Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 14 September 2019

Benarkah Kita Butuh 10.000 Langkah Sehari Agar Sehat?

Ini patokan umum sejak 1964 yang dipopulerkan orang Jepang. Penelitian ini menunjukkan jumlah langkah sebenarnya yang harus kita lakukan agar panjang umur.

Berjalan di pantai

TAK ada yang meragukan bahwa aktif bergerak membuat regenerasi sel berfungsi dengan baik, karena itu mendorong tubuh manusia menjadi lebih sehat. Akibatnya harapan hidup bisa jauh lebih panjang. Orang Jepang punya ukuran jitu soal patokan agar hidup sehat: minimal 10.000 langkah setiap hari. Benarkah harus sebanyak itu?

Orang Jepang menemukan formula itu pada 1964, yang kemudian dipromosikan ketika Olimpiade Tokyo. Menurut Catrine Tudor-Locke, penulis buku Manpo-Kei: The Art and Science of Step Counting yang terbit pada 2006, pencetus pertama 10.000 langkah adalah Yoshiro Hatano, profesor di Kyushu University of Health and Welfare. Setelah meneliti jumlah langkah yang bisa menyehatkan, ia memodifikasi alat pengukur langkah yang sudah ada sejak 1500, yang disebut padometer, dengan nama manpo-kei (man = 10.000, po = langkah, kei = meter).

Yamasa Tokei Keiki Co., Ltd, sebuah perusahaan di Tokyo, lalu memproduksi manpo-kei secara massal. Sejak itu di dunia kesehatan populer dan menjadi paradigma umum bahwa agar sehat manusia harus berjalan dengan 10.000 langkah sehari. I-Min Lee dari Departemen Epidemologi Harvard T. H. Chan School of Public Health menyanggah patokan itu. Menurut dia tak ada bukti empiris yang mendukung keharusan 10.000 langkah agar sehat.

Berangkat dari pertanyaan berapa banyak langkah kaki yang dibutuhkan manusia supaya sehat, Lee menelitinya pada lebih dari 16.000 perempuan di bawah usia 72 tahun di Amerika. Ia dan timnya memasangkan padometer kepada para responden untuk diamati selama 5,7 tahun. Pada tahun ke-4,3 sebanyak 504 perempuan meninggal.

Dari situ Lee menganalisis jumlah langkah tiap responden. Hasilnya, mereka yang melangkah 2.700 langkah kaki sehari punya kemungkinan meninggal lebih cepat dibanding mereka yang berjalan dengan 4.400 langkah sehari. Angka kematian kian menurun bagi mereka yang melangkah 7.500 sehari.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal JAMA Internal Medicine pada 29 Mei 2019 ini menjadi bukti empiris jumlah langkah yang harus dilakukan manusia agar sehat. Menurut Lee, tak harus dengan melangkah dan berjalan kaki untuk menjadi sehat. “Kamu harus lebih kreatif karena tidak semua orang suka berjalan atau tak stabil ketika melangkah,” katanya . “Bisa juga dengan pergi ke gim atau sekadar mengayuh pedal di sepeda statis.”

Maka yang terpenting adalah bergerak. Berjalan adalah olahraga yang murah dan bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, sambil beraktivitas yang lain. Tapi 10.000 memang terlalu banyak. Jika rata-rata 40 langkah per menit, setidaknya kita harus berjalan 4 jam dengan menempuh 8 kilometer.

Yoshiro Hatano kemudian mempublikasikan kembali hasil penelitiannya di jurnal Medicine & Science in Sports & Exercise edisi Juli 2008. Dalam artikel berjudul Revisiting "How Many Step Enough?" itu kategori 10.000 adalah kategori keaktifan seseorang. Berjalan di bawah 5.000 sehari dianggap sebagai pemalas, 5.000-7.000 langkah sebagai aktivitas yang rendah, dan 10.000-12.000 langkah itulah yang disebut orang aktif. Sementara orang super-aktif jika ia berjalan di atas 12.000 langkah sehari.

Lee datang dengan kesimpulan baru: cukup setengah jam berjalan sejauh 3 kilometer sehari untuk membuat tubuh bugar agar regenerasi sel terjaga sehingga berusia panjang. Tiga kilometer itu kira-kira 9 kali berkeliling lapangan sepak bola standar internasional.

Selamat berjalan, eh, selamat berolahraga. Apa saja, yang penting berkeringat. Karena dalam tiap tetes keringat ketika olahraga ada gas kuat yang berfungsi membunuh bakteri...

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Redaksi

Topik :

Bagikan

Terpopuler

Komentar



Artikel Lain