Untuk bumi yang lestari

Surat dari Darmaga| 17 Februari 2025

Bagaimana Menghitung Kerugian Lingkungan dalam Korupsi

Kasus korupsi kini memasukkan keurgian lingkungan sebagai bagian dari kerugian negara. Bagaimana menghitungnya?

Menghitung kerugian ekologi dalam korupsi sumber daya alam

KETIKA sumber daya alam rusak, muncul pertanyaan apakah kerugiannya bisa dihitung secara nominal? Bagaimana cara menghitung kerusakan lingkungan? Apakah ia bisa disebut korupsi?

Untuk memastikannya, Undang-Undang Nomor 32/2009 telah memberikan definisi yang jelas untuk menghitung kerugian lingkungan. Definisinya lalu dijabarkan lebih detail dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7/2014. Beberapa definisi kerugian lingkungan yang sering digunakan di antaranya adalah:

  1. Kerugian lingkungan hidup adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang bukan merupakan hak milik privat.
  2. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
  3. Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Konstruksi Kayu

Kerugian lingkungan hidup meliputi:

  1. Kerugian karena dilampauinya baku mutu lingkungan hidup sebagai akibat tidak dilaksanakannya seluruh atau sebagian kewajiban pengolahan air limbah, emisi, dan/atau pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;
  2. Biaya: verifikasi lapangan, analisis laboratorium, ahli dan pengawasan pelaksanaan pembayaran kerugian lingkungan hidup;
  3. Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup; dan/atau kerugian ekosistem.

Penghitungan kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dapat pula dijadikan salah satu acuan dalam menghitung besarnya kerugian lingkungan hidup dalam perkara lingkungan hidup yang ditetapkan dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.

Adapun jenis perkara lingkungan hidup meliputi:

  1. Pencemaran air (permukaan) akibat berbagai kegiatan sektor pembangunan (industri, pertambangan, perhotelan, rumah sakit dll);
  2. Pencemaran udara dan gangguan (kebisingan, getaran dan bau) akibat kegiatan sektor pembangunan (industri, pertambangan dan kegiatan lainnya);
  3. Pengelolaan limbah B3 tanpa izin, tidak mengelola limbah B3 atau pembuangan limbah B3, impor limbah, B3 atau limbah B3;
  4. Pencemaran air laut dan/atau perusakan laut (terumbu karang, mangrove dan padang lamun);
  5. Kerusakan lingkungan hidup akibat pembalakan liar dan pembakaran hutan;
  6. Kerusakan lingkungan hidup akibat kegiatan pertambangan dan penambangan liar;
  7. Kerusakan lingkungan hidup akibat alih fungsi lahan dan pembakaran lahan, usaha perkebunan illegal;
  8. Pelanggaran tata ruang, yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Konsep dan penghitungan kerugian lingkungan:

Akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Secara umum, penghitungan kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup merupakan pemberian nilai moneter terhadap dampak pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Besaran nilai moneter kerugian ekonomi lingkungan hidup sekaligus merupakan nilai ekonomi kerugian lingkungan hidup yang harus dibayarkan kepada pihak yang dirugikan oleh pihak yang melakukan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Perhitungan kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tidak terjadi dengan tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses dan memerlukan waktu sejak zat-zat pencemar keluar dari proses produksi, dibuang ke media lingkungan hidup, kemudian mengalami perubahan (menjadi lebih berbahaya) di dalam media lingkungan hidup (udara, air dan tanah), dan terpapar ke dalam lingkungan hidup dan menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Sebelum menghitung kerugian lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup perlu klarifikasi proses terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan identifikasi lingkungan hidup yang terkena dampak pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Klarifikasi terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi identifikasi sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan proses terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Selanjutnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup akan menimbulkan berbagai jenis kerugian yang dapat digolongkan menjadi:

