PARA rimbawan yang tergabung dalam Komunitas Rimbawan Nusantara membuat usul agar urusan lingkungan hidup dipisahkan dari kehutanan dengan menjadikannya satu lembaga sendiri setingkat Kementerian Koordinator. Sektor kehutanan, yang kini menyatu dengan lingkungan hidup, kembali dipisahkan dan berada di bawah kementerian tersebut.
Ada empat orang utusan Komunitas Rimbawan yang menyampaikan usul tersebut kepada Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada Kamis, 22 Agustus 2019. Mereka adalah Bambang Soepijanto dari Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO), Deddy Ruchyadi dari Yayasan Sarana Wana Jaya, Poedji Kurniawan dari Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia dan Dodi Supriadi dari Persaturan Peminat dan Ahli Kehutanan, serta Agung Nugraha dari Keluarga Alumnus Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Pertemuan dengan Sekretaris Kabinet itu dengan membawa surat rekomendasi hasil diskusi pada halal bihalal 2 Juli 2019 tentang pembangunan masa depan kehutanan Indonesia. Dari diskusi saran-saran dan pokok pikiran dirangkum lalu dibahas ulang pada 31 Juli 2019 di Gedung Manggala Wanabakti untuk dijadikan rekomendasi kebijakan bagi presiden terpilih Joko Widodo—alumnus Fakultas Kehutanan UGM.
Poin-poin rekomendasi:
1. Sektor kehutanan yang mengelola tapak kurang-lebih 64% luas daratan Indonesia dan sebagai penjamin kualitas lingkungan hidup dan sistem penyangga kehidupan dan perubahan iklim, serta pendorong peningkatan kinerja sektor-sektor strategis lainnya (seperti sektor pertanian, perkebunan, pertambangan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, pariwisata dan penyediaan jasa-jasa lingkungan), merupakan sektor unggulan yang mampu menyejahterakan rakyat banyak serta dapat menjadi jangkar bagi pertumbuhan ekonomi nasional jangka panjang, di antaranya melalui upaya:
a. Mewujudkan kedaulatan dan kemandirian ekonomi berbasis ketahanan air, pangan serta energi baru dan terbarukan nasional melalui program intensifikasi pembangunan hutan cadangan pangan, hutan tanaman energi serta Gerakan Nasional Pemulihan Daerah Aliran Sungai (GNP-DAS) di seluruh Indonesia.
b. Mewujudkan potensi pemanfaatan sumber daya hutan produksi yang dikelola secara profesional, efisien, berdaya saing tinggi dan lestari dengan nilai kontribusi dari US$ 12,7 miliar pada tahun 2018 menjadi sebesar US$ 42,9 miliar pada tahun 2025.
c. Melanjutkan percepatan realisasi program Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta ha dan Reforma Agraria berbasis Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) seluas 4,2 juta ha secara tepat sasaran dan tepat tujuan disertai dukungan fasilitas permodalan dan pendampingan akses pasar.
d. Mendongkrak kinerja pariwisata melalui kegiatan ekowisata (ecotourism) di mana potensi terbesarnya terletak pada hutan tropis yang meliputi 74 tipe vegetasi, 54 Taman Nasional, potensi keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, serta kekayaan sosial budaya masyarakat adat dan masyarakat lokal bagi pengembangan salah satu pusat ekowisata terbesar dunia.
e. Meningkatkan peran sektor kehutanan bagi pembangunan infrastruktur sosial, ekonomi dan budaya desa-desa pedalaman di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang berjumlah 23.349 desa (27,82%) guna meningkatkan konektivitas yang akan mampu menopang pengembangan wilayah dan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang adaptif terhadap perubahan iklim.
f. Perwujudan seluruh peluang dan potensi konkret sebagaimana butir a s/d butir e di atas, melalui perubahan sistem dan proses perizinan investasi dan seluruh usaha terkait menjadi jauh lebih sederhana, cepat, dan murah dalam payung reformasi birokrasi.
2. Mengingat begitu strategis dan pentingnya peran sektor kehutanan, maka kelembagaan kehutanan ke depan harus mandiri dan kuat sebagai kementerian, dengan mengedepankan pembaharuan tata kelola kehutanan (good forestry governance) secara menyeluruh dan reformasi birokrasi secara total disertai kepemimpinan yang kuat oleh rimbawan profesional yang memenuhi kualifikasi karakter: (1) risk-taker, (2) berjiwa petarung, (3) berpikir “out of the box”, (4) Anti status quo, (5) kolaboratif, dan (6) fokus dan kompeten merealisasikan target-target riil, konkret, dan terukur.
3. Lembaga Lingkungan Hidup (LH) yang merupakan lembaga lintas sektor yang memiliki fungsi kontrol bagi terjaminnya kelestarian sumber daya alam, kelangsungan fungsi lingkungan dan keberlanjutan ekosistem bagi semua sektor, ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dan independen, sehingga terpisah dari lembaga yang bersifat sektoral. Lebih tepat kiranya apabila ditempatkan sebagai salah satu fungsi pada Kementerian Koordinator yang membidangi urusan maritim, sumber daya alam dan lingkungan hidup, dengan nomenklatur “Kementerian Koordinator Maritim, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup”.
Dalam pertemuan dengan Pramono Anung, Bambang Soepijanto menambahkan soal hasil pertemuan mereka dengan Komisi II DPR ihwal pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertanahan. Bagi sebagian rimbawan Rancangan itu mencemaskan karena bisa mengubah lanskap kawasan hutan menjadi peruntukan lain jika dianggap tak produktif. “Konsep single land system administration yang digagas Presiden Joko Widodo adalah sebuah gagasan besar yang membutuhkan dukungan semua pihak melalui mekanisme pembahasan yang intensif, terbuka, partisipatif, dan multipihak,” kata dia.
Menjawab rekomendasi itu, Pramono Anung berjanji segera meneruskan surat Komunitas Rimbawan itu kepada Presiden Joko Widodo. Dari catatan para peserta pertemuan, Pramono mengakui bahwa sektor kehutanan yang menyatu dengan lingkungan hidup masih jadi pembahasan di kabinet. Bahkan menurut Pramono, Indonesia satu-satunya negara yang menyatukan institusi lingkungan hidup dengan kehutanan, yang dimulai dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 2014.
Menurut Pramono, sinergi kehutanan dan lingkungan hidup masih jadi pekerjaan rumah pemerintahan Joko Widodo. Salah satunya karena kehutanan memiliki fungsi ekonomi, sementara lingkungan hidup bersifat kontrol. Sering kali, kata dia, manfaat ekonomi hutan baru akan diaktualisasikan namun langsung berhadapan dengan fungsi lingkungan hidup. “Harus ditemukan format yang tepat,” kata Pramono.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Lulus program doktor Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB
Topik :