SEJAK awal tahun, penduduk Cina bersiap menyambut Tahun Baru Imlek 2020 yang jatuh pada 25 Januari. Waktu itu berita tentang wabah corona belum masif, hanya ada di Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei. Seperti tahun-tahun sebelumnya, sepekan selama tahun baru itu penduduk Cina akan libur, pabrik tutup, mereka akan mudik ke kampung halaman dalam suhu dingin yang menusuk hingga sumsum. Seperti Lebaran.
Dingin suhu Tiongkok kini terasa lebih menancap dibanding tahun-tahun baru sebelumnya. Virus corona yang kian menyebar membuat pemerintah Tiongkok mempercepat waktu libur. Pemerintah mengumumkan menutup kota Wuhan dalam karantina wilayah pada 23 Januari untuk mencegah virus mewabah makin luas. Pemerintah belum mengumumkan sebab-sebab virus yang membuat radang paru-paru dengan tingkat mematikan yang parah itu.
Karantina wilayah sampai juga di Nanjing, tempat tinggal saya selama belajar studi doktoral di Nanjing Normal University. Jarak Hubei ke Nanjing kira-kira 530 kilometer, setara Jakarta ke Jepara di ujung timur Jawa Tengah. Dalam peradaban Cina kuno, Nanjing adalah ibu kota Cina selama enam dinasti sehingga jadi kota kedua terpenting setelah Beijing, ibu kota Cina kini. Luas Nanjing yang menjadi ibu kota Provinsi Jiangsu kira-kira 39 kali kota Bandung dengan jumlah penduduk hampir setara Jakarta, 8 juta jiwa.
Dalam kalender Tionghoa, Tahun Baru Imlek jatuh setelah titik balik mentari musim dingin. Dalam buku 800 Aksara Tionghoa yang diterbitkan Foreign Language Teaching and Research Press Beijing, titik balik mentari musim dingin disebut dÅngzhì (冬至). Ia menjadi bagian penting fenomena alam di musim dingin.
Ada enam sub musim dalam titimangsa Tionghoa: (1) lìdÅng (立冬) berarti permulaan musim dingin; (2) xiÇŽoxuÄ› (å°é›ª) yang berarti salju kecil; (3) dàxuÄ› (大雪) yang berarti salju besar; (4) dÅngzhì (冬至) yang berarti titik balik matahari musim dingin; (5) xiÇŽohán (å°å¯’) berarti dingin kecil; dan (6) dàhán (大寒) yang berarti dingin besar. Maka Tahun Baru Imlek praktis selalu terjadi di puncak musim dingin, setelah salju (kecil dan besar) keluar.
Dingin dan libur Imlek membuat sepi Nanjing menjadi sempurna. Ditambah lagi karantina wilayah, Nanjing seperti kota mati. Kendaraan yang biasanya ramai menghilang dari jalan. Hanya dua-tiga orang yang kelihatan menyusur trotoar. Seperti yang saya saksikan di jalan Wenyuan District Xianlin Nanjing.
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tiongkok di District Chaoyang Beijing mengumumkan tindakan pencegahan wabah virus corona. Disampaikan di sana Komite Kesehatan Kota Wuhan terus melakukan penelitian, pengawasan, pencegahan, dan pengendalian yang sangat ketat terhadap kemungkinan berjangkitnya penyakit tersebut.
Ada enam imbauan dalam pengumuman KBRI: (a) menghindari perjalanan ke Kota Wuhan kecuali untuk keperluan sangat penting; (b) bagi Masyarakat Indonesia di Kota Wuhan agar memperhatikan kondisi kesehatan dan segera melakukan konsultasi medis jika mengalami gejala demam, batuk, dan sulit bernafas; (c) menghindari kontak dengan hewan hidup, termasuk unggas dan burung serta menghindari konsumsi daging mentah dan kurang matang; (d) menghindari berkunjung ke pasar ikan/makanan laut atau tempat penjualan hewan hidup; (e) menghindari berinteraksi dengan orang dengan gejala demam, batuk, dan sukar bernafas atau penyakit yang gejalanya serupa pneumonia; dan (f) menjaga higienitas seperti mencuci tangan memakai sabun, memakai masker apabila sedang batuk/pilek dan menutup mulut dengan tisu saat batuk atau bersin.
Rilis Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok Cabang Wuhan memberikan informasi tambahan berarti. Mahasiswa dan WNI di Wuhan berjumlah 93 orang per tanggal 24 Januari 2020. Tidak ada yang terjangkit virus corona. Kebanyakan mahasiswa tinggal di asrama dan dalam pantauan kampus. Universitas memberikan secara cuma-cuma alat-alat pencegahan virus seperti masker, sabun cair, dan termometer. KBRI Beijing terus memantau dan meminta WNI tidak panik.
Walaupun transportasi Kota Wuhan dihentikan sementara, bus, kereta, dan pesawat tidak memberikan layanan, kendaraan pribadi masih bebas berkeliaran di jalanan kota. Karena memang tidak ada larangan untuk keluar rumah. Bahwa kebanyakan penduduk tinggal di dalam rumah, itu adalah pilihan dan merupakan keputusan pribadi warga Wuhan. Informasi ini saya dengar dari Hilyatu Millati Rusydiyah, penulis yang sedang studi doktor di School of Economic and Business Administration Chongqing University dan sebagai Board of Director Studi Tiongkok.