  1. Kerugian karena dilampauinya baku mutu lingkungan hidup sebagai akibat tidak dilaksanakannya seluruh atau sebagian kewajiban pengolahan air limbah, emisi, dan/atau pengelolaan limbah B3. Pencemaran atau rusaknya lingkungan dapat terjadi karena tidak patuhnya usaha dan/atau kegiatan perorangan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan untuk mengolah limbah dan mencegah kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu mereka dituntut untuk merealisasikan kewajibannya dengan membangun IPAL, IPU dan instalasi lainnya dan mengoperasionalkan secara maksimal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban tersebut akan menimbulkan kerugian pada lingkungan hidup dan masyarakat. Nilai kerugian dalam hal ini minimal sebesar biaya pembangunan dan pengoperasian instalasi tersebut.
  2. Kerugian untuk penggantian biaya verifikasi lapangan, analisa laboratorium, ahli dan pengawasan pelaksanaan pembayaran kerugian lingkungan hidup.
  3. Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup.

Biaya Penanggulangan. Pada saat terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, suatu tindakan perlu diambil untuk menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi agar pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dapat dihentikan dan tidak menjadi semakin parah. Tindakan ini bisa dilakukan oleh pelaku usaha dan/atau kegiatan, dan/atau oleh pemerintah. Hanya pada pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tertentu yang diakibatkan oleh kecelakaan dan memerlukan penanganan segera misalnya: pada kasus terjadi tumpahan minyak dari kapal dan kebakaran hutan. Apabila pemerintah yang melakukan tindakan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan telah mengeluarkan biaya untuk tindakan tersebut, jumlah seluruh biaya tersebut harus

Biaya Pemulihan. Lingkungan hidup yang tercemar dan/atau rusak harus dipulihkan dan sedapat mungkin kembali seperti keadaan semula, sebelum terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Tindakan pemulihan lingkungan hidup ini berlaku bagi lingkungan hidup publik yang menjadi hak dan wewenang pemerintah serta lingkungan masyarakat yang mencakup hak dan wewenang perorangan maupun kelompok orang.

Namun tidak semua lingkungan hidup dapat dikembalikan pada kondisi seperti sebelum terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, walaupun penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan/atau perorangan yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan kondisi lingkungan hidup.

Dengan pemulihan kondisi lingkungan hidup diharapkan fungsi-fungsi lingkungan hidup yang ada sebelum terjadi kerusakan dapat kembali seperti semula. Tetapi perlu disadari bahwa terdapat berbagai macam ekosistem, dan setiap ekosistem memiliki manfaat dan fungsi yang berbeda-beda, sehingga usaha pemulihan pun menuntut teknologi yang berbeda-beda pula. Usaha pemulihan kondisi dan fungsi lingkungan hidup menuntut adanya biaya pemulihan lingkungan hidup. 

Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan/atau perorangan yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tidak mampu melaksanakan kewajiban pemulihan lingkungan hidup, mereka wajib membayar biaya pemulihan lingkungan hidup kepada pemerintah. Pemerintah pusat atau daerah yang akan melaksanakan tugas pemulihan kondisi lingkungan hidup menjadi seperti keadaan semula sebelum terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Kerugian ekosistem

Pada saat lingkungan hidup tercemar dan/atau rusak, akan muncul berbagai dampak. Tercemarnya lingkungan hidup ini meliputi lingkungan publik (pemerintah). Semua dampak pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup tersebut harus dihitung nilai ekonominya, sehingga didapat nilai kerugian lingkungan hidup secara lengkap. Sebagai contoh, jika terjadi kebocoran minyak dari kapal tanker, ekosistem laut menjadi tercemar. Dampak selanjutnya dapat terjadi kerusakan terumbu karang, kerusakan hutan mangrove atau kerusakan padang lamun, sehingga produktivitas semua jenis ekosistem tersebut dalam menghasilkan ikan berkurang.

