan peran utama dalam mengelola lingkungan agar lebih aman bagi penerbangan dan tidak menarik bagi burung.
Strategi utama mitigasi bird strike bisa melalui manajemen habitat burung yang baik. Idealnya bandara tidak dibangun di lahan yang menjadi habitat burung. Jika sudah telanjur, area di dalam dan sekitar bandara dapat dikelola dengan cara mengurangi atau menghilangkan sumber daya yang menarik burung, seperti makanan, air, atau vegetasi tertentu. Untuk mencegah datangnya burung, pengelola bisa menjaga kebersihan area bandara dan ketinggian rumput yang menjadi habitat utama burung di bandara.
Selain itu, penggunaan alat pengusir burung juga diperlukan. Alat seperti suara predator, laser, atau burung pemangsa terlatih digunakan untuk menjauhkan burung dari area landasan pacu. Pendekatan ini mesti diperkuat dengan pemantauan dan survei populasi burung secara berkala. Informasi tentang pola migrasi atau aktivitas burung lokal digunakan untuk menentukan waktu dan lokasi risiko tertinggi. Peran teknologi pun tidak kalah penting. Radar dan sistem deteksi real time memungkinkan bandara mendeteksi keberadaan burung di area udara dan mengambil tindakan pencegahan dengan cepat.
Kolaborasi dengan ahli biologi juga diperlukan untuk memahami perilaku spesifik spesies burung di sekitar bandara sehingga strategi mitigasi dapat disesuaikan. Kolaborasi antara pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Burung Indonesia dalam kajian risiko bird strike, misalnya, mengidentifikasi blekok sawah (Ardeola speciosa) dan kuntul kerbau (Bubulcus ibis) sebagai dua spesies paling berisiko terhadap bird strike. Penilaian ini didasarkan pada perilaku berkelompok, massa tubuh, ketinggian terbang rata-rata, dan tingkat pengendaliannya.
Manajemen habitat padang rumput dan semak dilakukan karena area ini menjadi daya tarik utama bagi kedua spesies yang berisiko tinggi tersebut. Selain tindakan di lapangan, pendidikan dan pelatihan bagi staf bandara dan awak pesawat juga menjadi elemen krusial. Langkah ini dinilai penting guna memastikan semua pihak memahami risiko bird strike dan bisa merespons secara cepat dan tepat jika ancaman terdeteksi.
Pihak maskapai penerbangan juga memiliki tanggung jawab dalam mitigasi bird strike. Maskapai penerbangan dapat memastikan desain pesawat yang lebih tahan terhadap bird strike dan disarankan untuk bersikap proaktif dalam menghadapi risiko satwa liar, seperti menunda lepas landas atau mendarat jika melihat burung di landasan pacu. Akan baik juga jika meninjau skenario serangan burung selama pengarahan prapenerbangan. Selain itu, awak pesawat sebaiknya merencanakan jarak pendaratan ekstra untuk mengantisipasi sambaran burung yang dapat mempengaruhi penggunaan pembalik dorongan.
Bird strike merupakan pengingat bahwa manusia dan burung berbagi ruang yang sama. Sebagai penghuni bumi, burung memiliki peran ekologis yang tidak tergantikan, termasuk dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Karena itu, mitigasi bird strike tidak hanya soal keselamatan penerbangan, tetapi juga melibatkan upaya untuk memastikan kelestarian burung dan habitatnya.
Memosisikan bird strike sebagai isu penting dalam dunia penerbangan merupakan langkah penting untuk menjaga keselamatan penerbangan sekaligus keberlanjutan ekosistem. Kolaborasi antara industri penerbangan, pengelola bandara, ilmuwan dan praktisi menjadi kunci untuk mengembangkan strategi dan praktik terbaik yang efektif, di mana keselamatan manusia dan burung sama-sama diutamakan. Harmoni ini tidak hanya melindungi nyawa tetapi juga menjaga keseimbangan alam yang menjadi bagian dari kehidupan kita.
Ikuti percakapan tentang bird strike di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Pegiat konservasi Burung Indonesia
Topik :