Di Kota Nanjing pemerintah setempat juga melakukan beberapa upaya pencegahan. Melalui otoritas kampus, pemerintah mengimbau mahasiswa tidak bepergian ke tempat ramai dan ruang publik. Angkutan umum di Nanjing tetap melayani masyarakat. Imbauan pencegahan virus corona gencar di tiap sudut kota. Ada daftar rumah sakit rujukan yang disebarkan pemerintah untuk mengantisipasi gejala penyakit seperti terjadi di Wuhan. Banyak juga infografik cara mencegah penularan virus yang disebarkan melalui media sosial Cina, WeChat.
Informasi yang beredar dalam bahasa Mandarin itu, antara lain, berisi informasi berguna seperti penjelasan bahwa virus tidak akan terpisah dari bagian penting orang yang terinfeksi, seperti darah, air liur, atau cairan tubuh. Karenanya selagi tidak ada kontak langsung dengan mereka yang terinfeksi, seseorang tidak akan terinfeksi virus begitu saja. Kendati banyak imbauan, pemerintah Cina tetap menganjurkan seluruh masyarakat menikmati masa libur panjang dan melakukan hal-hal yang memang harus dilakukan tanpa disertai panik yang tidak perlu.
Informasi-informasi soal virus dan penanganannya kami terima melalui grup WeChat mahasiswa dan warga Indonesia yang bekerja di Tiongkok. Beritanya secara terbuka dapat diakses internet dalam tautan yang beritanya diperbarui tiap hari.
Di awal-awal, grup WeChat beranggotakan 500 orang. Makin hari makin berkurang karena rupanya mereka pulang ke Indonesia secara swadaya. Mahasiswa yang bertahan mendapat masker, vitamin, dan makanan ringan yang dikirim Kedutaan melalui pos. Beberapa bandara besar sudah tutup sehingga mahasiswa yang pulang mesti mencari bandara lain untuk singgah sebelum sampai Jakarta.
Berita corona di Cina membuat panik seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia. Apalagi pada 2 Februari pemerintah Indonesia menjemput mahasiswa di Wuhan dengan alat pelindung diri lengkap. Kakak saya menelepon meminta saya juga pulang meski sedang menyusun tugas akhir. Keluarga saya sama cemasnya dengan banyak keluarga lain di Indonesia yang punya anggota keluarga tinggal di Tiongkok.
Di Cina juga tak kalah panik, termasuk di Nanjing, terutama ketika wabah makin meluas. Asrama diperketat seiring jumlah korban Covid yang naik dari hari ke hari. Penghuni asrama dilarang keluar-masuk. Bagi yang coba-coba keluar asrama, penjaga tak akan mengizinkan mereka masuk kembali. Keluar-masuk kampus diperiksa identitas dan suhu tubuh. Pintu kampus hanya dibuka beberapa lubang.
Walaupun Nanjing tidak secara resmi dikarantina seperti Wuhan, aturan ketat di mana-mana. Bus kota dan kereta bawah tanah memang masih beroperasi, tapi keadaan kota tidak membuat lebih betah. Terlebih larangan mengunjungi pusat-pusat keramaian diperluas dengan tidak dibukanya sarana ibadah. Ahong (imam masjid) di dekat kampus mengumumkan salat Jumat ditiadakan sementara hingga waktu yang tidak jelas.
Dosen di International Office dan dosen pembimbing tak menahan ketika saya meminta izin pulang ke Indonesia karena keluarga terus menelepon tak henti-henti. Ia hanya mewanti-wanti untuk mengirim identitas diri via QQ, media sosial Cina lain selain WeChat, dan memberi kabar saat sampai di bandara pemberangkatan.
Hingga saat itu semester baru belum bisa dipastikan kapan akan dimulai dan kapan mahasiswa dapat kembali ke kampus. Dosen pembimbing hanya menyarankan untuk secepatnya membeli tiket sebelum semua bandara internasional ditutup. Ia menambahkan untuk tidak khawatir karena keadaan ini ia sebut sebagai special emergency. Ia hanya menyuruh untuk menyiapkan bahan-bahan sidang akhir.
Lalu saya ingat pesan Profesor Zhang Wenhong dari Fudan University soal virus corona yang menyebar mellaui QQ:
- Jangan berharap vaksin akan dijual dalam jangka pendek. Penjualan vaksin apa pun akan memakan waktu setidaknya satu setengah tahun.
- Diperkirakan epidemi global akan berlanjut selama 1 hingga 2 tahun.
- Penting selalu mencuci tangan, tidur yang cukup dan jangan sampai larut malam, dan saat berinteraksi dengan orang-orang menjaga jarak aman dan tidak berkumpul dalam jumlah besar.
- Jika mengalami demam dan batuk cukup dengan mengisolasi diri sendiri untuk pemulihan tapi jika mengalami kesulitan bernapas setelah naik beberapa anak tangga atau berjalan kaki sejauh 200 meter, segera periksakan diri ke rumah sakit.
- Penularan virus melalui udara bukanlah metode penularan utama.
- Tempat dengan risiko terbesar adalah lift.
- Selama epidemi, jangan bekerja terlalu keras, karena kelelahan yang berlebihan akan menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh.
- Rutin berolahraga
Akhirnya, saya pulang tanggal 4 Februari melalui Thailand yang saat tiba di bandaranya belum terasa aroma wabah di sini. Di bandara Soekarno-Hatta saya hanya diminta mengisi formulir kuning. Waktu itu wabah belum segenting sekarang. Agaknya kita mesti meniru Cina dalam hal pembatasan interaksi sosial sehingga mereka bisa mencegah virus corona meluas ke banyak provinsi lain.
BERSAMA MELESTARIKAN BUMI
Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.
Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.
Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.
Mahasiswa Program Ecological Geography di Nanjing Normal University (NNU), Nanjing Tiongkok
Topik :