Kerugian masyarakat akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah masyarakat sebagai individu atau perorangan dan masyarakat sebagai kelompok orang-orang. Pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup seperti diuraikan di atas akan menimbulkan dampak berupa kerugian masyarakat akibat rusaknya aset seperti peralatan tangkap ikan, rusaknya perkebunan dan pertanian, rusaknya tambak ikan, serta hilangnya penghasilan masyarakat, dan sebagainya. Akibat kerusakan peralatan tangkap ikan dan tambak ikan berarti bahwa sebagian atau seluruh sumber penghasilan masyarakat di bidang perikanan terganggu sebagian atau seluruhnya. Demikian pula bila ada pertanian atau perkebunan atau peternakan yang rusak sehingga benar-benar merugikan petani dan peternak, semua kerugian tersebut harus dihitung dan layak untuk dimintakan ganti ruginya.

Metode penghitungan kerugian lingkungan

Dalam menghitung kerugian karena dilampauinya baku mutu lingkungan hidup sebagai akibat tidak dilaksanakannya seluruh atau sebagian kewajiban pengolahan air limbah, emisi dan/atau pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun, metode yang digunakan adalah:

  1. Metode penghitungan berdasar akumulasi nilai unit pencemaran. Perhitungan ini memperhatikan keanekaragaman industri dengan jenis dan jumlah parameter limbah berbeda. Juga pendekatan penghitungan kerugian lingkungan hidup didasarkan pada akumulasi nilai unit pencemaran setiap parameter. Nilai unit pencemaran setiap parameter limbah dan basis biaya per unit pencemaran ditetapkan berdasarkan besaran dampak pencemaran pada lingkungan hidup dan kesehatan.
  2. Metode penghitungan berdasarkan biaya operasional. Metode penghitungan kerugian lingkungan hidup ini menggunakan biaya operasional per m3 limbah yang diolah dengan baik dan memenuhi baku mutu pada suatu industri sebagai pembanding bagi industri lain yang sejenis.
  3. Metode penghitungan prinsip biaya penuh. Penghitungan menggunakan ini meliputi biaya tenaga kerja, energi, bahan kimia, pemeliharaan dan depresiasi/amortisasi nilai investasi terhadap fasilitas pengolahan limbah (IPPU, IPAL atau IPLP) eksisting. Dalam hal fasilitas pengolah limbah sudah dimiliki namun kapasitasnya kekecilan dan/atau salah pengoperasian dan/atau sengaja tidak dioperasikan/by-pass) atau dipilih teknologi pengolah limbah baru sesuai dengan kebutuhan proses (dalam hal fasilitas pengolahan limbah belum dimiliki atau sudah dimiliki) agar memenuhi baku mutu limbah.

Dasar penghitungan kerugian lingkungan 

  1. Menggunakan data utama dari survei lapangan dan analisis laboratorium terhadap (emisi/effluent) berbagai jenis limbah yang diolah atau tidak diolah dan dokumen Amdal/UKL-UPL, dan hasil pemantauan RKL-RPL, studi-studi independen dan data sekunder/literatur.
  2. Penghitungan nilai investasi dan biaya operasional menggunakan pilihan teknologi yang ramah lingkungan. 
  3. Total nilai kerugian lingkungan berpotensi lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan oleh pihak pencemar untuk kegiatan pengolahan limbah. Total nilai kerugian lingkungan merupakan penjumlahan biaya pengolahan limbah, kerugian masyarakat, kerugian lingkungan, biaya penanggulangan dan pemulihan, serta biaya verifikasi dan pengawasan.

Penghitungan biaya kewajiban akibat pengolahan limbah mempertimbangkan lamanya kegiatan pencemaran dan pemulihan.

