Kabar Baru| 26 Juni 2019
Tutup Pintu Pembukaan Hutan Alam dan Gambut
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Kehutanan menempuh langkah radikal dalam melindungi hutan alam dan lahan gambut: mematenkan larangan pembukaan lahan di dua jenis hutan ini untuk pelbagai tujuan. Menteri Siti Nurbaya mengumumkan rencana pemerintah itu di forum Asia Pacific Forestry Week (APFW) 2019 di Incheon, Korea Selatan, pada 18 Juni 2019.
Menurut Menteri Siti, rumusan kebijakan itu telah memasuki tahap final dan sedang menunggu masuk ke meja kerja Presiden Joko Widodo untuk disahkan. “Pemerintah sangat berkomitmen dalam menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat untuk mengelola sumber daya hutan agar bisa meningkatkan kesejahteraannya," kata Siti dalam keterangan resminya.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Bambang Supriyanto yang menyertai Siti dalam forum itu menuturkan bahwa forum menaruh minat yang besar dalam soal moratorium izin baru pembukaan lahan di hutan alam dan gambut itu. Para ahli kehutanan dan media internasional, kata Bambang, menanyakan soal kebijakan tersebut ke depan mengingat aturan sementara berakhir pada bulan depan. “Mungkin Juli ditandatangani,” katanya.
Bulan Juli adalah masa berakhirnya Instruksi Presiden Nomor 6/2017, tepatnya 17 Juli, tentang penundaan pemberian izin baru di hutan alam primer dan gambut. Peraturan ini pertama kali terbit pada 2011 dan diperpanjang tiap dua tahun.
Gambut menjadi problem pelik dan sensitif setelah kebakaran hebat pada 2015 yang menjadi tragedi lingkungan terburuk dalam 18 tahun terakhir. Kebakaran hebat itu menghanguskan 2,64 juta hektare hutan dan lahan di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Papua. Sebagian besar dari luas itu adalah gambut kering di Sumatera Selatan, Kalimantan, Riau, dan Jambi.
Menurut Siti, moratorium pembukaan hutan primer dan gambut sejak 2017 telah menurunkan laju deforestasi sebesar 8,33 persen atau menyelamatkan 40 ribu hektare hutan. Angka ini diperoleh dari membandingkan laju deforestasi pada 2016-2017 sebesar 480 ribu hektare menjadi 440 ribu hektare periode tahun berikutnya.
Keberhasilan menurunkan laju deforestasi itu membuat Siti memperketat juga izin di hutan tanaman industri. Ia mengklaim pemberian izin HTI baru anjlok hingga 80 persen dibanding era pemerintahan sebelumnya. “Dulu izin HTI sampai 100 ribu hektare,” katanya. “Sekarang saya tahan maksimal 30 ribu hektare.”
Dampaknya langsung terasa. Laporan terbaru Direktorat Jenderal Perubahan Iklim menyebutkan bahwa Indonesia berhasil menurunkan 7,4 juta ton setara karbon emisi akibat deforestasi dan degradasi lahan. Memang masih jauh lebih kecil dibanding emisi yang dilepas akibat kebakaran lahan gambut selama Juni-November 2015. Menurut Global Fire Emision, selama tiga bulan kebakaran, emisi yang dilepas setara emisi karbon yang diproduksi seluruh Jerman selama setahun.
Menurut buku Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018, luas hutan Indonesia kini tinggal 120,6 juta hektare atau 63 persen dari seluruh luas kepulauan Indonesia, jauh lebih besar dibanding pemantauan Forest Watch Indonesia yang menghitung tutupan hutan tinggal 84 juta hektare atau 46 persen. Sementara lahan gambut mencapai 15 juta hektare di empat pulau utama: Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Dengan memasukkan areal lain yang terkait dengan gambut atau disebut Kesatuan Hidrologis Gambut luasnya mencapai 24,14 juta hektare.
Alih-alih memberikan izin pembukaan lahan dan hutan kepada korporasi, pemerintah menggenjot hak pengelolaan kepada masyarakat melalui perhutanan sosial dan tanah objek reformasi agraria (TORA).
Sampai 11 Juni 2019 realisasi perhutanan sosial mencapai 3,09 juta hektare untuk 679.467 pemegang Kartu Keluarga yang mencapai 2,7 juta jiwa. Luas hutan tersebut dibagi ke dalam lima skema: Hutan Desa (1,33 juta hektare), Hutan Kemasyarakatan (645.221,82 hektare), Hutan Tanaman Rakyat (339.199,68 hektare); Kemitraan Kehutanan yang terdiri dari Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (282.733 hektare) dan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (25.977,59 hektare), serta Hutan Adat (21.935,34 hektare).
Sementara TORA seluas 2,4 juta hektare yang berasal dari kategori inventarisasi dan verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan sekitar 993.199 hektare, dan dari kategori non inventarisasi dan verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan sekitar 1,41 juta hektare.
“Kebijakan moratorium merupakan salah satu bagian dari pendekatan lanskap dalam pengelolaan hutan Indonesia yang menempatkan interaksi antara ekosistem dan manusia sebagai sebuah kesatuan yang penting,” kata Siti.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :