Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 03 Maret 2025

Gasifikasi Batu Bara Bukan Kebijakan Tepat Transisi Energi

Gasifikasi batu bara diklaim menghasilkan emisi lebih rendah dibanding batu bara konvensional. Emisi pembuatannya bagaimana?

Gasifikasi batubara

KEBUTUHAN akan energi bersih agar dunia tak memasuki neraka krisis iklim, batu bara makin jadi musuh bersama. Cina telah melarang pabrik-pabriknya memakai batu bara secara bertahap hingga 2060. Namun, sebagai sumber energi yang murah, batu bara tetap jadi andalan. Kini muncul gagasan menjadikan batu bara sebagai gas atau gasifikasi batu bara.

Di prefektur Nagasaki, bagian selatan Jepang, pembangkit listrik tenaga batu bara Matsushima punya ide agar pembangkit listrik mereka tetap beroperasi. Karena Jepang membatasi penggunaan batu bara secara ketat, mereka beralih ke gas batu bara.

Konstruksi Kayu

Gasifikasi batu bara adalah proses mengubah batu bara menjadi gas alami sintetis atau syngas. Syngas bisa digunakan untuk berbagai keperluan seperti pembangkit listrik, pemanas, dan produksi bahan kimia.

Proses gasifikasi batu bara diklaim menghasilkan lebih sedikit emisi polutan dibanding dengan pembakaran batu bara konvensional.

Sejatinya gasifikasi batu bara telah ada sejak lama. Namun tengah naik daun di tengah transisi energi bersih. Gasifikasi batu bara dianggap dapat menjadi langkah awal untuk transisi ke energi bersih, khususnya bagi negara yang menggantungkan diri pada batu bara, seperti Indonesia, India, dan Cina.

Beberapa tahun terakhir, beberapa negara melaksanakan berbagai proyek gasifikasi batubara. Hal ini dilakukan sebagai alternatif bahan bakar fosil konvensional seperti gas alam dan minyak bumi.

Kendati punya emisi polutan yang lebih rendah ketimbang batubara konvensional, bukan berarti gasifikasi batu bara solusi yang ramah lingkungan. Studi yang diterbitkan di Nature Climate Change mengindikasikan bahwa ekspansi gasifikasi batu bara menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih besar dibanding penggunaan gas alam cair (LPG) atau gas alam.

Kajian Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat pada 2020 terhadap gasifikasi batu bara di PT Bukit Asam menghasilkan emisi setara 2 juta knalpot mobil. Ilustrasinya sederhana: mengubah benda padat menjadi gas membutuhkan energi sangat besar. Pemakaian energi menghasilkan emisi karbon.

Saat ini, Cina memimpin dalam proses gasifikasi batu bara. Dengan gasifikasi di Cina tumbuh sebesar 18% pada 2023 dan mengkonsumsi lebih dari 340 juta metrik ton batubara per tahun.

Di Indonesia, pemerintah telah mendorong gasifikasi batubara dengan dua alasan: sebagai alternatif gas alam cair (LNG) dan untuk menopang permintaan domestik. Indonesia telah memulai pembangunan pabrik gasifikasi batu bara. Salah satunya di Muara Enim, Sumatera Selatan, yang direncanakan beroperasi di tahun 2027.

India juga telah menyiapkan misi gasifikasi batu bara nasional. Dengan pabrik percontohan gasifikasi batu bara direncanakan dibangun di negara bagian Odisha. Bagi Jepang, mengimpor batubara dari Indonesia atau Australia lebih kecil risikonya dibandingkan mengimpor gas alam dari Rusia atau minyak dari Timur Tengah.

Gasifikasi batu bara jadi industri yang menggiurkan di negara-negara dengan cadangan batu bara melimpah. Karena itu, kekhawatiran muncul. Gasifikasi batu bara akan membuat ekstraksi batu bara terus berlanjut. Ekstraksi yang terus berjalan akan menghasilkan emisi yang lebih besar. Terutama di tambang-tambang batu bara di Indonesia dan Cina.

Masalah lainnya adalah penggunaan air. Gasifikasi batu bara membutuhkan banyak air dalam prosesnya. Di bagian barat Cina, di lokasi pembangkit listrik tenaga gasifikasi batubara dibangun, sudah mengalami kekurangan air.

Belum lagi, ekstraksi batu bara sarat akan konflik sosial. Penyalahgunaan tanah dan pelanggaran hak masyarakat sekitar adalah hal yang sering terjadi di area pertambangan batubara. Para aktivitas hak asasi manusia telah menandai sebuah proyek di Xinjiang. Dimana proyek tersebut berlokasi di tanah kelahiran suku Uighur, dimana batu bara telah dikaitkan dengan pelanggaran HAM.

Di luar dampak lingkungan dan sosial, kelayakan ekonomi gasifikasi batu bara juga dipertanyakan. Memproduksi metanol atau bahan kimia lain dari batubara membutuhkan biaya yang besar. Dengan proyek-proyek gasifikasi di Amerika Serikat, Belanda, dan Australia menunjukkan kemunduran.

Air Products and Chemical, penyedia teknologi gasifikasi batub ara terkemuka di Amerika Serikat, menarik diri dari seluruh proyek gasifikasi di Indonesia. Mereka menarik rencana investasi sebesar US$2,1 miliar pada tahun 2023.

Untuk bersaing dengan petrokimia yang diproduksi dari LPG atau gas alam, gasifikasi batubara akan membutuhkan subsidi. Seperti keringan pajak atau jaminan pembeli, yang biayanya akan dibebankan kepada konsumen atau pembayar pajak.

Tanpa subsidi, gasifikasi batu bara akan sulit bersaing dengan gas alam dan petrokimia. Dan dari semua aspek, gasifikasi batub ara bukan langkah tepat sebagai transisi ke energi bersih.

Ikuti percakapan tentang gasifikasi batu bara di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain