TULISAN singkat ini ingin mendiskusikan subyek hutan dan kebun dalam ruang lingkup sudut pandang yang lebih mendasar sebagai common denominator atau landasan pemikiran untuk bisa melihat keduanya secara lebih terang.
Dalam tataran nilai kita mengenal tiga jenis nilai yaitu nilai eksistensi (existence value), nilai instrumental (instrumental value) dan nilai tukar (exchange value). Nilai eksistensi hutan dengan sendirinya menempatkan hutan sebagai sumber daya alam yang unik dan memiliki multidimensi nilai.
Bahkan, lebih dari itu, hutan bukan sekadar sumber daya alam, tapi lebih tepat lagi sebagai suatu ekosistem penyangga seluruh aspek kehidupan. Karena itu, kehadiran hutan merupakan kehadiran secara eksistensial dan sekaligus pula fungsional/instrumental dan sebagai sumber pendapatan dalam konteks nilai pasar (exchange value ).
Sudah menjadi dalil bahwa nilai pasar suatu ekosistem, seperti hutan, jauh lebih rendah daripada nilai pasar komoditas yang sederhana seperti logam mulia atau produk industri. Sebagai ilustrasi yang mudah dipahami, misalnya, udara yang kita hirup atau sinar matahari yang kita nikmati nilai tukar dasarnya tidak ada.
Satu hal sebagai penciri kehidupan adalah ketersediaan air. Dengan mudah kita menunjukkan bahwa hutan mempengaruhi ketersediaan air sebagaimana yang digambarkan dalam siklus hidroorologis.
Artikel ini akan menyederhanakan fenomena hutan yang kompleks ke dalam formula sederhana: mengapa hutan memiliki nilai eksistensial bagi manusia dan segala makhluk hidup lainnya melalui air. Kuncinya ada dalam peran hutan sebagai pemasok bakteri dalam membentuk bioaerosol dalam gumpalan-gumpalan awan menjadi hujan.
Dalam 1 gram tanah bisa terdapat miliaran bakteri. Apalagi dalam tanah hutan yang mengandung kadar C organik tinggi dibanding tanah pertanian/perkebunan. C organik adalah tempat hidupnya bakteri.
Dalam tubuh kita juga jumlah bakteri jauh melebihi jumlah sel tubuh kita. Jumlahnya triliunan. Maka tidak keliru jika ada yang mengatakan bahwa kehidupan kita diatur oleh bakteri.
Siklus hidrologi (perputaran air: air-uap-es-air lagi dan seterusnya) melibatkan hutan.
Jadi, dipandang dari sudut ini: hutan = air = penentu kehidupan semua makhluk hidup (bernyawa, termasuk tanaman dan mikroorganisme) dan makhluk tidak bernyawa (abiotik) juga.
Teori lama siklus hidrologi hanya menerangkan air menjadi uap air, ditiup angin ke arah gunung dan gunung pada umumnya hutan. Uap air ini terus naik ke atas (atmosfer) dan berubah menjadi es. Es ini kemudian mencair lagi menjadi air hujan.
Belum lama ini teori siklus hidroorologis berkembang dengan menerangkan peran bakteri dalam membekukan uap air menjadi es pada temperatur yang lebih rendah (dingin) misal -38° Celsius, kalau awan tidak mengandung bioaerosol. Sebaliknya, apabila bakteri yang sebagai bioaerosol hadir dalam jumlah dan variasi yang memadai, proses kondensasi dari uap air menjadi es akan terjadi pada temperatur -10°C. Pembentukan hujan akan terjadi dalam tempo yang lebih cepat.
Jadi, hutan sebagai suatu ekosistem hasil suksesi ribuan atau jutaan tahun berperan sebagai pemasok bakteri. Apabila hutan ini dikonversi menjadi lahan selain hutan, akan mengubah sifat ekosistem ini. Nilai eksistensi hutan hilang, demikian juga kemungkinan hilangnya nilai instrumentalnya.
Kita baru bicara satu aspek bakteri, namun sudah sedemikian kompleks ekosistem hutan ini. Belum lagi bicara aspek keanekaragaman hayati, satwa liar, island life, stock genetics, dll., apalagi bagi kita sebagai bangsa tropika.
Berapa banyak spesies bakteri yang berperan sebagai Ice Nucleation-Active (INA) (bioaerosol) belum diketahui secara pasti. Ada 1.000 bakteri yang berperan menciptakan hujan. Daftar selengkapnya bisa dilihat di lama Facebook saya.
Apa manfaat bakteri dalam ekosistem hutan selain sebagai INA? Dari hasil penelusuran kecerdasan buatan diperoleh gambaran sebagai berikut:
Bakteri INA dan Adaptasi Perubahan Iklim
Bakteri Ice Nucleation-Active (INA) memainkan peran penting dalam adaptasi perubahan iklim dengan mempengaruhi pembentukan awan dan presipitasi. Berikut adalah cara mereka berkontribusi:
- Pembentukan Awan. Bakteri INA bertindak sebagai nukleator es biologis, mempromosikan pembentukan kristal es di awan pada suhu yang lebih tinggi daripada tanpa adanya bakteri tersebut. Proses ini bisa menghasilkan presipitasi yang lebih efisien, karena kristal es tumbuh dan akhirnya jatuh sebagai salju atau hujan.
- Peningkatan Presipitasi. Dengan memulai nukleasi es, bakteri INA bisa meningkatkan presipitasi, yang sangat penting untuk menjaga siklus air, terutama di daerah yang mengalami kekeringan. Ini dapat membantu mengurangi dampak perubahan iklim dengan memastikan pasokan air yang cukup untuk pertanian dan ekosistem.
- Regulasi Iklim. Bakteri INA berkontribusi pada regulasi iklim bumi dengan mempengaruhi sifat awan dan pola presipitasi. Ini dapat memiliki efek pendinginan pada planet ini, karena awan memantulkan sinar matahari kembali ke angkasa, mengurangi jumlah panas yang diserap oleh permukaan bumi.
- Manfaat Pertanian. Dalam konteks pertanian, bakteri INA dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan hasil panen dengan meningkatkan presipitasi dan mengurangi kebutuhan irigasi. Hal ini sangat penting di daerah yang sumber daya airnya langka akibat perubahan iklim.
Secara keseluruhan, bakteri INA merupakan komponen alami yang penting dalam sistem iklim bumi, membantu beradaptasi dan mengurangi efek perubahan iklim global. Peran mereka dalam pembentukan awan dan presipitasi membuat mereka menjadi sekutu berharga dalam melawan perubahan iklim.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Alumnus Fakultas Kehutanan IPB 1978, Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan Penerbitan (2005-2010). Sekarang Rektor Universitas Institut Koperasi Indonesia Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
Topik :