Kerugian untuk pengganti biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup. Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan lingkungan hidup, meliputi:

  1. Biaya penanggulangan pencemaran. Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghentikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang sedang berjalan. Besarnya biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang harus diganti tergantung pada besarnya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang sedang terjadi dan berupa biaya riil yang dikeluarkan.
  2. Biaya pemulihan lingkungan hidup. Biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan hidup adalah biaya yang dikeluarkan untuk memulihkan kondisi lingkungan hidup kembali seperti sebelum terjadinya pencemaran (rona awal). Biaya pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran lingkungan dihitung per jenis media meliputi:
  1. biaya clean up/pemulihan terhadap tanah meliputi: bioremediasi (bioremediation); bioventing; landfarming; landspreading; soil vapor extraction; natural attenuation dan monitoring.
  2. biaya clean up/pemulihan terhadap air tanah meliputi: air sparging; bioremediasi (bioremediation); natural attenuation dan monitoring; pumping dan treatment.

Biaya pemulihan akibat kerusakan lingkungan hidup adalah biaya yang dikeluarkan untuk memulihkan lingkungan hidup kembali seperti sebelum terjadinya kerusakan lingkungan hidup.

Biaya pemulihan lingkungan hidup akibat kerusakan lingkungan meliputi: biaya pengadaan bahan pengganti ekosistem yang rusak (biaya riil); biaya revegetasi; biaya pembangunan reservoir; biaya pendaur ulang unsur hara; biaya pengurai limbah; biaya keanekaragaman hayati; biaya sumber daya genetik; biaya pelepasan karbon; biaya perosot karbon.

Kerugian Ekosistem 

Pemilihan teknik dalam penghitungan nilai ekonomi kerugian lingkungan hidup akibat kerusakan lingkungan hidup didasarkan atas beberapa pertimbangan 

  1. Teknik yang digunakan absah (valid) dan dapat dipercaya (reliable).
  2. Teknik penilaian dapat diterima oleh institusi dan mutakhir.
  3. Teknik yang digunakan dapat dikuasai oleh pengguna.
  4. Teknik yang digunakan sederhana dan tidak membutuhkan biaya besar.

Teknik atau metode penilaian eksternalitas merupakan fungsi kerusakan lingkungan terhadap dampak ekonomi yang menyatakan pertambahan dampak ekonomi setiap unit kerusakan lingkungan hidup disebut sebagai kerugian marginal. Komponen yang dihitung meliputi:

  1. biaya memulihkan fungsi tata air;
  2. biaya pembuatan reservoir;
  3. biaya pengaturan tata air;
  4. biaya pengendalian erosi dan limpasan;
  5. biaya pembentukan tanah;
  6. biaya pendaur ulang unsur hara;
  7. biaya pengurai limbah;
  8. biaya keanekaragaman hayati;
  9. biaya sumber daya genetik;
  10. biaya pelepasan karbon;
  11. biaya erosi;
  12. biaya pemulihan biodiversitas. 

Kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan

Konsep ganti rugi pada kasus kerusakan lingkungan hidup akibat pertambangan menggunakan pendekatan berdasarkan prinsip biaya penuh (full cost principle). Ada pun komponen ganti rugi meliputi tiga komponen, yaitu biaya kerugian ekologis, biaya kerugian ekonomi, dan biaya pemulihan ekologis.

Biaya kerugian ekologi. Untuk kasus kerusakan lingkungan akibat pertambangan yang berakibat pada kerusakan ekologis yaitu :

