Kabar Baru| 11 Desember 2019
Ancaman-ancaman Musim Kemarau
BADAN Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sudah memperingatkan bahwa musim kering atau kemarau tahun ini akan lebih parah dibanding tahun lalu.
Selain memicu kekeringan selama Juli-Oktober 2019, kemarau memicu kebakaran hutan dan lahan mengingat banyak kawasan hutan Indonesia merupakan lahan gambut dan hutan kering. Sebagai penyimpan panas yang baik, gambut rentan terbakar dan menyimpan sekam yang tak mudah dipadamkan.
BMKG memperkirakan wilayah yang akan mengalami kekeringan terutama di selatan Indonesia, seperti pesisir Jawa. Jumlah wilayah yang terpapar kekeringan mencakup 28 provinsi.
Hingga 11 September 2019, Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatat ada 11 provinsi yang mengalami kekeringan yang meliputi 109 kabupaten, 844 kecamatan, dan 2.945 desa. Dari jumlah itu 4 kabupaten berstatus “tanggap darurat” dan 31 kabupaten “siaga darurat”.
Dengan angka-angka itu, kekeringan pada musim kemarau tahun ini akan memapar setidaknya 48,4 juta jiwa atau hampir seperlima penduduk Indonesia. Dampaknya tak hanya kekurangan air bersih, penyakit juga lebih mudah datang karena hawa panas menurunkan daya tahan tubuh terhadap serangan virus.
Kemarau yang memicu debu merentankan penduduk Indonesia terkena penyakit saluran pernapasan, diare akut, dan demam tifoid. Diare akibat air bersih yang berkurang, sementara demam akibat flu karena daya tahan tubuh menurun. Kendati tak berbahaya, flu gampang menular lewat angin, batuk, bersin, dan kontak fisik.
Di Kota Pasuruan, tiga jenis penyakit itu naik lebih dari 2.000 kasus pada Agustus-Sepetember 2019 menjadi 8.777 dibanding Januari-Maret 2019.
Berdasarkan data 50 puskesmas yang tersebar di 31 kecamatan di Kabupaten Jember, jumlah pasien yang menderita “penyakit mirip flu” mencapai 69.968 kasus, lalu diare akut 21.664 kasus, dan demam tifoid 9.165 kasus.
Jember dan Pasuruan adalah kabupaten dan kota di Jawa Timur. Menurut catatan BNPB provinsi ini termasuk rentan terdampak kekeringan. Ada 588 desa di Jawa Timur yang sudah terdampak kekeringan, nomor dua tertinggi setelah Nusa Tenggara Timur.
Adapun kebakaran hutan dan lahan hingga September 2019 tercatat melanda 135.749 hektare. Namun, ini data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Data BNPB mencatat kebakaran yang lebih luas. Lembaga ini mencatat 328.724 hektare dengan luas kebakaran hutan dan lahan terbanyak terjadi pada Agustus 2019 dengan jumlah titik api sebanyak 5.062. Kalimantan Tengah mencatat titik api terbanyak dengan 1.220 disusul Kalimantan Barat 923 titik api.
Untuk memadamkan api, pemerintah mengerahkan 37 helikopter yang telah menyiramkan 239.633.200 liter air 160.816 kilogram garam.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Redaksi
Topik :