SEBAGAI negara tropis, Indonesia menjadi rumah bagi berbagai jenis anggrek. Salah satu yang mungkin belum banyak dikenal adalah Chiloschista javanica Schltr atau anggrek hantu. Meski belum terancam punah, konservasi anggrek hantu perlu untuk melestarikannya.
Sebab, pesona dan kemampuan beradaptasinya luar biasa, yaitu tumbuh di bebatuan dan minim air atau hutan karst daerah Istimewa Yogyakarta. Meskipun memiliki keunikan, ancaman terhadap habitat aslinya perlu dicegah dan diatasi melalui berbagai upaya konservasi, seperti perlindungan habitat, budidaya ex-situ, serta peningkatan kesadaran masyarakat.
Anggrek hantu merupakan anggrek spesies yang hidup secara epifit, artinya anggrek ini menempel pada ranting atau dahan pohon, tetapi tidak mengambil nutrisi dari pohon inangnya, jadi keberadaannya tidak merugikan.
Anggrek hantu memanfaatkan kelembaban udara dan hujan untuk memenuhi kebutuhan air dan nutrisinya. Hal inilah yang menjadikan anggrek ini istimewa, salah satunya adalah kemampuan bertahan dilingkungan bebatuan keras, kering, dan tandus seperti di hutan karst namun anggrek ini masih mampu berkembang dengan baik.
Selain itu anggrek hantu memiliki keunikan tersendiri secara morfologi yaitu tidak memiliki daun. Bunganya berwarna kontras, kuning mencolok dengan akar yang berwarna hijau cenderung coklat. Akarnya tampak menyerupai kawat kecil yang melekat pada kulit pohon, sementara bunga kecilnya yang berwarna cerah menambah kesan anggun meskipun ukurannya mungil.
Di antara bebatuan karst yang kering, keindahan anggrek hantu ini menjadi pesona alam yang tersembunyi. Di kawasan pegunungan karst seperti di Yogyakarta, anggrek hantu menjadi salah satu contoh bagaimana tumbuhan mampu beradaptasi dilingkungan yang kurang ideal dan minimnya ketersediaan air.
Wilayah karst seperti di pegunungan Nglangeran, tanahnya cenderung kering, kurang subur, dan drainase air yang cepat. Namun begitu anggrek ini mampu memanfaatkan air di udara seperti adaptasi dari akar epifit yang efisien, yang menjadikannya mampu bertahan hidup pada kondisi alam yang mencekam.
Selain itu, anggrek hantu juga menunjukkan kemampuan beradaptasi pada pencahayaan yang relatif rendah di bawah kanopi daun-daun pada hutan karst. Meski begitu, anggrek ini tetap mampu melakukan fotosistesis, berbunga dan berbuah meskipun cahaya terbatas.
Status konservasi anggrek hantu
Saat ini C. javanica belum secara spesifik terdaftar dalam daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature), sehingga status konservasinya belum dikategorikan secara jelas. Namun, secara umum, banyak anggrek spesies baik epifit maupun terentrial, mengalami ancaman habitatnya akibat deforestasi, perambahan liar, perdagangan anggrek liar.
Anggrek C. javanica tercantum dalam daftar CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dengan Lampiran II CITES yang berarti spesies anggrek ini belum terancam punah di alam liar, namun tetap membutuhkan pengaturan ketat dalam perdagangannya agar tidak dieksploitasi secara berlebihan. Oleh karena itu, upaya konservasi atas jenis-jenis anggrek spesies termasuk A. javanica sangat diperlukan.
Beberapa strategi konservasi yang bisa diterapkan di antaranya:
Perlindungan habitat. Upaya konservasi hutan karst yang masih alami penting untuk keberlangsungan hidup anggrek epifit ini memiliki habitat yang optimal. Mencegah deforestasi dan penebangan, perambahan di sepanjang pegunungan karst.
Konservasi ex-situ. Pengembangan budidaya anggrek di luar habitat aslinya, seperti di kebun raya, laboratorium, rumah kaca, atau oleh konservationist pecinta anggrek dapat menjadi solusi melindungi anggrek dari kepunahan di alam.
Penyuluhan masyarakat lokal pegunungan karst. Memberikan edukasi kepada masyarakat lokal di sekitar habitat asli anggrek ini akan meningkatkan kesadaran tentang menjaga ekosistem dan melindungi spesies dari kepunahan dimasa depan. Dengan memahami ekologi dan potensinya masyarakat akan lebih sadar akan pentingnya konservasi anggrek.
Pengaturan perdagangan. Meskipun anggrek hantu belum masuk ke dalam daftar merah IUCN dan termasuk Lampiran II CITES, namun regulasi perdagangan tanaman liar tetap harus diterapkan. Hal ini untuk memastikan bahwa anggrek yang nantinya diperjual belikan adalah yang memiliki izin dagang legal dari sumber yang terpercaya dan telah merupakan hasil budidaya secara berkelanjutan.
Strategi dan implementasi konservasi akan memberikan inspirasi bagi para pecinta alam khususnya anggrek di Indonesia maupun dunia.
Ikuti percakapan tentang konservasi di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Doktor lulusan Gifu University dan Shizuoka University. Kini peneliti di Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya dan Kehutanan, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Badan Riset dan Innovasi Nasional (BRIN)
Topik :