Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 18 April 2025

Adaptasi Kera Besar dalam Pemanasan Global yang Membawa Petaka

Kera besar mudah beradaptasi dengan perubahan antropogenik. Adaptasi yang mengancam habitat dan populasi.

Kera besar yang makin terancam (foto: Freepik)

AKTIVITAS manusia, seperti pertambangan, pertanian, urbanisasi, dan konversi hutan, memicu pemanasan global. Salah satu dampaknya mengganggu keberadaan kera besar. Kera besar adalah makhluk yang adaptif dan fleksibel. Mereka mampu beradaptasi dan menyesuaikan dengan perubahan yang kita ciptakan.

Dengan kemampuan adaptasi yang baik, kera besar menjamin kelangsungan hidupnya di tengah perubahan antropogenik akibat krisis iklim. Namun berdasarkan studi, adaptabilitas kera besar terhadap gangguan antropogenik justru membahayakan mereka dalam jangka panjang.

Studi ini dilakukan oleh Miranda dan Kallan dari Great Ape Behaviour (GAB) Laboratory di University of victoria, Kanada. Mereka meninjau 2.500 studi untuk melihat respons perilaku dan adaptabilitas tujuh spesies kera besar, mulai simpanse hingga bonobo, terhadap perubahan antroposen.

Secara global, mereka menemukan bahwa konversi lahan besar-besaran untuk pertanian dan penebangan kayu menjadi gangguan yang paling sering dihadapi kera besar. Perubahan tersebut mengubah perilaku kera besar. Perubahan paling umum adalah pemilihan lokasi dan frekuensi bersarang, mencari makan di lahan pertanian, dan menggunakan jalur manusia untuk menjelajah.

Gangguan antropogenik membuat kera besar memilih lokasi sarang yang jauh dari manusia untuk menghindari interaksi dan konflik dengan manusia.

Dalam adaptasi, mereka berjalan melintasi jalan manusia dan masuk ke lahan pertanian. Masuknya kera besar ke lahan pertanian menimbulkan konflik yang berujung stres pada kera besar, cedera, dan bahkan kematian.

Namun, di beberapa tempat, kera besar yang masuk ke area tinggal manusia dan memakan tanaman yang tidak memiliki nilai komersial tidak dianggap hama.

Hilangnya habitat kera besar merampas pasokan makanan di hutan. Sehingga kera besar perlu mencari sumber pakan lain yang dekat dengannya.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Diversity and Distribution, krisis iklim, pertumbuhan populasi manusia, dan pembukaan kawasan liar, menyebabkan kera besar Afrika kehilangan 94% habitat yang sesuai untuk mereka pada tahun 2050.

Orangutan tak jauh berbeda. Dalam rentang 40 tahun terakhir, 30% hutan Kalimantan telah hilang. Sedangkan di Sumatera, 60% habitat orangutan Tapanuli lenyap antara 1985 dan 2007. Jika laju deforestasi, degradasi, dan fragmentasi habitat terus berlangsung, habitan orangutan berpotensi hilang 70-80%  pada 2080.

Ikuti percakapan tentang pemanasan global di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Alumnus Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain