Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 28 Juli 2019

Efektifkah Lidah Mertua Menyerap Polusi Jakarta?

Jakarta membutuhkan 10 juta tanaman lidah mertua jika diandalkan menyerap polusi. Mesti dibagikan ke satu rumah satu tanaman.

Lidah mertua di Jakarta

PEMERINTAH Jakarta hendak membagikan secara gratis tanaman lidah mertua (Sansevieria trifasciata lorentii) untuk menyerap polusi. Menurut Sekretaris Dinas Tanaman Pangan Suharini Eliawati, tanaman hias ini mampu menyerap 107 jenis polutan dalam udara.

Udara Jakarta tengah disorot karena sudah memasuki kategori tidak sehat. Menurut pantauan Air Visual, indeks udara Jakarta lebih dari 200, sangat tidak layak dihirup oleh manusia. Orang Jakarta bahkan tak punya waktu terbaik untuk joging. Selain pembangkit-pembangkit listrik yang masih memakai energi fosil, asap kendaraan bermotor menjadi penyumbang utama polusi Ibu Kota.

Dengan 18 juta kendaraan bermotor setiap hari, yang membakar 33.821 kiloliter, polusi Jakarta sebanyak 8.713 ton setara karbon dioksida (CO2) per hari. Angka ini dihitung Badan Pelaksana Transportasi Jabodetabek setelah pemberlakuan aturan nomor kendaraan ganjil-genap di jalan protokol setelah Asian Games pada September tahun lalu. Sebelum aturan ini diterapkan jumlah emisi Jakarta 10.752 ton CO2/hari.

BACA: Pengusaha Paling Banyak Memproduksi Emisi

Jika menghalau polusi udara memakai lidah mertua, pemerintah Jakarta harus menyediakan setidaknya 10 juta tanaman ini. Sebab, menurut penelitian mahasiswa Universitas Andalas (2011) yang dikutip Dini Imaniar dari Universitas Gadjah Mada (2016), kemampuan lidah mertua menyerap polusi sebanyak 871,8 gram CO2/hari. Dengan merujuk pada harga tanaman ini di Shopee senilai Rp 10.000 per tanaman, pemerintah Jakarta harus menyediakan anggaran setidaknya Rp 100 miliar.

Gubernur Anies Baswedan mengatakan, lidah mertua hanya satu solusi dari banyak solusi lain menyerap polusi udara. Lidah mertua tak akan diandalkan sepenuhnya menyerap polusi udara Jakarta tiap hari, meski tak disebut solusi lain selain membagikan lidah mertua.

Selain lidah mertua, ada tanaman lain yang lebih kuat sebagai penyerap polusi, yakni trembesi. Menurut penelitian Endes N. Dahlan, dosen di Fakultas Kehutanan IPB, satu pohon trembesi (Samanea saman) atau Ki Hujan mampu menyerap emisi setara CO2 sebanyak 78.000.000 gram/hari—90 ribu kali kemampuan lidah mertua.

Produksi emisi penduduk Jakarta

Dengan jumlah emisi yang melayang di udara Jakarta sebanyak 8.713 ton setara CO2, kota ini membutuhkan setidaknya 108.000 pohon trembesi. Jika diameter tajuk satu pohon trembesi sekitar 15 meter, maka 1 hektare bisa diisi oleh 40 pohon trembesi, sehingga Jakarta membutuhkan lahan 2.700 hektare untuk menampung pohon ini.

Jika menggabungkan luas ruang terbuka hijau milik perusahaan dan pemerintah sebanyak 14% dari 66.000 hektare luas Ibu Kota, kebutuhan lahan trembesi itu kurang dari sepertiga ruang terbuka hijau Jakarta. Ruang terbuka hijau di Jakarta masih jauh dari kewajiban undang-undang yakni 30% dari total areal wilayah Ibu Kota.

Perbandingan daya serap lidah mertua dan trembesi setara CO2

BACA: Bercinta Lebih Ramah Lingkungan Ketimbang Online

Dengan hitung-hitungan sederhana ini, agaknya diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dari pemerintah Jakarta. Pembagian lidah mertua bisa efektif jika pemerintah Jakarta membagikan tanaman ini ke tiap rumah dan perkantoran. Merujuk data 2014, di Jakarta ada 10,8 juta bangunan. Selain itu, kebijakan lain perlu digenjot agar kualitas udara Jakarta membaik.

Energi fosil yang tak terbarukan harus diganti dengan ramah lingkungan, ada kampanye hemat energi di rumah dan semua perkantoran, memperbaiki transportasi publik, hingga meluaskan ruang terbuka hijau dan menanaminya dengan tanaman penyerap polusi. Doktor Endes meneliti 40 pohon yang paling kuat menyerap emisi dibanding pohon lain, selain trembesi.

Pohon paling kuat menyerap emisi

Sebab, polusi tak hanya mempengaruhi kualitas udara. Banyak penelitian yang menghubungkan tingkat polusi yang tinggi dengan naiknya kejahatan, tingkat stres, dan produktivitas penduduk sebuah kota. Universitas Nasional Singapura menemukan bahwa kenaikan tiap 10 mikrogram kubik per meter persegi polutan 2,5 mikrogam (PM 2,5) dalam udara menurunkan 1 persen produktivitas kerja penduduk di Tiongkok per hari.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain