Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 25 April 2025

Status Burung Indonesia 2025: Harapan dan Ancaman Kepunahan

Burung Indonesia mencatat 1.835 spesies burung di Indonesia yang tersebar di tujuh wilayah avifauna.

Pecuk-ular asia (Foto: Burung Indonesia/Achmad Ridha Junaid)

BURUNG memiliki peran penting dalam ekosistem. Mereka membantu penyebaran biji, menyerbuki tanaman, mengendalikan populasi serangga, dan menjadi indikator alami kesehatan lingkungan. Saat spesies burung mulai menghilang, itu bisa menjadi tanda awal adanya gangguan ekosistem yang lebih besar, yang akhirnya juga berdampak pada kehidupan manusia.

Dari lebih dari 11.000 spesies burung, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah spesies burung tertinggi, dengan lebih dari 1.800 spesies tercatat. Keunikan lainnya, Indonesia memiliki tingkat endemisitas burung yang sangat tinggi, dengan lebih dari 500 spesies yang hanya ditemukan di wilayah kepulauan Nusantara dan tidak ada di tempat lain di dunia.

Keanekaragaman spesies burung di Indonesia ini tersebar di ekosistem daratan dan perairan yang kompleks, mencerminkan kondisi geografis, geologi, dan ekologis yang sangat beragam. Oleh karena itu pemantauan berkala, pencatatan dan konservasi burung menjadi amat penting, terutama pada masa krisis iklim saat ini.

Dalam laporan terbaru Burung Indonesia, perhimpunan pelestarian burung liar itu mencatat 1.835 spesies burung di Indonesia yang tersebar di tujuh wilayah avifauna. Penyebaran wilayahnya terdiri dari Sumatera (633 spesies; 56 di antaranya spesies endemis), Jawa dan Bali (517 spesies; 80 di antaranya spesies endemis). 

Sedangkan Kalimantan (564 spesies; enam di antaranya spesies endemis), Sulawesi (464 spesies; 168 di antaranya spesies endemis), Nusa Tenggara (590 spesies; 108 di antaranya spesies endemis), Maluku (435 spesies; 126 di antaranya spesies endemis), dan Papua (707 spesies; 71 di antaranya spesies endemis). Jumlah spesies burung tahun ini berkurang satu spesies dibandingkan tahun lalu, sebanyak 1.836.

Pengurangan tersebut terjadi karena terdapat satu spesies yang dikeluarkan dalam daftar, yaitu, kapinis kecil (Apus affinis) yang dianggap tidak lagi memiliki sebaran alami di Indonesia. Berbeda pada tahun-tahun sebelumnya, sepanjang tahun 2024 tidak ditemukan penambahan spesies baru, baik melalui observasi lapangan maupun publikasi ilmiah terkini.

burung.org

Conservation Partnership Adviser Burung Indonesia Ria Saryanthi mengatakan, perubahan lain yang terlihat selama 2024 adalah status keterancaman burung yang mengacu pada data evaluasi Daftar Merah IUCN oleh BirdLife International. Dari 30 spesies burung, 18 spesies mengalami penurunan status (kondisi membaik), sedangkan 12 spesies mengalami peningkatan status (kondisi konservasi memburuk).

Penamaan dan pengelompokan ulang dalam taksonomi burung pun mengalami sedikit perubahan. Sebelumnya, kapinis kecil sering dianggap sejenis dengan kapinis rumah (Apus nipalensis), namun hasil penelitian oleh Päckert et al., (2012) menunjukkan bahwa keduanya merupakan spesies berbeda berdasarkan perbedaan morfologi, perilaku, serta analisis genetik.

Dari 1.835 spesies, sekitar 85% (1.559 spesies) merupakan burung residen, sisanya 15% (276 spesies) merupakan burung migran yang mengunjungi Indonesia seiring dengan penyempurnaan dalam penentuan sebaran geografis dan taksonominya. Sebagian besar mereka bermigrasi di salah satu jalur migrasi burung terpenting di dunia, yaitu Jalur Terbang Asia Timur-Australasia atau East Asian-Australasian Flyway.

Dari 18 spesies yang mengalami penurunan status, hanya dua spesies yang mencerminkan perubahan sebenarnya (genuine change), perubahan status yang mencerminkan perubahan nyata di lapangan. Mereka adalah pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster) dan ibis cucuk-besi (Threskiornis melanocephalus).

Sejak 2004, mereka masuk dalam kategori Mendekati Terancam Punah (Near Threatened). Namun, pada 2024, statusnya menurun menjadi Risiko Rendah (Least Concern). Penurunan ini mencerminkan adanya perbaikan nyata dalam kondisi populasi mereka di alam. Sementara itu, penurunan status keterancaman pada 16 spesies burung lainnya disebabkan oleh ketersediaan data atau informasi baru.

Contohnya, poksai kuda (Garrulax rufifrons) yang sejak 2013 dikategorikan sebagai Kritis (Critically Endangered). Setelah Burung Indonesia meninjau ulang, ternyata spesies ini dapat dijumpai secara reguler di 14 lokasi yang tersebar di enam area hutan pegunungan di Jawa. Kini, status keterancaman poksai kuda turun menjadi Genting (Endangered). Sama halnya dengan celepuk banggai dan walik banggai.

Sebaliknya, dari 12 spesies yang mengalami peningkatan kategori keterancaman, sebelas di antaranya mencerminkan perubahaan sebenarnya. Salah satu contohnya adalah mentok rimba (Asacornis scutulata) yang berstatus Kritis (Critically Endangered). Ancaman utama antara lain konversi hutan rawa dataran rendah menjadi perkebunan, degradasi habitat akibat pengelolaan hutan yang tidak tepat, perburuan liar, dan pengambilan telur.

Selain mentok rimba, delapan spesies burung pantai juga mengalami peningkatan kategori keterancaman. Spesies-spesies tersebut adalah burung migran yang bergantung pada jaringan lahan basah sepanjang Jalur Terbang Asia Timur-Australasia. Peningkatan status mereka sebagian besar disebabkan oleh hilangnya habitat penting akibat reklamasi pesisir, konversi lahan skala besar, dan gangguan manusia selama fase migrasi dan overwintering.

Daftar spesies burung yang mengalami perubahan kategori keterancaman berdasarkan Daftar Merah IUCN 2024.

No.

Nama Lokal

Nama Ilmiah

RL 2023

RL 2024

 

Downlisted (Genuine reason)

     

1

Ibis cucuk-besi

Threskiornis melanocephalus

NT

LC

2

Pecuk-ular asia

Anhinga melanogaster

NT

LC

 

Downlisted (Non-genuine reason)

     

3

Walik banggai

Ramphiculus subgularis

VU

NT

4

Trinil ekor-kelabu

Tringa brevipes

NT

LC

5

Gemak sumba

Turnix everetti

VU

LC

6

Serak taliabu

Tyto nigrobrunnea

VU

NT

7

Celepuk banggai

Otus mendeni

VU

NT

8

Elang flores

Nisaetus floris

CR

EN

9

Pelatuk punggung-emas

Chrysocolaptes strictus

VU

NT

10

Perkici buru

Charmosyna toxopei

CR

DD

11

Sempur-hujan jawa

Eurylaimus javanicus

NT

LC

12

Gagak flores

Corvus florensis

EN

NT

13

Gagak halmahera

Corvus validus

NT

LC

14

Opior timor

Heleia muelleri

NT

LC

15

Ciung-air kangean

Mixornis prillwitzi

VU

LC

16

Poksai kuda

Garrulax rufifrons

CR

EN

17

Ciung-batu sayap-coklat

Myophonus castaneus

NT

LC

18

Sikatan timor

Ficedula timorensis

NT

LC

 

Uplisted (Genuine reason)

     

19

Mentok rimba

Asarcornis scutulata

EN

CR

20

Cerek besar*

Pluvialis squatarola

LC

VU

21

Trinil pembalik batu*

Arenaria interpres

LC

NT

22

Kedidi paruh-lebar*

Calidris falcinellus

LC

VU

23

Kedidi golgol*

Calidris ferruginea

NT

VU

24

Dunlin*

Calidris alpina

LC

NT

25

Kedidi dada-jingga*

Calidris subruficollis

NT

VU

26

Trinil-lumpur paruh-panjang*

Limnodromus scolopaceus

LC

NT

27

Trinil kaki-kuning*

Tringa flavipes

LC

VU

28

Kakatua maluku

Cacatua moluccensis

VU

EN

 

Uplisted (Non-genuine reason)

     

29

Elang-alap bahu-coklat

Erythrotriorchis buergersi

DD

NT

30

Pelanduk kalimantan**

Malacocincla perspicillata

DD

NT

Keterangan = RL: Red List/ Daftar Merah IUCN; *: Burung pantai (shorebird); **: sumber Akbar et al., 2021

Hingga akhir 2024, tidak ada perubahan besar dalam jumlah spesies burung endemis di Indonesia. Jumlahnya masih sama seperti tahun sebelumnya, 542 spesies. Namun, jika dihitung dalam lima tahun terakhir, terdapat penambahan 30 spesies baru. Lebih dari separuh merupakan hasil dari proses pemisahan taksonomi. Salah satu contohnya adalah burung kacamata biasa (Zosterops palpebrosus) yang sebelumnya dianggap tersebar luas dari Asia Selatan hingga Indonesia.

Berbeda dengan tahun- tahun sebelumnya, data yang dikumpulkan sepanjang tahun 2024 dari berbagai sumber menunjukkan bahwa keanekaragaman burung di Indonesia relatif stabil. Tidak ditemukan penambahan spesies baru, baik melalui observasi lapangan maupun publikasi ilmiah terkini. Penamaan dan pengelompokan ulang dalam taksonomi burung juga mengalami sedikit perubahan pada periode ini.

Berdasarkan catatan selama tahun 2024, persebaran burung endemis tidak merata. Sebagian besar mereka ditemukan di wilayah Wallacea yang mencakup Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Ada tiga kelompok burung yang menyumbang sekitar 75% dari total burung endemis Indonesia. Mereka terdiri dari Passeriformes (burung kicau: 326 spesies), Columbiformes (burung dara, merpati, dan uncal: 42 spesies), dan Psittaciformes (burung paruh bengkok: 41 spesies).

Kebanyakan mereka hidup di habitat hutan, baik hutan dataran rendah maupun pegunungan. Oleh karena itu, hilangnya hutan alami dapat berdampak langsung terhadap keberadaan burung endemis yang mempunyai sebaran geografis sangat terbatas.

Menurut Ria, status burung di Indonesia Tahun 2025 menggambarkan kondisi terkini keanekaragaman hayati dan tingkat keterancaman burung di Tanah Air. Sejumlah spesies mengalami peningkatan risiko kepunahan akibat tekanan terhadap habitat, perburuan, serta faktor-faktor lainnya.

“Meski begitu, ada pula spesies yang menunjukkan perbaikan status berkat perlindungan dan pemantauan yang berkelanjutan. Hal ini membuktikan bahwa langkah-langkah konservasi dapat memberikan dampak positif,” kata Ria Saryanthi.

Ikuti percakapan tentang burung dan keanekaragaman hayati di tautan ini

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Penggerak @Sustainableathome

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain