Untuk bumi yang lestari

Kabar Baru| 04 Mei 2020

Hutan Sosial di Dunia Virtual

Catatan seorang tutor pelatihan jarak jauh petani hutan sosial di masa pandemi virus corona. Pendampingan berjalan, bertukar pengetahuan di dunia virtual berhasil, petani juga antusias dengan cara baru ini.

Belajar virtual petani hutan sosial

CATATAN ini saya buat setelah mengikuti pelatihan jarak jauh (e-learning) bagi para pendamping dan petani hutan sosial yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selama empat hari pada 27-30 April 2020. Belajar jarak jauh ini merupakan inovasi sekaligus solusi pendampingan bagi petani hutan sosial tetap berjalan di tengah wabah virus corona yang membuat kita harus jaga jarak dan membatasi interaksi fisik.

Dalam sambutannya di hari pertama, Menteri Lingkungan Hidup menegaskan pesan Presiden Joko Widodo: “Perhutanan sosial merupakan program prioritas nasional, sehingga yang paling penting setelah akses legal diberikan kepada kelompok tani perlu ada peningkatan kemampuan teknis manajemen dalam mengelola hutan tersebut”.

Konstruksi Kayu

Dalam pesan itu tersembul makna betapa pentingnya peran tutor atau narasumber pelatihan untuk meningkatkan kapasitas para petani pengelola hutan sosial. Mendapat kesempatan terlibat dalam pelatihan yang bersejarah itu, karena untuk pertama kalinya para petani belajar secara virtual, saya tak boleh menyia-nyiakannya.

Saya mengampu dua materi pelatihan, yakni tentang pendampingan tahap awal yang dikelola Balai Pendidikan dan Latihan LHK Samarinda pada 28 April 2020. Materi kedua tentang pengelolaan pengetahuan yang dikelola oleh Balai Pendidikan dan Latihan LHK Makassar pada 30 April 2020.

Tahap Persiapan
Bagi para pemandu belajar orang dewasa (andragogi), materi belajar merupakan kebutuhan para peserta. Tantangan menarik membuat materi belajar ini adalah cakupannya yang luas dengan alokasi waktu yang singkat. Materi belajar merupakan pembekalan bagi para pengelola hutan sosial agar mampu memenuhi kewajibannya sebagai pemegang hak akses legal perhutanan sosial.

Ini yang saya anggap sebagai “situasi sulit” dalam menyusun Perencanaan Sesi Pembelajaran Jarak Jauh yang kondusif dan ideal. Terlebih lagi ini merupakan pengalaman pertama dalam pelatihan di ruang virtual. Ruang lingkupnya meliputi : 1) Sosialisasi izin, 2) Pendataan potensi, 3) Penguatan kelembagaan KPS & Kelompok Usaha Perhutanan Sosial, 4) Pengembangan usaha KUPS, dan 5) Peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Pendampingan tahap awal ini merupakan bagian penting bagi para pendamping dan petani hutan sosial agar mampu menyusun dokumen perencanaan KPS dan KUPS, strategi keberlanjutan peningkatan SDM dan usaha mengelola kawasan hutan dan kelestarian lingkungan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel.

Sesi belajar materi ini terdiri atas dua jam pelatihan secara mandiri melalui penugasan dan satu jam belajar secara online dengan alokasi waktu 45 menit. Saya mencoba menyiapkan bahan paparan pengantar diskusi sebanyak sembilan halaman, dengan asumsi pembahasan materi setiap slide bisa tuntas dalam 5 menit.

Perencanaan sesi proses belajar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan peserta dalam memahami materi. Salah mendesain sesi proses belajar akan berakibat fatal dalam membangun suasana belajar yang ideal.

Saya berusaha menumbuhkan optimisme dengan menelusuri dan memilah cakupan materi bahasan yang memang layak disajikan dalam proses pembelajaran yang singkat. Saya terlibat dalam proses penyusunan modul pelatihan. Bahan ajar berupa panduan teknis yang dikembangkan dari proses pembelajaran di lapangan oleh para penggiat hutan sosial dari mitra kerja.

Agar tak membosankan, presentasi saya gabung dengan foto-foto kunjungan ke hutan sosial sebagai variasi contoh ketika menyampaikan materi. Tujuannya agar peserta segera paham materi yang saya sampaikan.

Tahap Pelaksanaan
Pelatihan jarak jauh yang pesertanya bertebaran di berbagai tempat dan hanya dipersatukan di dalam ruang virtual memberikan tantangan tersendiri. Saya mengawali kelas dengan memperkenalkan TP2PS atau Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial.

Peserta rupanya belum banyak tahu soal TP2PS. Tim ini dibentuk Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan dengan cita-cita membumikan program perhutanan sosial di tingkat tapak. Idenya diambil dari Gerakan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang populer dengan 10 Program Pokok PKK di masa Orde Baru.

TP2PS dibentuk agar perhutanan sosial betul-betul dinikmati oleh masyarakat di tingkat tapak, dan tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang yang memanfaatkan kesempatan. Setelah pelatihan ini, maka para peserta belajar jarak jauh ini akan menjadi anggota TP2PS di tingkat lapangan.

Saya menyaksikan wajah peserta satu per satu di layar monitor. Kesan saya mereka antusias menyerap informasi baru soal perhutanan sosial ini.

Saat masuk sesi pokok bahasan, beberapa peserta mengangkat beberapa topik: (1) kasus perambahan di wilayah kelola perhutanan sosial oleh mereka yang berasal dari wilayah lain, (2) warga desa yang belum masuk sebagai anggota perhutanan sosial, padahal mereka penggarap lahan yang sebenarnya; (3) kesulitan melakukan penelusuran batas wilayah kelola di lapangan karena keterbatasan peralatan dan teknis pendataan potensi, serta (4) cara membangun jejaring pemasaran produk-produk hutan sosial di lokasi yang aksesnya sulit dan terpencil.

Satu per satu kami membahas kasus-kasus itu meskipun tidak secara mendalam karena keterbatasan waktu. Saya menjelaskan peserta menanggapi. Belajar jadi terasa kondusif.

Sebagai narasumber dan fasilitator, saya menyampaikan bahwa kasus-kasus yang diangkat dalam setiap topik bahasan itu juga terjadi di berbagai tempat lain. Dan tentu, proses penanganannya akan berbeda-beda sesuai dengan konteks lokal dan tidak bisa digeneralisasi dalam ruang belajar yang terbatas ini.

Pada bagian akhir, saya mengajak peserta untuk mencari solusi kreatif terhadap masalah yang mereka hadapi. Seperti disampaikan dalam video sambutan arahan Menteri LHK, bahwa sudah ada hasil-hasil dari perhutanan sosial dalam bentuk produk-produk yang bermanfaat meningkatkan imunitas tubuh manusia dalam menghadapi wabah covid-19.

Menteri LHK mengumpulkan dan memberikan produk-produk tersebut kepada paramedis yang bekerja dalam menangani pasien covid-19. Jadi sudah banyak masyarakat pengelola perhutanan sosial di tempat lain yang sudah berhasil mengelola lahan mereka sesuai dengan cita-cita program ini.

Saya memberikan contoh Pak Parjan. Ia Ketua hutan kemasyarakatan Mandiri Kalibiru di Yogyakarta. Kalibiru tergolong hutan sosial yang berhasil menangani masalah secara kreatif. Pada tahap awal pengembangan, Kalibiru juga didera masalah setelah izin mengelola hutan di Kulonprogo itu diberikan pemerintah. Izin HKm Kalibiru terbit di hutan lindung, padahal sebelumnya masyarakat menggadang sebagai hutan produksi untuk memanen pohon kayu yang telah mereka tanam sebelumnya.

Atas keberhasilan mengembangkan Kalibiru itu, Pak Parjan pernah diundang mengajar para pejabat eselon I KLHK di Lembaga Administrasi Negara Jakarta. Petani Hutan Sosial telah menjadi narasumber yang menginspirasi para pejabat negeri ini.

Ada pesan pak Parjan yang berhasil memicu gemuruh tepuk tangan para eselon 1 waktu itu. Ia menayangkan sebuah pesan filosofis bagaimana mengelola hutan:

“Jika ditebang dan dijual, sebatang pohon hanya bernilai satu juta rupiah. Tapi jika pohon itu kita rawat dan pelihara, ia menghasilkan lebih dari satu juta dalam bentuk ekowisata. Objek wisata Kalibiru tenar ke mancanegara karena kami merawat pohon-pohon itu”.

Jadi, dengan transfer pengetahuan jarak jauh ini, pelatihan online ini salah satunya untuk memberikan pemahaman para petani hutan sosial seperti pemahaman Pak Parjan di Kalibiru. Pelatihan ini ingin melahirkan Pak Parjan-Pak Parjan lain di seluruh Indonesia untuk mencapai tiga tujuan hutan sosial: memberdayakan ekonomi masyarakat, meredam konflik sosial, dan mencapai keseimbangan ekologi kawasan hutan.

BERSAMA MELESTARIKAN BUMI

Ketika informasi makin marak, peristiwa-peristiwa tak lagi berjarak, jurnalisme kian penting untuk memberikan perspektif dan mendudukkan soal-soal. Forest Digest memproduksi berita dan analisis untuk memberikan perspektif di balik berita-berita tentang hutan dan lingkungan secara umum.

Redaksi bekerja secara voluntari karena sebagian besar adalah mahasiswa dan alumni Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University yang bekerja di banyak profesi. Dengan visi "untuk bumi yang lestari" kami ingin mendorong pengelolaan hutan dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan.

Dukung kami mewujudkan visi dan misi itu dengan berdonasi atau berlangganan melalui deposit Rp 50.000.




Partnership for Governance Reform, Focal Point Nasional Pokja Perhutanan Sosial dan anggota Gugus Tugas Multipihak Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya dan Ekosistem KLHK

Topik :

Bagikan

Komentar



Artikel Lain