  1. 1. Biaya menghidupkan fungsi tata air. Guna menghidupkan fungsi hidroorologis hutan yang mengalami kerusakan seperti sediakala maka diperlukan kegiatan rehabilitasi lahan, pengembalian lapisan tanah (subsoil dan topsoil), penanaman jenis endemik, pemeliharaan, penjarangan, pembebasan, pengayaan jenis flora dan fauna, pemupukan, pemberian bahan organik, pengapuran, dan inokulasi mikroba maka diperlukan biaya sebesar Rp 40.500.000/tahun. Biaya menghidupkan fungsi tata air hutan dan lahan tersebut setiap tahunnya disetarakan minimal dengan biaya pembuatan reservoir. Adapun time horizon yang diperlukan untuk pemulihan pada kawasan konservasi (100 tahun), kawasan hutan (15-50 tahun), kawasan kebun (5-10 tahun), lahan rakyat/APL (1-5 tahun)
  2. Biaya pengaturan tata air. Biaya pengaturan tata air didasarkan kepada manfaat air (nilai ekonomi) dalam ekosistem daerah aliran sungai (DAS) adalah sebesar Rp 22.810.000/hektare. 
  3. Biaya pengendalian erosi dan limpasan. Biaya pengendalian erosi dan limpasan dalam daerah aliran sungai (DAS) sebesar Rp 6.000.000/hektare
  4. Biaya pembentukan tanah. Pembentukan tanah sebesar Rp 500.000/hektare
  5. Biaya hilang unsur hara. Biaya hilangnya unsur hara akibat pertambangan Rp 4.610.000/hektare.
  6. Biaya fungsi pengurai limbah. Biaya hilangnya fungsi pengurai limbah yaitu sebesar Rp 435.000. 
  7. Biaya pemulihan biodiversitas. Biaya pemulihan biodiversitas Rp 2.700.000/hektare
  8. Biaya pemulihan genetik. Biaya pemulihan genetik adalah sebesar Rp. 410.000/hektare
  9. Biaya pelepasan karbon. Biaya pelepasan karbon telah hilang karbon pada tanah hutan sebesar Rp 32.310.000/hektare

Kerugian Ekonomi

  1. Nilai deplesi sumber daya alam. Pada bagian kerusakan ekonomi ini terdapat parameter penting yang patut dipertimbangkan adalah hilangnya umur pakai lahan. Adapun time horizon yang diperlukan untuk pemulihan pada kawasan konservasi (100 tahun), kawasan hutan (15-50 tahun), kawasan kebun (5-10 tahun), lahan rakyat/area penggunaan lain (1-5 tahun). Pada 1 hektare tanah nilai pakai lahan ekonomi sebesar Rp 32.000.000/hektare.
  2. Biaya pemulihan lingkungan hidup. Biaya pemulihan untuk mengaktifkan fungsi lingkungan yang hilang adalah penjumlahan penyediaan air melalui pembangunan reservoir, pengendalian erosi dan limpasan, pendaur ulang unsur hara, pengurai limbah, keragaman biodiversitas, sumber daya genetik dan pelepasan karbon.

Apa yang disampaikan di atas menegaskan bahwa perhitungan kerugian lingkungan tidak mudah. Selain harus memenuhi berbagai persyaratan seperti keahlian yang diminta sesuai dengan regulasi yang ada, juga harus dipastikan berapa luas masing-masing areal/kawasan yang terkena dampak. Artinya apakah masuk dalam kawasan hutan atau tidak. 

Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah memastikan bahwa wilayah yang terkena dampak dan diduga rusak lingkungannya, harus secara saintifik rusak berdasarkan hasil Analisa laboratorium dengan menggunakan laboratorium yang terakreditasi. Ini artinya tidak semua orang bisa melakukannya, hanya orang-orang yang mempunyai kapabilitas yang mampu menghitungnya. 

Apalagi pada wilayah di mana areal bukaannya selain sulit dijangkau juga luasannya tidak bisa dihitung dengan mudah dan hanya bisa dihitung dengan menggunakan citra satelit. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7/2014 pernah diminta dihapus melalui uji materi di Mahkamah Agung.

Uji materi itu diajukan oleh Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia yang didukung tim pakar IPB University, yakni Profesor Yanto Santosa, Dr. Basuki Sumawinata, Dr. Gunawan Djajakirana, Profesor Dodik Ridho Nurrochmat, Dr. Bahruni, dan Profesor Lailan Syaufina.

Mahkamah Agung menolak uji materi tesrebut pada 10 Agustus 2017.

Ikuti percakapan tentang kerugian ekologi di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Guru Besar Perlindungan Hutan Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB University

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain