
DI bulan pertama menjabat kembali kursi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mencabut larangan pengeboran minyak dan gas di lepas pantai. Sebagai gantinya, ia mengerem ekspansi pembangunan turbin angin. Menurutnya, turbin angin justru membahayakan burung, paus, dan kehidupan laut.
Biro Manajemen Energi Laut Amerika Serikat atau BOEM merilis sebuah laporan di tahun ini yang menyatakan bahwa paus, lumba-lumba, burung, dan banyak satwa liar yang terbunuh oleh pembangkit listrik tenaga angin di lepas pantai. Laporan tersebut juga memperingatkan bahwa penangkapan ikan komersial terganggu oleh keberadaan turbin angin di lepas pantai.
Laporan setebal 620 halaman itu menyebutkan bahwa turbin angin meningkatkan risiko cedera dan kematian akibat tabrakan. Bagi kelelawar dan burung, keberadaan turbin membuat habitat mereka terganggu dan menyebabkan kematian. Bagi mamalia laut dan penyu, keberadaan turbin angin meningkatkan polusi suara, meningkatkan risiko cedera selama konstruksi, dan membuat mereka harus berpindah habitat.
Laporan BOEM memantik banyak pertanyaan, apakah benar pembangkit tenaga angin seberbahaya itu?
Sayangnya, jawabannya adalah iya. Walau berlabel energi terbarukan dan ramah lingkungan, keberadaan turbin angin memang membahayakan nyawa satwa liar. Berdasarkan studi, diperkirakan sekitar 140.000 hingga 328.000 burung mati akibat turbin angin setiap tahunnya. Bahkan dalam studi lain, diperkirakan mencapai 573.000 kematian burung per tahun akibat turbin angin.
Jumlah tersebut masih jauh lebih sedikit dibanding kematian burung akibat menabrak gedung sekitar 365 sampai 988 juta kematian burung per tahun. Atau akibat tertangkap kucing yang diperkirakan sebesar 1,3-4,0 miliar kematian burung per tahun.
Jika dibandingkan dengan per jumlah energi yang dihasilkan, pembangkit listrik tenaga angin membunuh 0,269 burung per GWh listrik. Sementara, energi fosil membunuh 5,18 burung per GWh listrik yang dihasilkan. Jadi, pembangkit tenaga angin masih lebih "aman" dibanding energi fosil.
Soal polusi suara, konstruksi energi tenaga angin atau turbin angin memang menghasilkan kebisingan. Khususnya saat melakukan survei dan saat penancapan tiang ke dasar laut. Pengamatan menunjukkan bahwa proses konstruksi turbin angin membuat anjing laut dan lumba-lumba menjauh beberapa kilometer dan mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencari makan.
Namun, dampaknya tak selalu negatif. Penelitian menunjukkan bahwa terkadang anjing laut menggunakan turbin angin sebagai tempat berburu untuk mencari makan. Dimana terkadang turbin angin menjadi tempat berkumpul ikan. Membuatnya jadi tempat sempurna untuk berburu.
Sementara itu, pembangkit listrik tenaga fosil juga membuat polusi suara lewat survei seismik mereka. Frekuensi rendah yang dihasilkan survei seismik mengganggu komunikasi lumba-lumba, paus, dan hewan laut lain yang mengandalkan ekolokasi.
Selain itu, pengeboran untuk mendapatkan energi fosil juga penuh risiko kebocoran dan pencemaran minyak. Pengamatan di tumpahan minyak Deepwater Horizon di Teluk Meksiko menunjukkan bahwa lumba-lumba yang terpapar tumpahan minyak mengalami masalah kesehatan. Mulai dari penyakit paru-paru kronis hingga jantung yang tidak normal.
Selain itu, pencemaran minyak bumi di laut membuat kepadatan populasi berkurang. Setelah satu dekade kejadian tumpahan minyak di Teluk Meksiko, tujuh dari delapan spesies yang dipantau mengalami penurunan kepadatan populasi. Termasuk paus sperma yang populasinya menurun 31% dan paus berparuh yang menurun hingga 83%.
Memang tak bisa dipungkiri kalau pembangkit listrik tenaga angin tak begitu ramah bagi satwa liar. Keberadaannya menimbulkan korban bagi burung dan hewan laut. Tapi jika dibanding energi fosil, pembangkit tenaga angin masih lebih ‘aman’ dan ‘ramah’ dibanding energi fosil.
Dari segi emisi karbon, energi angin menghasilkan 11 gram CO2 per kWH listrik. Sedangkan energi fosil menghasilkan 980 gram CO2 per kWH listrik. Yang berarti, keberadaan energi fosil turut mempercepat pemanasan global dan membuat lebih banyak satwa liar menderita lewat dampak tak langsungnya.
Ikuti percakapan tentang energi terbarukan di tautan ini
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.

Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :